JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 93
Skrining Fitokimia dan Uji Toksisitas Ekstrak Bunga Tapak Dara
(Catharanthus Roseus)
Yusrifa Najukha
1*
, Eny Yulianti
2
, Frans Ferdinal
3
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
Email: yusrifa.4[email protected]tar.ac.id, frafrdl@fk.untar.ac.id
ABSTRAK
Kata Kunci:
Catharanthus roseus;
Fitokimia; BSLT
Bunga tapak dara (Catharanthus roseus) merupakan tanaman perdu
yang termasuk dalam famili Apocynaceae. Tanaman ini telah dikenal
sejak lama sebagai tanaman hias dan juga dalam pengobatan
tradisional sebagai obat. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder dan tingkat toksisitas
pada bunga tapak dara (Catharanthus roseus). Penelitian dilakukan
dengan metode eksperimental yang bersifat in vitro dan bioassay.
Terdiri dari uji fitokimia dan uji toksisitas dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil uji fitokimia didapatkan bahwa
ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus roseus) mengandung
alkaloid, betasianin, kardioglikosida, kumarin, flavonoid, glikosida,
fenolik, kuinon, saponin, terpenoid dan tannin sehingga dapat
berpotensi sebagai antioksidan. Tingkat toksisitas ekstrak bunga
tapak dara (Catharanthus roseus) ditunjukkan dengan nilai LC
50
sebesar 162,181 µg/mL sehingga masuk dalam kategori toksik
sedang yang berpotensi sebagai antimitosis. Ekstrak bunga tapak
dara (Catharanthus roseus) mengandung berbagai senyawa fitokimia
dengan kapasitas antioksidan kuat menurut metode ABTS dan
FRAP, serta potensi sebagai senyawa antikanker. Namun, kapasitas
antioksidan berdasarkan metode DPPH tergolong sangat lemah.
ABSTRACT
Madagascar periwinkle flower (Catharanthus roseus) is a
shrub that belongs to the Apocynaceae family. This plant has
been known for a long time as an ornamental plant and also
in traditional medicine as a medicine. This study was
conducted to determine the content of secondary metabolites
and the level of toxicity in Madagascar periwinkle flowers
(Catharanthus roseus). The research was conducted with
experimental methods that are in vitro and bioassay. Consists
of phytochemical tests and toxicity tests with the Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT) method. The results of the
phytochemical test showed that the flower extract of
Madagascar periwinkle (Catharanthus roseus) contains
alkaloids, betasianin, cardioglycosides, coumarins,
flavonoids, glycosides, phenolics, quinones, saponins,
terpenoids and tannins so that it can have potential as an
antioxidant. The toxicity level of tapak dara flower extract
(Catharanthus roseus) is indicated by the LC50 value of
162.181 µg/mL so that it is included in the medium toxic
category which has potential as antimitosis. Virgin flower
extract (Catharanthus roseus) contains various phytochemical
compounds with strong antioxidant capacity according to
Keywords:
Catharanthus roseus;
Phytochemical; BSLT
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 94
ABTS and FRAP methods, as well as potential as an
anticancer compound. However, the antioxidant capacity
based on the DPPH method is classified as very weak.
Coresponden Author: Yusrifa Najukha
Email: yusrifa.4052102[email protected].id
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Tapak dara (Catharanthus roseus) atau dapat dikenal sebagai Madagascar
periwinkle merupakan spesies tumbuhan perdu tahunan yang selalu hijau asli Pulau
Madagaskar yang berada di Samudra Hindia.
1
Tanaman ini dikenal luas di seluruh dunia
sebagai tanaman hias khususnya di negara beriklim tropis dan subtropis, termasuk
Mauritius, Kuba, Bahama, Amerika Serikat bagian selatan, dan juga Filipina.
2
Selain
menjadi tanaman hias, tapak dara adalah bagian dari famili Apocynaceae, memiliki
sejarah panjang dalam pengobatan tradisional, seperti sistem pengobatan tradisional India
termasuk Ayurveda, Unani, Siddha, dan pengobatan tradisional Tiongkok sehingga obat
dari tanaman ini diperjualbelikan di Afrika, Australia, China, India, Eropa Selatan, dan
Amerika Serikat
.3
Secara tradisional, pemakaian tapak dara telah ditemukan dalam cerita rakyat
yang tersebar di berbagai negara sehingga penggunaannya telah teruji oleh waktu dan
diakui oleh masyarakat, seperti untuk menyembuhkan luka bakar, sengatan tawon, nyeri
otot bahkan dapat digunakan untuk meredakan depresi, sakit kepala, mengobati gusi,
hidung, sakit tenggorokan, serta sariawan.
