JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 301
Laporan Kasus Fraktur Tertutup Klavikula Sinistra Allman Grup I Tipe
Oblik Dengan Pneumotoraks Sinistra, Fraktur Kosta III, IV, VI Sinistra
Posterior Simpel dan Fraktur Kosta V Sinistra Posterior Segmental
Muhammad Al Faatih
1*
, Andi Nugroho
2
Universitas Sebelas Maret, Indonesia
1,2
ABSTRAK
Kata Kunci:
Trauma toraks akibat kecelakaan sepeda motor sering kali
menyebabkan kombinasi cedera serius, seperti fraktur klavikula,
pneumotoraks, dan fraktur kosta multipel, yang dapat meningkatkan
risiko komplikasi fatal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
mekanisme cedera, pola trauma, dan efektivitas penatalaksanaan
pada kasus kombinasi trauma toraks. Penelitian ini menggunakan
metode studi kasus dengan menganalisis laporan medis seorang
pasien pria berusia 62 tahun yang mengalami trauma tumpul toraks
akibat kecelakaan sepeda motor. Data diperoleh melalui
pemeriksaan fisik, radiologi, dan evaluasi penatalaksanaan medis
yang dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa pasien mengalami
fraktur klavikula tertutup (Allman Group I tipe oblik), fraktur kosta
multipel posterior (kosta 3, 4, 5, dan 6), serta pneumotoraks sinistra.
Penatalaksanaan melibatkan pemasangan Water Sealed Drainage
(WSD), reduksi terbuka, dan fiksasi internal dengan plate dan wire,
diikuti rehabilitasi medis. Pendekatan ini berhasil mengurangi
komplikasi dan mempercepat pemulihan pasien. Kesimpulannya,
penatalaksanaan yang cepat dan tepat pada trauma toraks berat dapat
meningkatkan prognosis pasien dan mencegah komplikasi yang
lebih serius.
Closed Fracture Clavicula;
Pneumothorax; Fraktur Kosta;
Multiple Fracture
ABSTRACT
Keywords:
Thoracic trauma from motorcycle accidents often leads to a
combination of serious injuries, such as clavicle fracture,
pneumothorax, and multiple costal fractures, which can
increase the risk of fatal complications. This study aims to
analyze the mechanism of injury, trauma pattern, and
effectiveness of management in cases of combined thoracic
trauma. This study used a case study method by analyzing the
medical report of a 62-year-old male patient who experienced
blunt thoracic trauma due to a motorcycle accident. Data
were obtained through physical examination, radiology, and
evaluation of medical management performed. The results
showed that the patient had a closed clavicle fracture (Allman
Group I oblique type), posterior multiple costal fractures
(costa 3, 4, 5, and 6), and sinistra pneumothorax.
Management involved Water Sealed Drainage (WSD)
placement, open reduction, and internal fixation with plate
and wire, followed by medical rehabilitation. This approach
successfully reduced complications and accelerated the
patient's recovery. In conclusion, prompt and appropriate
management of severe thoracic trauma can improve the
patient's prognosis and prevent more serious complications.
.
Closed Fracture Clavicula,
Pneumothorax, Fraktur Kosta,
Multiple Fracture
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 302
Coresponden Author: Muhammad Al Faatih
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Trauma merupakan kejadian yang berdampak menyeluruh dan dapat mengakibatkan
penurunan produktivitas seseorang. Trauma toraks adalah cedera yang terjadi pada area dada
atau rongga toraks, yang bisa merusak dinding dada atau organ-organ di dalamnya. Cedera ini
bisa disebabkan oleh benda tajam atau tumpul, dan seringkali menyebabkan rasa sakit di dada
(Pitojo dkk., 2016). Seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan bermotor dan
kejadian kecelakaan, insiden trauma toraks juga semakin sering terjadi, dan ini berdampak besar
pada kesehatan dan kesejahteraan individu. Trauma toraks menyumbang hingga 35% dari
kematian terkait trauma di Amerika Serikat, mencakup berbagai jenis cedera yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan (Edgecombe dkk., 2023).
