JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 292
Hubungan Aktivitas Fisik pada Lansia dengan Kadar Serum Asam Urat
di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan
Astin Mandalika
1*
, Lydia Tantoso
2
Universitas Tarumanagara, Indonesia
1,2
1
2
ABSTRAK
Kata Kunci:
Aktivitas Fisik; Kadar Serum
Asam Urat; Lansia; Kesehatan;
Tanjung Bumi; Bangkalan
Hiperurisemia merupakan gangguan metabolik yang sering terjadi
pada lansia, ditandai dengan peningkatan kadar asam urat dalam
darah yang dapat menyebabkan penyakit gout dan komplikasi
lainnya. Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kadar asam urat
adalah aktivitas fisik. Namun, hubungan antara tingkat aktivitas fisik
dan kadar asam urat pada lansia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut, khususnya di wilayah dengan karakteristik populasi spesifik
seperti Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan. Penelitian
ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara aktivitas fisik
dan kadar serum asam urat pada lansia di Kecamatan Tanjung Bumi,
Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Asam urat yang tinggi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti gout, terutama pada usia
lanjut. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional
melibatkan 259 lansia dengan pengukuran aktivitas fisik melalui
kuesioner dan kadar asam urat menggunakan alat pengukur asam
urat. Analisis statistik dilakukan untuk menentukan hubungan antara
tingkat aktivitas fisik dan kadar asam urat dalam darah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (61,8%)
memiliki tingkat aktivitas fisik tinggi, dan 64,1% responden tidak
mengalami hiperurisemia. Analisis statistik menunjukkan hubungan
yang signifikan antara tingkat aktivitas fisik dengan kadar serum
asam urat (p-value = 0,000). PRR menunjukkan bahwa risiko
hiperurisemia pada lansia dengan aktivitas fisik tinggi adalah 0,191
kali dibandingkan lansia dengan aktivitas fisik rendah (95% CI:
0,130-0,281). Aktivitas fisik yang lebih tinggi berhubungan dengan
kadar serum asam urat yang lebih rendah pada lansia di Kecamatan
Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan. Temuan ini menyoroti
pentingnya promosi aktivitas fisik sebagai strategi pengelolaan
hiperurisemia pada lansia. Penelitian lebih lanjut dengan desain
longitudinal diperlukan untuk mendukung hasil ini.
ABSTRACT
Keywords:
Physical Activity; Uric Acid
Serum Level; Elderly; Health;
Tanjung Bumi; Bangkalan
Hyperuricemia is a metabolic disorder that often occurs in the
elderly, characterized by increased levels of uric acid in the blood
which can cause gout and other complications. One factor that can
affect uric acid levels is physical activity. However, the relationship
between physical activity levels and uric acid levels in the elderly
still requires further research, especially in areas with specific
population characteristics such as East Larangan District,
Bangkalan Regency. This study aims to explore the relationship
between physical activity and uric acid serum levels in the elderly in
Tanjung Bumi Sub-district, Bangkalan Regency, East Java. High
uric acid can cause health problems such as gout, especially in the
elderly. This study used a cross-sectional design involving 259
elderly people by measuring physical activity through
questionnaires and uric acid levels using GCU equipment.
Statistical analysis was performed to determine the relationship
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 293
between physical activity levels and uric acid levels in the blood. The
results showed that the majority of respondents (61.8%) had a high
level of physical activity, and 64.1% of respondents did not
experience hyperuricemia. Statistical analysis showed a significant
relationship between the level of physical activity and serum uric
acid levels (p-value = 0.000). PRR showed that the risk of
hyperuricemia in elderly with high physical activity was 0.191 times
compared to elderly with low physical activity (95% CI: 0.130-
0.281). Higher physical activity is associated with lower uric acid
serum levels in the elderly in Tanjung Bumi Sub-district, Bangkalan
Regency. These findings highlight the importance of physical
activity promotion as a strategy for managing hyperuricemia in the
elderly. Further research with a longitudinal design is needed to
support these results.
