JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 934
Studi Eksperimen: Pengaruh Penggunaan Telur Pada Cookies
Berbasis Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L) Dan Kacang Merah
(Phaseolus Vulgaris L.)
Aloysius Prima Cahya, Diza Amara
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sint Carolus, Jakarta, Indonesia
Email: primaca[email protected]
ABSTRAK
Kata Kunci:
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan
telur pada cookies berbasis tepung pisang kepok (Musa paradisiaca
L.) dan tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) terhadap
kandungan gizi dan daya terima. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
melibatkan dua faktor, yaitu tepung pisang kepok dan tepung kacang
merah, dengan empat perlakuan: 100% tepung terigu sebagai
kontrol, serta rasio tepung pisang kepok dan tepung kacang merah
sebesar 75:25%, 85:15%, dan 95:5%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variasi penggunaan tepung pisang kepok dan tepung kacang
merah mempengaruhi kandungan karbohidrat, protein, lemak, serat
kasar, kadar air, dan kadar abu dalam cookies. Selain itu, pengujian
organoleptik mengindikasikan bahwa formula dengan rasio 75:25%
memiliki daya terima terbaik berdasarkan warna, tekstur, aroma,
rasa, dan keseluruhan. Cookies berbasis pisang kepok dan kacang
merah ini diusulkan sebagai alternatif pangan bagi penderita diabetes
melitus tipe 2.
ABSTRACT
This research aims to evaluate the effect of the use of eggs in
cookies based on kepok banana flour (Musa paradisiaca L.)
and red bean flour (Phaseolus vulgaris L.) on nutritional
content and acceptability. This study used an experimental
method with a Complete Random Design (RAL) involving two
factors, namely kepok banana flour and red bean flour, with
four treatments: 100% wheat flour as a control, and the ratio
of kepok banana flour and red bean flour of 75:25%, 85:15%,
and 95:5%. The results showed that the variation in the use of
kepok banana flour and red bean flour affected the content of
carbohydrates, protein, fat, crude fiber, moisture content, and
ash content in cookies. In addition, organoleptic testing
indicates that the formula with a 75:25% ratio has the best
acceptability based on color, texture, aroma, taste, and
overall. Cookies based on bananas and red beans are
proposed as an alternative food for people with type diabetes
mellitus.
Musa Paradisiaca L;
Phaseolus Vulgaris L;
Kandungan Gizi
Keywords:
Musa Paradisiaca L;
Phaseolus Vulgaris L;
Nutritional Content
Coresponden Author: Aloysius Prima Cahya
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 935
Pendahuluan
Cookies merupakan produk bakery yang cukup diminati masyarakat dengan daya simpan
yang lebih lama. Cookies terbuat dari adonan lunak (jumlah lemak dan gula yang digunakan lebih
banyak), relatif renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat
(BSN, 2011). Cookies yang umumnya beredar di masyarakat memiliki kalori tinggi karena di
dalamnya terdapat kandungan lemak dan gula yang tinggi. Lemak yang digunakan di dalam
cookies sekitar 10 - 40% dan gula yang ada sekitar 20 50%. Tingginya kandungan lemak dan
gula yang ada di dalam cookies dapat berpotensi menyebabkan beberapa dampak negatif seperti
obesitas, diabetes, kardiovaskuler dan gangguan kesehatan lainnya jika dikonsumsi khususnya
sebagai camilan (USDA, 2013).
Masyarakat saat ini mulai sadar terhadap masalah kesehatan dan mulai melakukan berbagai
treatment salah satunya yaitu modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup merupakan bagian
penting dari manajemen kesehatan, tak terkecuali dengan meningkatnya kadar gula darah atau
dikenal dengan istilah hiperglikemia. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa
peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit
terutama diabetes melitus. Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah satu ancaman kesehatan
global. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi
International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukkan bahwa pada tahun 2019 - 2030
terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030 (Kemenkes
2020).
Salah satu cara untuk mengontrol gula darah adalah dengan pengaturan makan atau diet
yang dapat dilakukan melalui pemilihan jumlah dan jenis karbohidrat yang tepat dengan
menggunakan konsep Indeks Glikemik (IG). Indeks glikemik dapat memberikan petunjuk efek
makanan terhadap kadar gula darah. Pangan dengan IG tinggi akan menaikkan kadar gula darah
secara cepat, sedangkan pangan IG rendah menaikkan kadar gula darah dengan lambat. Indeks
glikemik pangan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kadar serat, perbandingan amilosa
dan amilopektin, daya cerna pati, kandungan monosakarida, kadar lemak dan protein, cara
pengolahan, serta zat anti gizi pangan (Marsono dalam Istiqomah & Rustanti, 2015).