2,3
Menurut beberapa penelitian tentang ekstrak tapak dara yang telah dilakukan
terdahulu, menyatakan bahwa Tapak dara (Catharanthus roseus) mengandung berbagai
phytocompounds yang signifikan terhadap farmakologis, seperti alkaloid, glikosida,
tanin, protein, kumarin, saponin, karbohidrat, kina, triterpenoid, volatil, dan bahan kimia
fenolik.2
Kandungan yang terdapat tersebut membuat Catharanthus roseus memiliki
berbagai sifat terapeutik, antara lain, antibakteri, antikanker, antidiabetes, antihelmintik,
antidiare, antiulkus, aktivitas peningkatan memori dan antioksidan
.2,4
Antioksidan adalah elompok dari golongan senyawa kimia yang memiliki tugas
untuk menetralkan radikal bebas yang diproduksi selama proses metabolisme, sehingga
dapat memberikan perlindungan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal
bebas.
5,6
Cara antioksidan bekerja adalah dengan cara memberikan elektronnya pada
radikal bebas. Dengan melakukan ini, antioksidan dapat mengurangi efek negatif dari
stres oksidatif.
7,8
Radikal bebas adalah molekul kecil dengan elektron yang tidak berpasangan di
kulit valensi sehingga membuat senyawa ini sangat reaktif untuk mengikat elektron
molekul yang ada di sekitar untuk memperoleh senyawa yang stabil.
8,9
Reaktif spesies
oksigen (ROS) dan reaktif spesies nitrogen (RNS) adalah beberapa contoh bentuk reaktif
yang ditemukan dalam metabolisme sel normal dalam tubuh manusia. ROS dan RNS.6,8
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 95
Sel dan jaringan dalam tubuh memiliki keseimbangan terkait produksi dan akumulasi
antara oksidan dan antioksidan
.10
Keseimbangan yang terjadi mendukung kondisi pro-
oksidatif yang akan memberikan stres oksidatif ringan secara terus-menerus. Peningkatan
oksidasi secara berlebih dapat memicu terjadinya gangguan keseimbangan yang
mengakibatkan kerusakan biologis berupa stres oksidatif.
8,11
Ketidakseimbangan yang terjadi dalam mekanisme homeostasis antara molekul
pro-oksidan dengan antioksidan dapat menyebabkan suatu keadaan yang disebut sebagai
stress oksidatif sehingga dapat menyebabkan peningkatan radikal bebas (Olufunmilayo
dkk., 2023) Radikal bebas dapat membentuk suatu produk yang berasal dari oksigen
selama terjadinya reaksi metabolisme, yaitu Reactive Oxygen Species (ROS)
(Martemucci dkk., 2022). Peningkatan atau paparan yang berkepanjangan dari kondisi
tersebut dapat berdampak terhadap kerusakan sel yang parah bahkan dapat berujung pada
kematian sel sehingga berkonstribusi dalam terjadinya berbagai penyakit seperti penyakit
kardiovaskular, neurodegeneratif, bahkan autoimun.(Bardelčíková dkk., 2023) Kondisi
stres oksidatif yang disebabkan oleh peningkatan radikal bebas dapat dicegah dengan
antioksidan.(Azwanida, 2015; Zehiroglu & Ozturk Sarikaya, 2019b) Antioksidan dapat
diperoleh dari bahan alami maupun sintetis. Salah satunya adalah bunga tapak dara
(Catharanthus roseus) yang telah digunakan sejak lama sebagai tanaman obat, antara lain
antikanker, diabetes, dan rematik (Chaturvedi dkk., 2022; Das dkk., 2017)
Penelitian ini memiliki urgensi yang tinggi karena bunga tapak dara (Catharanthus
roseus) dikenal secara luas sebagai tanaman dengan potensi farmakologis, terutama
sebagai sumber antioksidan dan antikanker. Mengingat tingginya prevalensi penyakit
yang terkait dengan stres oksidatif dan kanker, penelitian ini menjadi relevan dalam upaya
menemukan solusi terapi yang alami dan lebih terjangkau. Selain itu, dengan
meningkatnya ketertarikan pada pengobatan berbasis bahan alami, penelitian ini
mendukung pengembangan lebih lanjut dalam aplikasi medis dari sumber daya alam lokal
yang berpotensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala klinis.