Correspondent Author: Astin Mandalika
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Asam urat adalah penyakit yang umum di Indonesia. Terkadang orang menganggap asam
urat dan rematik adalah satu dan sama. Ternyata, rematik adalah hanya suatu istilah atau
penggambaran dari rasa nyeri pada sendi atau otot yang meradang. Oleh karena pemahaman
yang salah, banyak orang ketika merasakan nyeri pada persendian langsung menganggap
bahwa itu adalah Asam urat (Mariani, 2022).
Serangan gout biasanya terjadi secara mendadak dan tidak terduga dan biasanya terjadi
pada malam hari. Gejala yang dirasakan adalah nyeri, bengkak dan terdapat rasa terbakar pada
persendian yang disebabkan karena menumpuknya kristal asam urat (Mariani, 2022). Gout
arthritis merupakan kondisi pada sendi yang diakibatkan oleh akumulasi kristal, umumnya
kristal monosodium urat monohidrat, di area sendi. Akumulasi ini menimbulkan peradangan
serta rasa sakit yang sangat hebat. Kristal-kristal ini muncul saat tubuh mengalami peningkatan
kadar asam urat karena bertambahnya pemecahan purin (Kemenkes, 2023).
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa jumlah penderita hiperurisemia
di seluruh dunia meningkat setiap tahunnya. Asam urat mempengaruhi sekitar 1-4% populasi,
dengan prevalensi yang lebih tinggi pada laki-laki di negara-negara barat, yaitu sekitar 3-6%.
Di beberapa negara, prevalensi asam urat dapat mencapai 10% pada pria dan 6% pada wanita
berusia 80 tahun ke atas. Insiden tahunan gout adalah 2,68 kasus per 1000 orang. Peningkatan
penyakit asam urat di seluruh dunia dikaitkan dengan kebiasaan makan yang buruk, kurang
olahraga, obesitas, dan sindrom metabolik (Suntara et al., 2022). Di Amerika Serikat, sekitar
5,7 juta orang menderita asam urat, dan pada tahun 2030, jumlah kasus diperkirakan akan
melebihi 8 juta orang (Skoczyńska et al., 2020).
Berdasarkan Country Profile of Noncommunicable Diseases WHO di Indonesia, tingkat
kejadian penyakit asam urat berkisar 45% pada kelompok usia 55-64 tahun, sekitar 51,9% pada
usia 65-74 tahun, dan sekitar 54,8% pada usia 75 tahun (Putri et al., 2021). Pada tahun 2018,
prevalensi penyakit gout arthritis di Indonesia mencapai sekitar 11,9%, dengan angka
prevalensi di Aceh sebesar 18,3%, di Jawa Barat 17,5%, dan di Papua 15,4% (Yasin et al.,
2023).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 294
Berdasarkan laporan RISKESDAS (2018), prevalensi penyakit sendi di Provinsi Jawa
Timur mencapai 6,82%. Angka prevalensi ini meningkat pada kelompok usia tertentu: sekitar
12,84% pada usia 55-64 tahun, sekitar 15,39% pada usia 65-74 tahun, dan sekitar 16,27% pada
usia di atas 75 tahun. berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa usia juga mempengaruhi
adanya peningkatan pada penyakit persendian.
Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, berbagai perubahan terjadi
dalam masyarakat yang memperpanjang umur. Peningkatan angka harapan hidup di Indonesia
mengakibatkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Hal itu berdasarkan data
Sistem Akuntansi Perekonomian Nasional (Susenas) Dewan Pusat Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2017, Indonesia memiliki jumlah penduduk lanjut usia sebanyak 23,4 juta jiwa (8,97%).