Menurut American College of Surgeons Committee (2012) dalam Handoyo dkk., (2018),
trauma toraks sering mengakibatkan hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis. Hipoksia terjadi karena
ketidakmampuan mengedarkan oksigen ke jaringan akibat hipovolemi (perdarahan),
ketidakcocokan antara ventilasi dan perfusi paru (seperti contusio, hematom, dan kolaps
alveolus), serta perubahan tekanan di dalam toraks (seperti pneumotoraks tegang dan
pneumotoraks terbuka). Selain itu, trauma toraks dapat mempengaruhi struktur vital seperti
tulang rusuk, parenkim paru, dan mediastinum, yang meningkatkan risiko komplikasi berat
(Dogrul dkk., 2020; Kim & Moore, 2020).
Beberapa penelitian sebelumnya telah mengeksplorasi penatalaksanaan trauma toraks.
Ekpe dan Eyo (2015) menemukan bahwa mekanisme cedera dan pola trauma berperan penting
dalam menentukan prognosis pasien. Handoyo dkk., (2018) menyoroti pentingnya diagnosis
cepat pada kasus pneumotoraks dan fraktur tulang rusuk untuk mencegah morbiditas lebih
lanjut. Namun, studi tentang kombinasi cedera seperti fraktur klavikula, fraktur tulang rusuk
multipel, dan pneumotoraks dalam satu kasus masih terbatas.
Fenomena yang diteliti dalam laporan ini adalah kombinasi trauma tumpul toraks akibat
kecelakaan sepeda motor, dengan fokus pada kasus fraktur klavikula tertutup, pneumotoraks,
dan fraktur kosta multipel. Masalah teoretis yang menjadi perhatian adalah bagaimana
mekanisme trauma dapat menyebabkan kerusakan luas pada dinding dada dan organ
intratoraks. Dari sisi praktis, tantangan utama adalah penentuan pendekatan tatalaksana yang
paling efektif untuk mengurangi komplikasi dan mempercepat pemulihan pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis mekanisme cedera dan efektivitas
penatalaksanaan trauma toraks pada kasus kombinasi fraktur klavikula, pneumotoraks, dan
fraktur kosta, serta memberikan kontribusi dalam penanganan trauma tumpul di bidang
kesehatan.
Laporan Kasus
Penelitian ini menggunakan studi kasus dengan ilustrasi kasus sebagai berikut:
Tn. R, seorang pria berusia 62 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada dada dan bahu
kiri. Kejadian tersebut bermula sekitar 11 jam sebelum pasien tiba di rumah sakit, ketika ia
mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor di jalan yang tidak rata. Sepeda motor
tersebut kehilangan kendali dan jatuh, dengan posisi bahu kiri pasien yang terlebih dahulu
membentur jalan. Setelah kejadian, pasien merasakan nyeri pada bahu kiri yang semakin
bertambah ketika digerakkan, serta nyeri pada dada kiri. Pada pasien tersebut, didapatkan skala
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 303
Visual Analog Scale (VAS) 6. Pasien tidak mengalami pingsan, mual, atau kejang. Dalam
pemeriksaan awal (primary survey), saluran napas pasien dinyatakan jelas dan tidak tersumbat,
dengan saturasi oksigen 98% dengan udara ruang. Namun, ditemukan bahwa dinding dada
kanan berkembang lebih baik dibandingkan dengan sisi kiri, yang menunjukkan adanya
kemungkinan masalah pada sisi kiri. Kesadaran pasien composmentis, tekanan darah 100/60
mmHg, frekuensi nadi 87 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu aksila 36,6
0
C. Pada
pemeriksaan lokal di daerah bahu, ditemukan beberapa temuan penting. Terdapat luka lecet
dengan ukuran 4x3 cm di sisi lateral bahu kiri, serta pembengkakan di tulang selangka tengah.