Konsumsi pangan tinggi serat, pati resisten dan indeks glikemik (IG) yang rendah mampu
menurunkan laju penyerapan glukosa dan menurunkan risiko komplikasi penderita diabetes
melitus tipe-2 (Afifah dkk., 2020). Konsumsi makanan tinggi serat memberikan efek positif
terhadap kadar glukosa darah dengan memperlambat proses pengosongan lambung dan
penyerapan glukosa oleh usus halus (Nany Suryani dkk., 2016). Serat baik dikonsumsi oleh
penderita diabetes melitus sebanyak 20-35 gram/hari dengan anjuran konsumsi serat sebanyak 25
gram/hari (PERKENI, 2021). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soviana & Maenasar (2019),
menunjukan adanya hubungan antara asupan serat terhadap kadar glukosa darah pada pasien
diabetes melitus tipe-2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Musita, 2012) diketahui bahwa tepung pisang
kepok memiliki kandungan pati resisten yang tinggi yaitu 27,70%. Dalam 100 gram tepung pisang
kepok mengandung 82,86% karbohidrat, 3,04% protein 3,04% serat 15,24 % (Kusumaningrum
et al., 2018). Perlu dilakukan kombinasi dengan bahan lain untuk meningkatkan kandungan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 936
protein tepung pisang kepok yang relatif rendah. Kombinasi tepung pisang kepok dan tepung
kacang merah diharapkan pangan alternatif bagi penderita DM tipe-2 dengan bentuk olahan
makan selingan berupa cookies. Salah satu bahan makanan yang mengandung pati resisten cukup
tinggi dan indeks glikemik rendah adalah buah pisang (Diyah dkk., 2018).
Selain bahan baku tepung, bahan penunjang seperti penggunaan telur pun berpengaruh
terhadap kerenyahan cookies. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Amaliafitri, 2010),
Dalam pembuatan cookies sering digunakan pengemulsi guna mendapatkan adonan lebih kompak
dan kokoh. Pengemulsi yang umum digunakan adalah telur yang dapat melembutkan tekstur
cookies dari daya pengemulsi lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Konsentrasi kuning telur
berpengaruh terhadap tekstur cookies yang dihasilkan, selain sebagai pengemulsi, kuning telur
juga berfungsi untuk menambah warna dan rasa, memberikan zat gizi protein dan lemak esensial
serta memiliki sifat dapat mengikat udara sehingga jika digunakan dalam jumlah banyak akan
diperoleh cookies yang lebih mengembang. Penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan
menghasilkan cookies yang lembut.
Salah satu gap penelitian yang dapat dieksplorasi adalah menentukan pengaruh
penggunaan telur terhadap kualitas cookies dengan bahan baku tepung pisang kapok dan tepung
kacang merah sebagai pangan alternatif bagi penderita diabetes melitus. Selain itu kebaharuan
dalam penelitian ini adalah penggunaan putih dan kuning telur serta bahan baku alternatif dengan
tinggi serat, pati resisten dan indeks glikemik (IG) yang diharapkan mampu menekan laju
penyerapan glukosa dan menurunkan risiko komplikasi penderita DM Tipe 2.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penggunaan telur pada cookies berbasis tepung pisang kepok dan tepung kacang merah sebagai
pangan alternatif bagi penderita diabetes melitus tipe 2.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental design dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor yaitu tepung pisang kepok dan tepung kacang merah.
Pada penelitian ini dilakukan 2 variabel yaitu putih telur dan kuning telur, dengan 4 perlakuan
yaitu formulasi 100% tepung terigu protein rendah sebagai kontrol dan rasio pisang kepok :
kacang merah sebesar 75:25%, 85:15% dan 95:5% dan setiap pengukuran dilakukan secara
dengan duplo.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI jurusan tataboga di SMKN 57 Jakarta
yang berjumlah 143 siswa. Penelitian ini meneliti siswa kelas XI jurusan tataboga di SMKN 57
Jakarta. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2018, penderita diabetes melitus di Indonesia lebih
banyak pada perempuan (1,8%) dibandingkan laki-laki (1,2%). Menurut Setyaningsih (2010)
dalam Pramugari (2019), panelis agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang telah dilatih untuk
mengidentifikasi sifat tertentu. Siswi kelas XI jurusan tataboga di SMKN 57 Jakarta dianggap
panelis agak terlatih karena sering melakukan dan telah mengikuti pelatihan pengujian
organoleptik. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan 25 panelis agak terlatih.