Pada tahun 2025 diperkirakan menjadi 33,7 juta (11,8%) dan pada tahun 2035 menjadi 48,2
juta (15,8%). Lansia merupakan masa siklus hidup manusia yang dianggap sebagai fase
kemunduran6. Hal ini dikarenakan pada tahap ini individu mengalami berbagai kemunduran
dalam hidupnya seperti gangguan fisik dan fungsi kognitif. Penurunan kekuatan fisik dan daya
tahan tubuh mengganggu fungsi organ dan membuat tubuh rentan terhadap penyakit. Perubahan
signifikan pada usia tua meliputi penurunan massa tubuh, termasuk tulang, otot, dan organ,
sementara massa lemak meningkat. Peningkatan lemak tubuh dapat meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular, diabetes, hipertensi, dan penyakit degeneratif lainnya, termasuk asam
urat.
Peningkatan asam urat dalam tubuh dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko,
termasuk pola makan yang kaya purin, masalah dalam filtrasi glomerulus, penggunaan diuretik,
produksi berlebihan akibat gangguan pada jalur metabolisme purin, konsumsi alkohol, tingkat
aktivitas fisik, serta penggunaan obat-obatan yang dapat menghalangi ginjal dalam
mengeluarkan asam urat (Setiyorini et al., 2018). Aktivitas fisik mencakup semua gerakan
tubuh yang membutuhkan energi, seperti berjalan, menari, dan merawat cucu. Sementara itu,
aktivitas fisik yang disusun secara terencana dan melibatkan gerakan tubuh berulang kali untuk
meningkatkan kebugaran fisik dikenal sebagai olahraga (Fauzi, 2019). Di Indonesia, ditemukan
bahwa 42% lansia berpartisipasi dalam aktivitas fisik ringan, 37% dalam aktivitas fisik sedang,
dan 21% dalam aktivitas fisik berat. Data ini mengindikasikan bahwa kebanyakan lansia hanya
melakukan kegiatan fisik yang ringan dalam kegiatan sehari-harinya. Rendahnya tingkat
aktivitas fisik ini meningkatkan risiko munculnya penyakit serius seperti asam urat, hipertensi,
diabetes, dan penyakit jantung (Magfira & Adnani, 2021). Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi tingkat aktivitas fisik pada lansia di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten
Bangkalan, Jawa Timur.
Penelitian ini menghadirkan kebaruan dengan mengeksplorasi hubungan antara tingkat
aktivitas fisik dan kadar serum asam urat pada lansia di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten
Bangkalan. Meskipun hiperurisemia telah menjadi perhatian global dengan prevalensi yang
meningkat di kalangan lansia, penelitian ini memfokuskan pada populasi spesifik dengan
menggunakan pendekatan cross-sectional yang terperinci. Keunggulan lainnya adalah
penggunaan data primer yang dikumpulkan langsung melalui pemeriksaan kadar asam urat
menggunakan alat GCU dan survei aktivitas fisik berbasis kuesioner. Penelitian ini berhasil
menunjukkan hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar serum asam urat,
menyoroti pentingnya aktivitas fisik sebagai strategi non-farmakologis dalam pengelolaan
hiperurisemia. Hasilnya tidak hanya relevan untuk populasi lansia di Bangkalan, tetapi juga
memberikan kontribusi penting bagi pengembangan kebijakan promosi kesehatan berbasis
komunitas di Indonesia.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dan merupakan penelitian analitik
yang melihat hubungan antara kadar serum asam urat dan tingkat aktivitas fisik pada lansia.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 295
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur
(Ascarya Academia, 2022).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang berdomisili di Kecamatan
Tanjung Bumi. Sampel penelitian terdiri dari 259 lansia yang dipilih menggunakan teknik non-
random sampling quota-based. Lansia yang bersedia berpartisipasi diberikan informasi terkait
tujuan dan metode penelitian sebelum pengambilan data dilakukan.
Kriteria Inklusi
1. Lansia berusia ≥60 tahun yang berdomisili di Kecamatan Tanjung Bumi.
2. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed
consent.
3. Lansia yang mampu berkomunikasi secara verbal atau dengan bantuan pendamping.
Kriteria Eksklusi
1. Lansia yang memiliki kondisi medis akut yang memengaruhi aktivitas fisik atau kadar
serum asam urat (misalnya, penyakit infeksi akut atau pasca-operasi).