Tidak ada tanda kulit kendur atau deformitas yang jelas, namun ditemukan nyeri tekan pada
tulang selangka tengah dan suara berderak saat palpasi. Rentang gerak bahu terbatas karena
nyeri, sementara rentang gerak pergelangan tangan dan siku normal. Kemudian pasien
dilakukan immobilisasi pada bahu kiri dan dilakukan pemeriksaan X-ray toraks. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, disimpulkan asesmen pada pasien: Fraktur tertutup klavikula sinistra allman
grup I tipe oblik, Fraktur kosta 3,4,6 sinistra posterior simpel, fraktur kosta 5 sinistra posterior
segmental, serta pneumotoraks sinistra. Selanjutnya, pasien dilakukan tindakan pemasangan
Water Sealed Drainage (WSD) pada hemitoraks sinistra dan dilakukan tindakan reduksi terbuka
dan fiksasi internal pada klavikula sinistra dengan menggunakan plate dan screw dan reduksi
terbuka dan fiksasi internal pada kosta 3,4,5,6 sinistra posterior dengan wire. Setelah tindakan
tersebut, pasien kemudian dilakukan perawatan luka, mobilisasi bertahap, dan rehabilitasi
medik.
Gambar 1. Foto Toraks Pasien menunjukkan adanya fraktur tertutup klavikula sinistra
allman grup I tipe oblik, Fraktur kosta 3,4,6 sinistra posterior simpel, fraktur kosta 5 sinistra
posterior segmental, dan pneumotoraks sinistra
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 304
Gambar 2. Foto Klinis Pasien menunjukkan adanya luka lecet berukuran
Hasil dan Pembahasan
Trauma pada toraks terbagi menjadi dua kategori seperti trauma tumpul yang mencakup
65% kasus dan trauma tajam yang mencakup 34,9% kasus (Ekpe & Eyo, 2014). Kecelakaan
kendaraan bermotor adalah penyebab utama trauma toraks, yang berkontribusi pada 63-78%
kasus (Ganie dkk., 2013; Saaiq dkk., 2010). Pada kecelakaan, terdapat lima jenis benturan yang
berbeda seperti benturan depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh karena itu,
penting untuk mendapatkan riwayat cedera yang lengkap karena setiap jenis benturan dapat
menyebabkan pola trauma yang berbeda-beda.
Trauma pada toraks bisa menyebabkan kerusakan pada tulang iga dan sternum, rongga
pleura, saluran napas intratoraks, serta parenkim paru. Kerusakan ini bisa bersifat tunggal atau
kombinasi, tergantung pada mekanisme cedera yang terjadi (Dogrul dkk., 2020). Sekitar 10%
dari semua pasien dengan trauma tumpul mengalami fraktur pada dinding dada (Brims &
Maskell, 2013; Kim & Moore, 2020). Dinding dada terdiri dari tulang iga, klavikula, scapula,
dan sternum, di mana tulang iga adalah bagian yang paling sering terkena trauma. Fraktur dapat
terjadi sebagai cedera tunggal atau ganda. Nyeri akibat trauma pada tulang iga dapat
menyebabkan gangguan ventilasi karena rasa sakit saat bergerak. Trauma toraks dapat
mempengaruhi berbagai struktur yang terdapat di dinding dan rongga toraks. Toraks sendiri
terdiri dari empat komponen utama, yaitu dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum. Dinding dada mencakup tulang-tulang dan otot-otot terkait. Rongga pleura
adalah ruang di antara pleura viseral dan parietal, yang bisa terisi darah atau udara akibat trauma
pada toraks (Mahabadi dkk., 2023).
Mekanisme Cedera
Mekanisme fraktur klavikula biasanya terjadi ketika seseorang jatuh dengan bahu terlebih
dahulu, sering kali dengan tangan terulur. Saat gelang bahu mengalami trauma kompresi dari
sisi lateral, klavikula dan sendi-sendi terkait menjadi penopang utama untuk mempertahankan
posisi (Aylyarov dkk., 2021; Pakpahan, 2015). Jika trauma yang dialami melebihi kemampuan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 305
struktur ini untuk menahan beban, kegagalan dapat terjadi melalui tiga mekanisme: sendi
akromioklavikular dapat rusak, klavikula dapat patah, atau sendi sternoklavikular dapat
mengalami dislokasi . Dislokasi pada sendi sternoklavikular jarang terjadi dan biasanya
berhubungan dengan trauma langsung pada bagian medial klavikula yang mendorongnya ke
arah posterior (dislokasi posterior), atau trauma dari belakang yang mengenai gelang bahu
secara langsung, menyebabkan dislokasi klavikula proksimal ke arah anterior.