Banyaknya penelitian yang telah dilakukan terkait tanaman tapak dara. Namun,
belum banyak dilaporkan terkait manfaat dan kandungan yang terdapat dalam dalam
bunga tapak dara sehingga mendasari peneliti untuk melakukan penelitian terhadap bunga
tapak dara.
Kebaharuan dari penelitian ini terletak pada eksplorasi mendalam kandungan
fitokimia dan kapasitas antioksidan bunga tapak dara (Catharanthus roseus) yang belum
banyak dilaporkan, terutama dengan menggunakan tiga metode uji antioksidan (DPPH,
ABTS, dan FRAP) secara bersamaan. Gap penelitian ini adalah minimnya penelitian
sebelumnya yang menggabungkan analisis toksisitas dengan potensi antioksidan dari
bunga tapak dara, serta kurangnya informasi terkait pemanfaatan bagian lain dari
tanaman, seperti batang dan daun, yang juga mungkin memiliki potensi farmakologis
serupa. Penelitian ini juga memberikan pandangan lebih rinci tentang perbedaan kapasitas
antioksidan berdasarkan metode yang digunakan.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 96
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental yang bersifat in vitro dan
bioassay yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara,
Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler, Jl. Letjen S. Parman No. 1, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga
tapak dara (Catharanthus roseus) yang diambil dari Kabupaten Tangerang. Variabel yang
diteliti terdiri dari uji fitokimia dan uji toksisitas menggunakan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Data dianalisis menggunakan aplikasi Graphpad Prism v.9.0 La
Jolla, CA, USA dan hasil yang diperoleh akan ditampilkan dalam bentuk table dan grafik.
Hasil Dan Pembahasan
Hasil
Uji Fitokimia
Kandungan metabolit sekunder dalam suatu tanaman dapat diketahui secara
kualitatif dengan uji fitokimia. Uji fitokimia terhadap bunga tapak dara (Catharanthus
roseus) dilakukan dengan sampel yang telah dimaserasi dengan pelarut metanol.
Hasil uji fitokimia pada bunga tapak dara (Catharanthus roseus) tercantum pada
Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Bunga Tapak Dara (Catharanthus roseus)
Uji Fitokimia
Metode/Reagen
Hasil Uji
Alkaloid
Antosianin
Betasianin
Kardioglikosida
Kumarin
Flavonoid
Glikosida
Fenolik
Kuinon
Saponin
Steroid
Terpenoid
Tannin
Mayer dan Dragendorff
NaOH
NaOH
Keller-Kiliani
NaOH 1 N
NaOH 1 N
Bortrager
Folin-Ciocalteau
H
2
SO
4
Foam test
Liebermann-Burchad
Liebermann-Burchad
FeCl
3
5%
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
Uji Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Uji toksisitas suatu tanaman dapat dilakukan salah satunya dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) di mana metode ini menggunakan larva udang Artemia
salina. Dalam penelitian ini menunjukkan semakin tinggi suatu ekstrak yang digunakan
maka semakin tinggi konsentrasi kematian dari larva udang Artemia salina.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 97
Hasil uji toksisitas ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus roseus) metode BSLT
tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Bunga Tapak Dara (Catharanthus roseus) metode
BSLT
Konsentrasi
(µg/mL)
Log Konsentrasi
(µg/mL)
% Mortalitas
50
100
200
300
400
1,70
2,00
2,30
2,48
2,60
3,846
21,951
47,222
82,051
96,154
1 2 3
-200
-100
0
100
200
Log Konsentrasi (µg/mL)
% Mortalitas(%)
Y = 103.9*X - 180.1
R
2
= 0.9540
Gambar 1 Kurva Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Bunga Tapak Dara
(Catharanthus roseus) metode BSLT
Pembahasan
Hasil uji fitokimia terhadap bunga tapak dara (Catharanthus roseus) yang
tercantum pada tabel 1 sesuai dengan penelitian Fitriani dkk. (2016)., bahwa ekstrak
bunga tapak dara (Catharanthus roseus) mengandung alkaloid, fenolik, flavonoid,
terpenoid, dan tannin. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Bhumi dkk. (2023)
memiliki hasil bahwa bagian lain dari tanaman tapak dara, yaitu daun mengandung
steroid, glikosida, saponin, dan antosianin.