2. Lansia yang sedang menjalani pengobatan dengan obat yang diketahui memengaruhi
kadar asam urat, seperti diuretik.
3. Lansia yang tidak dapat memberikan data yang lengkap.
Pengumpulan Data aktivitas fisik dikumpulkan menggunakan kuesioner standar yang
telah divalidasi sebelumnya, sedangkan kadar serum asam urat diukur menggunakan alat GCU
(Glucose, Cholesterol, and Uric Acid). Peneliti mendatangi rumah responden secara langsung
untuk melakukan wawancara dan pengukuran. Data dikumpulkan oleh tim peneliti yang telah
dilatih untuk memastikan kualitas dan konsistensi hasil.
Analisis Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan uji Chi-square
untuk menentukan hubungan antara tingkat aktivitas fisik dan kadar serum asam urat. Tingkat
signifikansi yang digunakan adalah p-value < 0,05, dengan analisis risiko relatif (PRR) untuk
memperkirakan besarnya hubungan.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 1. Karakteristik Usia Responden
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
Lansia (60-74 tahun)
238
91,9
Lansia Tua (75-90 tahun)
20
7,7
Lansia Sangat Tua (>90
tahun)
1
0,4
Berdasarkan tabel di atas, mayoritas responden memiliki usia antara 60 hingga 74 tahun,
dengan jumlah sebanyak 238 orang (91,9%).
karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki-Laki
85
32,8
Perempuan
174
67,2
Berdasarkan table diatas, mayoritas responden berjenis kelamin Perempuan sebanyak
174 responden (67,2%).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 296
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan Responden
Frekuensi
Persentase (%)
64
24,8
3
1,2
156
60,2
4
1,5
8
3,1
21
8,1
2
0,8
1
0,4
Berdasarkan table diatas, mayoritas responden bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga
(IRT) sebanyak 156 orang (60,2%).
Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Serum Asam Urat
Tabel 4. Status Kadar Serum Asam Urat Responden
Kadar SerumAsam Urat
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Hiperurisemia
166
64,1
Hiperurisemia
93
35,9
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan responden yang tidak hiperurisemia adalah
sebanyak 166 responden (64,1%).
Distribusi Berdasarkan Status Aktivitas Fisik
Tabel 5. Status Aktivitas Fisik
Status Aktivitas Fisik
Frekuensi
Persentase (%)
Tinggi
160
61,8
Sedang
82
31,7
Rendah
17
6,6
Total
259
100
Berdasarkan tabel di atas, mayoritas responden memiliki tingkat aktivitas yang tinggi,
yakni sebanyak 160 responden (61,8%).
Hubungan antara Kadar Serum Asam Urat dan Aktivitas Fisik
Tabel 6. Hubungan Aktivitas Fisik dan Kadar serum Asam Urat
Aktivitas
Fisik
Hiperurisemia
Total
p-
value
PRR
LCI
UCI
Ya
%
Tidak
%
Tinggi
27
17
133
83
160
0,000
0,191
0,281
0,130
Sedang
51
62
31
38
82
0,038
0,705
0,898
0,553
Rendah
15
88
2
12
17
Ref
Ref
Ref
Ref
Total
93
166
259
Pengaruh antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian hiperurisemia ditemukan
signifikan secara statistik. Responden yang memiliki tingkat aktivitas sedang, risiko untuk
mengalami hiperurisemia lebih rendah 29,5% dibandingkan dengan mereka yang rendah
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 297
aktivitas fisiknya. Sedangkan, responden yang tingkat aktivitasnya tinggi, resiko untuk
mengalami hiperurisemia lebih rendah 80,9% dibandingkan dengan mereka yang rendah
aktivitas fisiknya. Resiko mereka yang aktivitas fisiknya tinggi untuk mengalami hiperurisemia
adalah 0,191 kali dari resiko mereka yang aktivitas fisiknya rendah, dan saya 95% yakin bila
nilai sesungguhnya di populasi berkisar antara 0,130 - 0,281 kali dari yang aktivitas fisiknya
rendah. Resiko mereka yang aktivitas fisiknya sedang untuk mengalami hiperurisemia adalah
0,705 kali dari resiko mereka yang aktivitas fisiknya rendah, dan saya 70% yakin bila nilai
sesungguhnya di populasi berkisar antara 0,553 - 0,898 kali dari yang aktivitas fisiknya rendah.