Adapun kriteria sebagai responden penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
- Responden merupakan pelajar aktif kelas XI jurusan tataboga di SMKN 57 Jakarta
- Responden berusia >15 tahun
- Responden tidak memiliki riwayat yang mengalami penyakit Diabetes Melitus
mencakup orang tua dan saudara kandung
b. Kriteria Eksklusi
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 937
- Responden memiliki alergi atau pantangan terhadap telur dan kacang merah
- Responden sedang menjalankan puasa atau diet tertentu
- Responden tidak mengikuti pengambilan data
Pembuatan produk dilakukan di STIK Sint Carolus Jakarta. Uji kandungan gizi dilakukan
di Laboratorium PT. Saraswanti Indo Genetech. Uji Organoleptik yang melibatkan panelis agak
terlatih di SMK N 57 Jakarta Jurusan Tataboga dengan 28 responden. Waktu penelitian akan
berlangsung dari bulan April-Juni 2023.
Data hasil pengujian perlu dilakukan analisis dengan menggunakan SPSS versi 22.
Menurut (Notoatmodjo, 2012) pengolahan data penelitian meliputi: Editing, Coding, Entry dan
Cleaning data.
Tehnik Analisis Data, analisis univariat penelitian ini menghasilkan distribusi frekuensi
dan persentase dari kandungan zat gizi makro, serat kasar serta sebaran daya terima dari uji
organoleptik terhadap cookies berbasis tepung pisang kepok dan tepung kacang merah. Pada
penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui perbedaan perbedaan dari formulasi
produk. Perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu untuk mengetahui normal atau tidaknya
data yang ada. Jika data yang dihasilkan menunjukan nilai normal maka setelah itu dilakukan uji
One Way Anova untuk mengetahi perbedaan hasil dan tingkat daya terima reponden dengan 4
formulasi. Sedangkan jika data yang dihasilkan menunjukan hasil tidak normal maka akan
dilakukan pengujian Kruskal Wallis.
Hasil Dan Pembahasan
Analisis Zat Gizi
1. Kadar Energi
Penggunaan kuning telur pada formulasi F764, F371, dan F93 menghasilkan kadar energi
lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan putih telur. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
kalori antara kuning telur (348 kkal/100g) dan putih telur (50 kkal/100g) (Z. Wulandari & I. I.
Arief, 2022a). Kuning telur yang kaya lemak dan kolesterol dapat menjadi penyebab kenaikan
kadar energi (Sahara dkk., 2020). Meskipun cookies kontrol menggunakan kuning telur memiliki
kadar energi lebih rendah daripada yang menggunakan putih telur, perbedaan tersebut tidak
signifikan. Tepung terigu, tepung pisang kepok, dan tepung kacang merah menjadi komponen
utama penyusun energi pada cookies. Cookies kontrol cenderung memberikan energi lebih tinggi
daripada cookies perlakuan, yang dapat dipengaruhi oleh komposisi bahan, termasuk gluten
(Alan Wijaya, 2017). Pemisahan kuning telur dan putih telur yang tidak sempurna serta distribusi
bahan dalam proses pencampuran adonan juga dapat mempengaruhi hasil akhir. Cookies
formulasi dengan kuning telur atau putih telur mampu menyumbangkan sekitar 4,3-4,4% energi,
sesuai dengan anjuran PERKENI (2021) untuk penderita diabetes melitus.
2. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat formulasi F764 dengan kuning telur (65,58%) lebih tinggi daripada yang
menggunakan putih telur (65,15%). Sebaliknya, pada formulasi F371, F164, dan F93, kuning telur
memiliki kadar karbohidrat lebih rendah daripada putih telur. Penelitian ini menunjukkan
penggunaan kuning telur atau putih telur tidak berpengaruh signifikan pada kadar karbohidrat.
Dalam 100 g kuning telur hanya menyumbangkan 1,17 g dan putih telur menyumbangkan 0,49 g
(Z. Wulandari & I. I. Arief, 2022). Sumber utama karbohidrat adalah tepung terigu protein rendah
pada cookies kontrol, tepung pisang kepok, dan tepung kacang merah pada formulasi. Kadar
karbohidrat cookies tidak stabil karena tingginya kadar air. Bentuk monisakarida dan polisakarida
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 938
pada kadar karbohidram memiliki sifat larut dalam air dan membentuk larutan koloid Fitri et al.