Uji toksisitas pada ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus roseus) didapatkan nilai
LC
50
162,181 µg/mL hasil ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Melia Sari et al.10, didapatkan nilai LC
50
34,599 µg/mL. perbedaan ini mungkin
disebabkan oleh bedanya besar konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam pengujian
meskipun memakai metode yang sama, yaitu BSLT. Berdasarkan Leonardo et al.11,
dapat disimpulkan bahwa ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus roseus) memiliki
senyawa sitotoksik dengan kategori toksik sedang (LC
50
>10 - 100 µg/mL) sehingga
dapat berpotensi sebagai antimitosis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus
roseus) mengandung berbagai senyawa fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, dan tannin
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 98
yang mendukung aktivitas antioksidan. Uji kapasitas antioksidan dengan metode ABTS
dan FRAP menunjukkan aktivitas yang sangat kuat dengan nilai IC50 masing-masing
26,00 µg/mL dan 22,41 µg/mL, sementara uji DPPH menunjukkan aktivitas yang sangat
lemah dengan IC50 598,75 µg/mL. Nilai LC50 pada uji toksisitas BSLT adalah 162,18
µg/mL, yang mengindikasikan potensi toksisitas sedang.
Penelitian sebelumnya oleh Verrananda et al. juga melaporkan kandungan fitokimia
yang serupa pada bunga tapak dara, termasuk alkaloid dan flavonoid, namun penelitian
tersebut lebih berfokus pada aktivitas antioksidan tanpa melakukan perbandingan antar-
metode yang berbeda. Selain itu, penelitian Bhumi et al. melaporkan bahwa bagian lain
dari tanaman, seperti daun, juga mengandung metabolit sekunder, namun belum ada
penelitian yang secara spesifik membandingkan hasil kapasitas antioksidan berdasarkan
berbagai metode uji seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.
Kesimpulan
Hasil yang telah didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga
tapak dara (Catharanthus roseus) mengandung senyawa metabolit sekunder yang
bermanfaat sebagai antioksidan, yaitu alkaloid, betasianin, kardioglikosida, kumarin,
flavonoid, glikosida, fenolik, kuinon, saponin, terpenoid, dan tannin. Uji toksisitas
dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) menunjukkan bahwa ekstrak bunga
tapak dara (Catharanthus roseus) berpotensi sebagai antimitosis dengan nilai LC
50
sebesar 162,181 µg/mL sehingga digolongkan ke dalam kategori toksik sedang.
Penelitian ini perlu dilakukan uji kapasitas antioksidan, skrining fitokimia, dan uji
toksisitas dengan bagian lain dari tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) seperti,
batang, daun, dan akar sebagai sampel dalam penelitian, serta perlu dilakukan penelitian
dengan cara in vivo pada hewan uji coba untuk mengetahui lebih lanjut mengenai potensi
antioksidan pada bunga tapak dara (Catharanthus roseus).
Daftar Pustaka
Azwanida, N. N. (2015). A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal Plants, Principle,
Strength and Limitation. Medicinal & Aromatic Plants, 04(03).
https://doi.org/10.4172/2167-0412.1000196
Bardelčíková, A., Šoltys, J., & Mojžiš, J. (2023). Oxidative Stress, Inflammation and Colorectal
Cancer: An Overview. Dalam Antioxidants (Vol. 12, Nomor 4). MDPI.
https://doi.org/10.3390/antiox12040901
Chaturvedi, V., Goyal, S., Mukim, M., Meghani, M., Patwekar, F., Patwekar, M., Khan, S. K., &
Sharma, G. N. (2022). A Comprehensive Review on Catharanthus roseus L. (G.) Don:
Clinical Pharmacology, Ethnopharmacology and Phytochemistry. Journal of
Pharmacological Research and Developments, 4(2), 1736.
https://doi.org/10.46610/jprd.2022.v04i02.003
Da Silva, L. M., & Da Silva, F. J. (2023). Bioassay With Artemia Salina L.: A Gateway To
Understanding The Toxicity Of Medicinal Plant Extracts. Botânica, Ecologia E
Sustentabilidade: Uma Perspectiva Multidisciplinar, 1, 5069.