Pembahasan
Karakteristik Responden
Dari 259 responden, sebagian besar adalah perempuan, dengan jumlah 174 orang
(67,2%), sementara sisanya adalah laki-laki, sebanyak 85 orang (32,8%). Rentang usia
responden adalah 60 hingga 130 tahun, dengan usia terbanyak adalah 60 tahun, sebanyak 87
orang (33,6%). Temuan ini konsisten dengan penelitian Didi tentang lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Batu Aji Kota Batam, di mana mayoritas responden juga perempuan, sebanyak 41
orang (67,2%), dan sisanya laki-laki, sebanyak 20 orang (32,8%).
Aktivitas Fisik Lansia di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan
Berbagai gerakan tubuh yang dilakukan oleh otot rangka dan memerlukan energi disebut
sebagai aktivitas fisik (WHO, 2017). Ini termasuk bekerja, bermain, mengerjakan tugas rumah,
bepergian, dan bersenang-senang (WHO, 2017) Aktivitas fisik seperti olahraga atau gerakan
tubuh berkorelasi dengan kadar asam urat dalam darah seseorang. Aktivitas fisik dapat
mengurangi ekskresi asam urat dan meningkatkan produksi asam laktat dalam tubuh (Fadila et
al., 2023).
Tiga jenis aktivitas dapat diidentifikasi: aktivitas pekerjaan, aktivitas perjalanan, dan
aktivitas rekreasi, berdasarkan hasil wawancara menggunakan kuesioner GPAQ, yang terdiri
dari 16 pertanyaan. Total nilai metabolic equivalent (MET) menit per minggu dan jumlah waktu
yang dihabiskan untuk berolahraga adalah cara aktivitas fisik dikategorikan sebagai kurang atau
cukup. Responden yang telah mengisi kuesioner menunjukkan hasil MET yang bervariasi, yang
mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam pekerjaan dan kegiatan lansia, sehingga aktivitas
fisik yang dilakukan juga berbeda.
Pada penelitian ini mayoritas responden sebanyak 160 orang (61,8%) memiliki aktivitas
yang tinggi sedangkan sisanya 82 orang (31,7%) memiliki aktivitas sedang, dan sisanya
sebanyak 17 orang (6,6%) memiliki aktivitas fisik yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
mayoritas aktivitas fisik lansia Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan Jawa Timur
sudah baik.