Fraktur klavikula akibat trauma ringan biasanya tidak menyebabkan cedera pada organ
lain atau trauma intratoraks. Namun, pada kasus kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian, penting untuk memeriksa adanya cedera lain. Pasien biasanya memposisikan lengan
dekat ke dada untuk mengurangi pergerakan dan rasa sakit. Fraktur sering kali terlihat sebagai
penonjolan di bawah kulit, dan kadang-kadang fragmen tulang bisa melukai kulit. Deformitas
pada gelang bahu lebih mudah dideteksi saat pasien berdiri. Jika fraktur terjadi di bagian tengah
klavikula dengan pergeseran yang signifikan, bahu bisa terlihat menggantung, yang disebut
shoulder ptosis. Cedera pada sendi akromioklavikular sering kali terlewatkan pada fraktur 1/3
lateral klavikula.
Klasifikasi
Fraktur klavikula umumnya diklasifikasikan berdasarkan lokasi fraktur menurut Allman
menjadi tiga kelompok yaitu proximal (Group I), middle (Group II), dan distal (Group III) third
fractures. Klasifikasi ini biasanya digunakan sebagai panduan dalam menentukan pendekatan
klinis yang tepat. Karena fraktur di 1/3 distal klavikula memiliki risiko tinggi untuk mengalami
penyembuhan yang tertunda (delayed union) atau bahkan tidak menyatu (non-union), Neer
mengembangkan subklasifikasi khusus berdasarkan kondisi ligamen dan tingkat pergeseran
tulang.
Gambar 3. Klasifikasi fraktur klavikula
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 306
Neer tipe I adalah fraktur di mana ligamentum korakoklavikular tetap utuh, Neer tipe II
adalah fraktur di mana ligamentum korakoklavikular robek atau terlepas dari fragmen medial,
tetapi ligamentum trapezoid tetap terhubung dengan segmen distal, dan Neer tipe III adalah
fraktur intraartikular (Bentley & Hosseinzadeh, 2023). Perbedaan di antara setiap klasifikasi ini
dapat dilihat dalam gambar yang menunjukkan variasi dari fraktur tersebut.
Pasien dalam kasus ini didiagnosis dengan Closed fracture clavicula allman group I
oblique type atau fraktur tertutup klavikula pada bagian tengah (Allman Group I) dengan tipe
patahan miring (oblik). Fraktur tertutup, atau "closed fracture," berarti tidak ada hubungan
antara fragmen tulang yang patah dengan lingkungan luar, yang sering disebut sebagai fraktur
bersih karena kulit masih utuh dan tidak ada komplikasi eksternal (Anggraini, 2022;
Kusumaningrum, 2022). Memahami bagaimana trauma terjadi membantu tenaga kesehatan
untuk menentukan apakah itu termasuk trauma tumpul atau tajam, serta memprediksi struktur
tubuh mana yang mungkin mengalami kerusakan. Trauma tumpul pada dada atau toraks, baik
dalam bentuk kompresi atau kekuatan fisik (deselerasi/akselerasi), sering menyebabkan memar
atau cedera pada area yang terkena. Jika trauma mengenai sternum, dapat menyebabkan
kontusio miokard jantung atau kontusio paru-paru. Kondisi ini biasanya ditandai dengan
perubahan pada tamponade jantung atau kesulitan bernapas jika kontusio terjadi pada paru-paru
(Dogrul et al., 2020). Dalam klasifikasi berdasarkan jumlah fraktur pada kosta, terdapat tiga
jenis fraktur yaitu fraktur segmental, fraktur simple, dan fraktur kominutif. Fraktur kosta atas
(tulang rusuk ke-2 hingga ke-4) dan fraktur pada scapula sering kali terjadi akibat trauma
dengan tenaga besar, yang meningkatkan risiko cedera pada kepala, leher, sumsum tulang
belakang, paru-paru, dan pembuluh darah besar, dengan tingkat mortalitas yang bisa mencapai
35%. Sedangkan fraktur kosta tengah (tulang rusuk ke-4 hingga ke-9) menunjukkan
peningkatan risiko signifikan jika terjadi secara multipel. Sementara fraktur kosta ke-4 hingga
ke-9 dapat menyebabkan cedera pada arteri interkostalis, pleura visceralis, paru-paru, atau
jantung, yang bisa berujung pada komplikasi serius seperti hematotoraks, pneumotoraks, atau
bahkan laserasi jantung.