(2020). Meskipun demikian, semua formulasi dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat sebagai
makanan selingan bagi penderita diabetes melitus sesuai anjuran PERKENI (2021) sebanyak 45-
65% dari total asupan energi sehari.
3. Kadar Protein
Formulasi F764 dengan kuning telur menghasilkan kadar protein yang lebih rendah
dibandingkan dengan menggunakan putih telur. Cookies kontrol dengan kuning telur memiliki
kandungan protein lebih tinggi daripada yang menggunakan putih telur. Penambahan tepung
kacang merah dalam nugget, menurut penelitian Mokoginta et al. (2019), menghasilkan
kandungan protein paling rendah, disebabkan oleh perendaman dan perebusan pada kacang. Studi
lain oleh Pangastuti et al. (2013) menyatakan bahwa kadar protein tepung kacang merah dapat
turun hingga 10% melalui proses perebusan selama 60 menit. Dalam penelitian ini, proses
perebusan tepung kacang merah berlangsung selama 90 menit, meningkatkan kemungkinan
kerusakan protein.
Kandungan protein pada cookies kontrol dengan kuning telur dan putih telur tidak berbeda
signifikan, masing-masing sekitar 8,84% hingga 9,01%. Cookies dengan kuning telur memiliki
kadar protein yang lebih rendah, hal ini disebabkan oleh dominasi air (50,33g), lemak (31,06g),
dan protein (15,32g) dalam kuning telur, sedangkan putih telur didominasi oleh air (87,71g) dan
protein (10,26g) (Z. Wulandari & I. I. Arief, 2022). Cookies kontrol memiliki kadar protein lebih
tinggi dibanding cookies perlakuan, karena menggunakan tepung terigu dengan kandungan gluten
sekitar 8-9%, yang terbentuk selama proses pengadukan (Faridah dkk., 2008). Sementara itu,
cookies perlakuan dengan tepung pisang kepok dan tepung kacang merah memiliki kandungan
protein lebih rendah karena kedua jenis tepung tersebut tidak mengandung gluten seperti tepung
terigu (Alan Wijaya, 2017). Tanin dalam cookies perlakuan juga dapat mereduksi kadar protein,
menurut penelitian Bansele et al. (2022). Dalam porsi 20g atau 4 keping, cookies kontrol dengan
kuning telur dan putih telur tidak memiliki perbedaan signifikan dalam kontribusi protein, yaitu
sekitar 0,67% - 1,8% protein. Meskipun demikian, seluruh formulasi cookies dapat memenuhi
kebutuhan protein sebagai makanan selingan sesuai anjuran PERKENI (2021) bagi penderita
diabetes melitus, yang mencapai 10-20% dari total kebutuhan energi sehari.
4. Kadar Lemak
Kadar lemak dari formulasi F764 dengan jenis telur yang berbeda tidak berbeda signifikan,
meskipun formulasi F764 dengan putih telur memiliki kadar lemak lebih tinggi (19,86%)
dibandingkan kuning telur (18,96%). Sebaliknya, pada formulasi F371, F164, dan F93, yang
menggunakan kuning telur, kandungan lemaknya lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan
putih telur. Semua formulasi memenuhi standar nasional Indonesia (SNI 2973:2018) untuk kadar
lemak minimal 9,9% dari total energi. Cookies kontrol dan perlakuan mengalami ketidakstabilan
kadar lemak, terutama pada formulasi kuning telur. Kadar lemak pada cookies yang menggunakan
kuning telur cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan putih telur,
dikarenakan perbedaan kandungan lemak antara kedua jenis telur. Kuning telur memiliki lemak
sebanyak 31,06 g/100g, sedangkan putih telur mengandung lemak sebanyak 10,26g/100g (Z.
Wulandari & I. I. Arief, 2022). Penurunan kadar lemak dapat terjadi akibat proses perendaman
dan perebusan dalam pembuatan tepung kacang merah, dengan waktu perendaman selama 24 jam
dan perebusan selama 90 menit (Pangastuti dkk., 2013). Penelitian oleh Marliani et al. (2019)
mendukung hal ini, menyatakan bahwa perendaman menyebabkan hidrolisis lemak oleh enzim
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 939
lipase, yang kemudian menghasilkan asam lemak bebas rantai pendek yang larut dalam air media
perendaman, sesuai dengan temuan Gilang et al. (2013). Meskipun begitu, dalam setiap porsi
cookies (20 g atau 4 keping), tidak ada perbedaan signifikan antara cookies kontrol yang
menggunakan kuning telur dan putih telur, karena keduanya menyumbang sekitar 3,2% - 4,2%
lemak. Seluruh formulasi cookies dapat memenuhi anjuran konsumsi lemak bagi penderita
diabetes melitus oleh PERKENI (2021), yaitu sekitar 20-25% dari total kebutuhan energi harian.