Das, S., Krishi Viswavidyalaya, C., & Sharangi, A. B. (2017). Madagascar periwinkle
(Catharanthus roseus L.): Diverse medicinal and therapeutic benefits to humankind. ~ 1695
~ Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 6(5), 16951701.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 99
Fitriani, V. Y., Febrina, L., & Rijai, L. (2016). Identifikasi metabolit sekunder dan aktivitas
antioksidan ekstrak bunga tapak dara (Catharanthus roseus). Proceeding of Mulawarman
Pharmaceuticals Conferences, 4, 162167.
Flieger, J., Flieger, W., Baj, J., & Maciejewski, R. (2021). Antioxidants: Classification, natural
sources, activity/capacity measurements, and usefulness for the synthesis of nanoparticles.
Dalam Materials (Vol. 14, Nomor 15). MDPI AG. https://doi.org/10.3390/ma14154135
Kabesh, K., Senthilkumar, P., Ragunathan, R., & Kumar, R. R. (t.t.). Phytochemical Analysis of
Catharanthus roseus Plant Extract and its Antimicrobial Activity. Diambil 7 Agustus 2023,
dari www.ijpab.com
Martemucci, G., Costagliola, C., Mariano, M., D’andrea, L., Napolitano, P., & D’Alessandro, A.
G. (2022). Free Radical Properties, Source and Targets, Antioxidant Consumption and
Health. Oxygen, 2(2), 4878. https://doi.org/10.3390/oxygen2020006
Nejat, N., Valdiani, A., Cahill, D., Tan, Y. H., Maziah, M., & Abiri, R. (2015). Ornamental
exterior versus therapeutic interior of Madagascar periwinkle (Catharanthus roseus): The
two faces of a versatile herb. Dalam Scientific World Journal (Vol. 2015). Hindawi
Publishing Corporation. https://doi.org/10.1155/2015/982412
Obeagu, E. I. (2018). A Review on Free Radicals and Antioxidants Tuberculosis Projects View
project Studies on some liver enzymes View project.
https://doi.org/10.22192/ijcrms.2018.04.02.019
Olufunmilayo, E. O., Gerke-Duncan, M. B., & Holsinger, R. M. D. (2023). Oxidative Stress and
Antioxidants in Neurodegenerative Disorders. Dalam Antioxidants (Vol. 12, Nomor 2).
MDPI. https://doi.org/10.3390/antiox12020517
Pizzino, G., Irrera, N., Cucinotta, M., Pallio, G., Mannino, F., Arcoraci, V., Squadrito, F.,
Altavilla, D., & Bitto, A. (2017). Oxidative Stress: Harms and Benefits for Human Health.
Dalam Oxidative Medicine and Cellular Longevity (Vol. 2017). Hindawi Limited.
https://doi.org/10.1155/2017/8416763
Rahmi, H., Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, P., Singaperbangsa Karawang Jl
Ronggowaluyo, U. H., Jambe Timur, T., & Karawang, K. (2017). Review : Aktivitas
Antioksidan dari Berbagai Sumber Buah-buahan di Indonesia. Jurnal Agrotek Indonesia,
2(1), 3438.
Sari, M., Surbakti, C., Khairani, T. N., Sari, W. N., & Nasution, G. S. (t.t.). Toxicity Test of
Catharanthus roseus Flower Extract with Brine Shrimp Lethality Test Method. Diambil 5
Juni 2024, dari https://ijsenet.com
Sies, H. (2020). Oxidative stress: Concept and some practical aspects. Antioxidants, 9(9), 16.
https://doi.org/10.3390/antiox9090852
Silva, L. M. da, & Silva, F. J. da. (2023). Bioassay With Artemia Salina L.: A Gateway To
Understanding The Toxicity Of Medicinal Plant Extracts. Dalam Botânica, Ecologia e
Sustentabilidade: uma perspectiva multidisciplinar (hlm. 5069). Editora Científica Digital.
https://doi.org/10.37885/230814206
Zehiroglu, C., & Ozturk Sarikaya, S. B. (2019a). The importance of antioxidants and place in
today’s scientific and technological studies. Dalam Journal of Food Science and Technology
(Vol. 56, Nomor 11, hlm. 47574774). Springer. https://doi.org/10.1007/s13197-019-
03952-x
Zehiroglu, C., & Ozturk Sarikaya, S. B. (2019b). The importance of antioxidants and place in
today’s scientific and technological studies. Dalam Journal of Food Science and Technology
(Vol. 56, Nomor 11, hlm. 47574774). Springer. https://doi.org/10.1007/s13197-019-
03952-x