Pneumotoraks adalah kondisi di mana terdapat udara di dalam rongga pleura, yang dapat
disebabkan oleh trauma atau faktor non-trauma. Rongga pleura sendiri adalah ruang antara
pleura parietalis dan viseralis, yang biasanya berisi cairan serosa dalam jumlah kecil untuk
membantu pelumasan saat paru-paru mengembang. Tekanan di dalam rongga pleura biasanya
negatif, yang sangat penting dalam proses pernapasan. Ketika pneumotoraks terjadi, tekanan
negatif ini hilang karena masuknya udara ke dalam rongga pleura, yang mengganggu proses
respirasi (Dogrul et al., 2020). Pada kasus trauma, pneumotoraks dapat disebabkan oleh fraktur
kosta yang merusak pleura parietalis atau viseralis. Selain itu, trauma tumpul yang
menyebabkan kompresi mendadak pada dada dapat meningkatkan tekanan intra-alveolar, yang
pada akhirnya bisa menyebabkan ruptur alveolus. Klasifikasi yang sering digunakan mencakup
pneumotoraks spontan, closed, simple, tension, dan open. Diagnosis pneumotoraks dapat
ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang radiologi jika
diperlukan. Anamnesis utama yang diambil adalah keluhan sesak napas mendadak yang
disebabkan oleh trauma atau non-trauma (Sharma & Jindal, 2008). Pemeriksaan radiologi
seperti rontgen dan CT-scan toraks digunakan untuk memastikan diagnosis pneumotoraks,
tetapi hanya dilakukan jika kondisi pasien stabil dan tidak mengancam nyawa. Pada rontgen
toraks, gambaran pneumotoraks biasanya terlihat sebagai area yang lebih terang (lusen) dengan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 307
paru-paru yang kolaps tampak seperti garis tipis (tepi paru) atau berbentuk lobular sesuai
dengan lobus paru di dekat hilus. Pada kasus tension pneumotoraks, jantung dan trakea akan
tampak terdorong ke sisi yang sehat, ruang interkostal melebar, dan diafragma mendatar serta
tertekan ke bawah (Sharma & Jilda, 2008).
Pneumotoraks yang diukur dengan lebar 1 cm dari batas paru-paru hingga dinding toraks
pada rontgen toraks PA menunjukkan sekitar 27 persen dari volume hemitoraks, jika diameter
paru 9 cm dan hemitoraks 10 cm. Perhitungan ini diperoleh dari rumus: 10 cm a 19 = (103 9
3 )/103 = 27%. Sebaliknya, pneumotoraks dengan lebar 2 cm akan menunjukkan volume sekitar
49 persen dari volume hemitoraks. Berdasarkan lebar pneumotoraks, kondisi ini dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok: volume kecil (kurang dari 2 cm) dan volume besar (lebih
dari 2 cm). Namun, karena rontgen toraks PA hanya memberikan gambaran dua dimensi,
keakuratan dalam menentukan volume pneumotoraks masih menjadi perdebatan. Oleh karena
itu, CT-scan toraks tetap menjadi pilihan terbaik untuk evaluasi yang lebih akurat (MacDuff
dkk., 2010).
Tatalaksana
Tatalaksana pada trauma toraks dapat dibagi menjadi dua kategori utama yaitu perawatan
non-operatif dan operatif. Untuk penanganan non-operatif, langkah awal adalah menangani
nyeri yang dirasakan pasien. Terapi yang diberikan meliputi manajemen nyeri dengan obat-
obatan seperti narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), serta terapi regional seperti
blok tulang iga, pemasangan tabung toraks (chest tube), dan analgesia epidural. Narkotik
intravena bisa digunakan untuk mengatasi nyeri, tetapi penggunaannya harus hati-hati karena
dapat menyebabkan efek samping seperti sedasi, penekanan batuk, dan depresi pernapasan,
yang dapat memengaruhi kebersihan paru dan meningkatkan risiko pneumonia obstruktif,
terutama pada pasien lanjut usia. Penanganan operatif diperlukan untuk fraktur iga jika
stabilisasi pembedahan dianggap perlu. Namun, fraktur iga umumnya sembuh dengan baik
dalam 10-14 hari tanpa memerlukan tindakan pembedahan langsung pada fraktur tersebut.