Kadar Serum Asam Urat Lansia di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan
Dua faktor utama yang mengganggu keseimbangan purin dalam tubuh adalah
peningkatan produksi purin dan penurunan ekskresi asam urat. Konsumsi makanan kaya purin
dapat menyebabkan produksi purin yang berlebihan, sementara masalah dengan fungsi ginjal
biasanya menyebabkan penurunan ekskresi asam urat. Menurut hasil penelitian, dari 259
responden di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, mayoritas adalah
perempuan, yaitu 174 orang (67,2%), sedangkan laki-laki berjumlah 85 orang (32,8%). Rentang
usia yang paling banyak ditemukan adalah 60-65 tahun. Dan nilai rerata asam
Hiperurisemia, juga dikenal sebagai peningkatan kadar asam urat dalam darah, adalah
gangguan metabolik yang ditunjukkan dengan kadar asam urat melebihi 5,7 mg/dl pada wanita
dan lebih dari 7,0 mg/dl pada pria. Penemuan ini menunjukkan bahwa jumlah penyakit asam
urat meningkat di Indonesia. Penyakit asam urat yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 298
mencapai 11,9%, sedangkan yang berdasarkan diagnosis atau gejala adalah 24,7%, menurut
Riskesdas 2018. Yang tertinggi ditemukan pada kelompok usia lebih dari 75 tahun, yaitu
54,8%.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Serum Asam Urat Lansia di Kecamatan
Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas lansia dengan tingkat aktivitas fisik
tinggi memiliki kadar asam urat normal atau tidak mengalami hiperurisemia, yaitu sebanyak
133 orang (83%). Sebaliknya, lansia dengan tingkat aktivitas fisik rendah miliki kadar asam
urat normal atau tidak hiperurisemia, sebanyak 15 orang (38%). Sebanyak 27 orang (17%)
lansia dengan aktivitas fisik tinggi mengalami kadar asam urat yang tidak normal atau
hiperurisemia, sementara 2 orang (12%) lansia dengan aktivitas fisik rendah memiliki kadar
asam urat yang normal atau tidak hiperurisemia. Hal ini menunjukkan adanya hubungan atau
pengaruh antara Tingkat aktivitas fisik dengan kejadian hiperurisemia. Hal ini juga
menunjukkan fakta bahwa aktivitas fisik lansia di Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten
Bangkalan, Jawa Timur, umumnya berada pada tingkat tinggi, dan kadar serum asam urat
mereka cenderung berada dalam keadaan normal.
Hal tersebut didukung dengan hasil Chi-Square didapatkan Pearson Chi-square,
didapatkan p-value = 0,000 (p < 0,05) yang berarti aktifitas fisik memiliki hubungan yang
signifikan terhadap Kadar Serum Asam Urat. Hal ini sejalan dengan penelitian Didi Yunaspi
(2021) pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Kota Batam yang menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar serum asam urat dengan
p-value = 0,005 (p < 0,05)
PRR pada penelitian ini didapatkan 0,191 dan 0,705, artinya risiko lansia yang memiliki
aktivitas fisik tinggi untuk mengalami hiperurisemia adalah 0,191 kali dari risiko lansia yang
aktivitas fisik nya rendah. Sedangkan risiko lansia yang memiliki aktivitas fisik sedang untuk
mengalami hiperurisemia adalah 0,705 kali dari risiko lansia yang aktivitas fisik nya rendah.
Gout Arthritis adalah penyakit yang disebabkan oleh kelebihan zat purin dalam darah, yang
menyebabkan ginjal tidak mampu mengatur kadar asam urat. Akibat kelebihan asam urat ini,
terjadi penumpukan pada sendi dan jaringan (Prasetyono, 2012; Mukarromah, 2020).
Peningkatan kadar asam urat dalam darah pada pasien gout arthritis disebabkan oleh pola
makan, obesitas, dan gaya hidup. Selain itu, aktivitas fisik juga sangat mempengaruhi terjadinya
artritis gout (Wulandari, 2023). Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang
mendasari penyebab beberapa penyakit, kecacatan, dan kematian (Fenando et al., 2024). hal
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Annastya, Nawastiti, hermawati, dan
Rahmasari (2021) bahwa aktivitas fisik memiliki pengaruh terhadap penurunan dan
peningkatan pada kadar serum asam urat
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan:
1. Desain penelitian cross-sectional tidak memungkinkan peneliti untuk menyimpulkan
hubungan sebab-akibat antara variabel.
2. Penggunaan alat pengukur kadar serum asam urat GCU memiliki potensi variasi dalam
akurasi dibandingkan metode laboratorium standar.
3. Responden dipilih menggunakan teknik non-random sampling, sehingga hasil penelitian
ini mungkin tidak dapat digeneralisasi ke populasi yang lebih luas.
4. Aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner, yang bergantung pada ingatan dan laporan
diri responden, sehingga memungkinkan adanya bias.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 299
Kesimpulan
Mayoritas responden sebanyak 160 lansia (61,8%) memiliki tingkat aktivitas tinggi dan
sisanya 82 lansia (31,7%) memiliki tingkat aktivitas fisik sedang dan 17 lansia (6,6%) memiliki
tingkat aktivitas fisik rendah. Mayoritas responden sebanyak 166 lansia (64,1%) tidak
mengalami hiperurisemia dan sisanya sebanyak 93 lansia (35,9%) mengalami hiperurisemia
dengan nilai rerata 6,135. Terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan Kadar
serum asam urat pada lansia di Kecamatan Tanjung Bumi Kabupaten Bangkalan Jawa Timur
dengan p-value=0,000 dan 0,038.
Daftar Pustaka
Ascarya Academia. (2022, August 24). Macam-macam Metode Analisis Data Kuantitatif.
Ascarya Academia. https://ascarya.or.id/metode-analisis-data-kuantitatif/?srsltid
Badan Penelitian dan Pengembangan Keseatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
(2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Fadila, E., Bamahry, A., Pratama, A. A., Reeny Purnamasari, & Rasfayanah. (2023). Hubungan
Faktor-Faktor Risiko Dengan Hiperurisemia Pada Pasien Batu Saluran Kemih Di Rumah
Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2020-2022. Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa
Kedokteran, 3(5), 326334. https://doi.org/10.33096/fmj.v3i5.196
Fauzi, M. (2019). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat Di Padukuhan Bedog
Trihanggo Gamping Sleman Yogyakarta [Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta].
http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/4373
Fenando, A., Rednam, M., Gujarathi, R., & Widrich, J. (2024). Gout. StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546606/
Kemenkes. (2023). Asam Urat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/pencegahan-infeksi-pada-lansia/asam-urat
Magfira, N., & Adnani, H. (2021). Hubungan Aktivitas Fisik dan Riwayat Genetik dengan
Kadar Asam Urat di Posyandu Cinta Lansia. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,
12(2), 396403.
Mariani, E. (2022, October 31). Penyakit Asam Urat. Direktorat Jenderal Pelayanan
Kesehatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Mukarromah, A. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Range of Motion (Rom) Terhadap
Pengetahuan Dalam Merawat Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di
Rsud Kota Madiun [Stikes Bhakti Husada Kota Madium]. http://repository.stikes-
bhm.ac.id/id/eprint/735
Putri, A. K., Nawastiti, L. A., & Rahmasari, I. (2021). Literature Review: Hubungan Aktivitas
Fisik Terhadap Terjadinya Artritis Gout. Prosiding Seminar Informasi Kesehatan
Nasional, 102104.
Setiyorini, E., Kep, M., Wulandari, N. A., & Kep, M. (2018). Asuhan keperawatan lanjut usia
dengan penyakit degeneratif (Vol. 1). Media Nusa Creative (MNC Publishing).
Skoczyńska, M., Chowaniec, M., Szymczak, A., Langner-Hetmańczuk, A., Maciążek-Chyra,
B., & Wiland, P. (2020). Pathophysiology of hyperuricemia and its clinical significance
a narrative review. Reumatologia/Rheumatology, 58(5), 312323.
Suntara, D. A., Alba, A. D., & Hutagalung, M. (2022). Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dengan
Kadar Asam Urat (GOUT) pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Batu Aji Kota
Batam. Jurnal Inovasi Penelitian, 2(12), 38053812.
https://doi.org/https://doi.org/10.47492/jip.v2i12.1679
Wulandari, S. R. (2023). Peningkatan Derajat Kesehatan Lansia Melalui Penyuluhan dan
Pemeriksaan Kesehatan Lansia di Dusun Mrisi Yogyakarta. Pengabdian Masyarakat
Cendekia (PMC), 2(2), 5861.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 300
Yasin, L. R., Febriyona, R., & Sudirman, A. N. A. (2023). Pengaruh Air Rebusan Kumis
Kucing Terhadap Penurunan Asam Urat Di Desa Manawa Kecamatan Patilanggio. Jurnal
Rumpun Ilmu Kesehatan, 3(1), 4959. https://doi.org/10.55606/jrik.v3i1.1223