Fokus dari terapi operatif adalah untuk mencegah gangguan pernapasan yang mungkin timbul.
Penanganan fraktur iga adalah bagian dari penatalaksanaan trauma toraks yang melibatkan
beberapa tahap. Penilaian status trauma toraks dilakukan dengan mengukur berbagai parameter
seperti saturasi oksigen, pulse oximetry, end-tidal CO2, serta melakukan foto toraks,
ultrasonografi FAST, dan pemeriksaan gas darah arteri. Evaluasi ini mencakup identifikasi
obstruksi jalan napas, pneumotoraks tension, pneumotoraks terbuka, hematotoraks, flail chest,
dan tamponade jantung. Penilaian sekunder mencakup fraktur iga, kontusio paru, serta
kerusakan pada trakeobronkial, esofagus, diafragma, aorta, dan jantung. Pada penanganan
operatif terdapat tindakan reduksi atau prosedur untuk mengembalikan fragmen tulang yang
patah ke posisi semula. Reduksi dapat dilakukan dengan metode reduksi terutup, traksi, atau
reduksi terbuka, tergantung pada jenis fraktur. Pada fraktur iga, reduksi terbuka dengan fiksasi
internal sering dipilih untuk menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah secara operatif, guna
menghindari cacat permanen.
Selain reduksi terdapat pula imobilisasi yang bertujuan untuk menjaga fragmen tulang
tetap pada posisi yang benar sampai proses penyembuhan selesai. Selama periode ini, pasien
dengan fraktur iga dianjurkan untuk membatasi aktivitas fisik agar fragmen tulang tetap stabil.
Setelahnya rehabilitasi kemudian dilakukan untuk memulihkan, mengoptimalkan, dan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 308
menstabilkan fungsi organ selama masa imobilisasi, sehingga pasien dapat kembali ke fungsi
normal secepat mungkin setelah proses penyembuhan.
Kesimpulan
Trauma toraks dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, salah satunya sering terjadi
karena kecelakaan sepeda motor. Laporan ini membahas kasus seorang pria berusia 62 tahun
yang mengalami nyeri di dada dan bahu kiri setelah mengalami kecelakaan motor tunggal.
Paska kecelakaan, pasien mengeluhkan nyeri pada bahu kiri yang memburuk saat digerakkan
serta nyeri di dada kiri. Berdasarkan pemeriksaan, ditemukan beberapa kondisi medis pada
pasien: fraktur tertutup tulang klavikula, pneumotoraks, serta fraktur tulang rusuk ke-3, 4, 5,
dan 6 posterior. Kondisi medis menunjukan bahwa pasien mengalami trauma tumpul pada dada
yang menyebabkan patah tulang klavikula, beberapa tulang rusuk, serta pneumotoraks, yang
artinya membutuhkan penatalaksaan segera.
Penatalaksaan trauma toraks dibagi menjadi dua kategori utama: non-operatif dan
operatif. Langkah awal dalam penanganan non-operatif adalah manajemen nyeri dengan obat-
obatan dan pemasangan chest tube. Penanganan operatif diperlukan untuk fraktur iga yang
memerlukan stabilisasi pembedahan, termasuk reduksi untuk mengembalikan fragmen tulang
ke posisi semula dan imobilisasi untuk menjaga posisi tulang sampai sembuh. Setelah itu,
rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan dan menstabilkan fungsi organ agar pasien dapat
kembali ke kondisi normal secepat mungkin setelah penyembuhan.
Daftar Pustaka
Anggraini, A. (2022). Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pasien Fraktur Kosta 3, 4, 5 Dekstra
dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta [Doctoral
Dissertation].
Aylyarov, I., Kuo, K., & Kim, A. (2021). Chest Trauma and Thoracic Spine Injuries. Dalam
Essential Sports Medicine (hlm. 245271). Springer International Publishing.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-64316-4_13
Bentley, T., & Hosseinzadeh, S. (2023). Clavicle Fractures. StatPearls. StatPearls Publishing.
Brims, F. J. H., & Maskell, N. A. (2013). Ambulatory Treatment in the Management of
Pneumothorax: a Systematic Review of the Literature. Thorax, 68(7), 664669.
https://doi.org/10.1136/thoraxjnl-2012-202875
Dogrul, B. N., Kiliccalan, I., Asci, E. S., & Peker, S. C. (2020). Blunt trauma related chest wall
and pulmonary injuries: An overview. Chinese journal of traumatology, 23(03), 125138.
Edgecombe, L., Sigmon, D., Galuska, M., & Angus, L. (2023). Thoracic Trauma. StatPearls.
StatPearls Publishing.
Ekpe, E. E., & Eyo, Cjnj. (2014). Determinants of mortality in chest trauma patients. Nigerian
Journal of Surgery, 20(1), 3034.
Ganie, F. A., Lone, H., Lone, G. N., Wani, M. L., Singh, S., Dar, A. M., Wani, N. U., Wani, S.
N., & Nazeer, N. (2013). Lung Contusion: A Clinico-Pathological Entity with
Unpredictable Clinical Course. Bulletin of emergency and trauma, 1(1), 716.
Handoyo, C. N., Supriyanto, E., Bedah RSUD Gambiran Kediri, I., Kapten Tendean No, J., &
Kediri, K. (2018). Profil Trauma Toraks di Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Gambiran
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 309
Periode Maret 2017-Maret 2018 Profile of Thoracic Trauma in Surgery Ward at RSUD
Gambiran in the Period. Dalam Online) Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma (Vol.
7, Nomor 2).
Kim, M., & Moore, J. E. (2020). Chest Trauma: Current Recommendations for Rib Fractures,
Pneumothorax, and Other Injuries. Current Anesthesiology Reports, 10(1), 6168.
https://doi.org/10.1007/s40140-020-00374-w
Kusumaningrum, A. (2022). Laporan Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Post Orif
Closed Fractur Platea Tibia Dextra Ec 1/3 Proximal Fibula Dextra di RSUD Sleman
[Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta].
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/8798
MacDuff, A., Arnold, A., & Harvey, J. (2010). Management of spontaneous pneumothorax:
British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax, 65(Suppl 2), ii18ii31.
https://doi.org/10.1136/thx.2010.136986
Mahabadi, N., Goizueta, A. A., & Bordoni, B. (2023). Anatomy, Thorax, Lung Pleura And
Mediastinum. StatPearls. StatPearls Publishing.
Milisavljevic, S., Spasic, M., & Arsenijevic, M. (2012). Thoracic Trauma. Dalam Current
Concepts in General Thoracic Surgery. InTech. https://doi.org/10.5772/54139
Pakpahan, A. H. (2015). Profil Penderita Fraktur Klavikula di RSUP Haji Adam Malik Medan
Periode Januari 2013 Desember 2014 [Universitas Sumatera Utara].
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/36168
Pitojo, K. G., Tangkilisan, A., & Monoarfa, A. (2016). Pola trauma tumpul toraks non
penetrans, penanganan, dan hasil akhir di Instalasi Rawat Darurat Bedah RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari 2014 – Juni 2016. Jurnal e-CliniC (eCl), 4(2).
https://doi.org/https://doi.org/10.35790/ecl.v4i2.14564
Saaiq, M., Zubair, M., Ullah, I., & Shah, S. A. (2010). Chest Trauma; Significant Source of
Morbidity and Mortality . Ann Pak Inst Med Sci, 6(3), 172177.
Sharma, A., & Jindal, P. (2008). Principles of diagnosis and management of traumatic
pneumothorax. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock, 1(1), 34.
https://doi.org/10.4103/0974-2700.41789
Whizar-Lugo, V., Sauceda-Gastelum, A., Hernández-Armas, A., Garzón-Garnica, F., &
Granados-Gómez, M. (2015). Chest Trauma: An Overview. Journal of Anesthesia &
Critical Care: Open Access, 3(1). https://doi.org/10.15406/jaccoa.2015.03.00082