5. Kadar Air
Kandungan air pada formulasi cookies bervariasi berdasarkan penggunaan kuning telur
atau putih telur. Formulasi F764, F37, dan F164 dengan putih telur memiliki kadar air lebih tinggi
daripada yang menggunakan kuning telur. Sebaliknya, cookies F93 dengan putih telur memiliki
kadar air lebih rendah dibandingkan dengan formulasi yang menggunakan kuning telur. Tidak
ada perbedaan signifikan antara formulasi kontrol dan perlakuan menggunakan kuning telur atau
putih telur. Interaksi cookies dengan udara selama penyimpanan dapat menyebabkan fluktuasi,
seperti yang diungkapkan oleh Penelitian Palimbong et al. (2023). Proses pembuatan tepung
pisang yang memakan waktu dan penggunaan kuning telur menyebabkan kadar air lebih tinggi
pada cookies perlakuan daripada kontrol. Kandungan protein pada kuning telur juga
berkontribusi pada kadar air, karena protein bersifat hidrofilik dan dapat menyerap uap air.
Interaksi antara pati dan protein dapat memengaruhi kadar air, sesuai dengan temuan sebelumnya
oleh Salsabila et al. (2020) dan Damayanti et al. (2020).
6. Kadar Abu
Cookies dengan kuning telur memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan yang
menggunakan putih telur. Sebaliknya, cookies F371 dengan putih telur memiliki kadar abu lebih
rendah dibandingkan dengan formula yang menggunakan kuning telur. Terdapat perbedaan
signifikan antara cookies kontrol dan perlakuan, dengan kadar abu pada cookies perlakuan lebih
tinggi. Kandungan mineral yang tinggi dalam bahan penyusun makanan, ditunjukkan oleh kadar
abu yang tinggi, seperti yang diindikasikan oleh (Pratyarsi et al.2023). Cookies kontrol, yang
menggunakan tepung pisang kepok, memiliki kadar abu lebih tinggi dibandingkan dengan cookies
perlakuan. Ini disebabkan karena tepung pisang kepok memiliki kandungan mineral yang tinggi,
seperti kalium 734 mg, fosfor 62 mg, kalsium 23 mg, natrium 18 mg dan besi 4 mg. Proses
pembuatan tepung pisang kepok yang melibatkan penjemuran dapat meningkatkan kandungan
gula, lemak, dan mineral, sehingga kadar abunya meningkat (Razak dkk., 2022). Sebaliknya,
cookies kontrol dengan tepung terigu protein rendah cenderung memiliki kadar abu yang lebih
rendah karena tepung terigu komersil telah melalui proses pemurnian untuk mengurangi
kandungan mineral. Penelitian oleh Sari & Widjanarko (2015) menunjukkan bahwa tepung
porang yang melalui proses pemurnian memiliki kadar abu yang lebih rendah. Andarwulan et al.
(2014) mendukung hal ini dengan menunjukkan bahwa proses perendaman, pencucian,
perebusan, pengupasan, ekstraksi, dan pemurnian dapat menurunkan kadar mineral pada tepung.
7. Kadar Serat
Cookies dengan formulasi F764 dan F371 yang menggunakan putih telur menghasilkan
kadar serat kasar lebih tinggi daripada yang menggunakan kuning telur. Sebaliknya, cookies F164
dan F93 dengan putih telur memiliki serat kasar lebih tinggi dibandingkan dengan formula kuning
telur. Penambahan tepung kacang merah meningkatkan persentase serat kasar, terlihat dari
cookies F371 yang memiliki persentase tertinggi. Kesimpulan ini sesuai dengan penelitian
Istiqomah et al. (2015) yang menyatakan bahwa penambahan tepung kacang merah pada kue
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 940
kering meningkatkan kadar serat kasar. Cookies kontrol dengan tepung terigu memiliki kadar
serat kasar terendah. Hanafiah, (2023) menyebutkan bahwa tepung terigu kaya gluten, sementara
tepung pisang kepok mengandung serat tinggi. Penggunaan putih dan kuning telur dalam cookies
tidak berpengaruh signifikan karena telur tidak mengandung serat (TKPI, 2017). Penderita
diabetes perlu mengonsumsi 20-35g serat/hari (PERKENI, 2021). Satu sajian cookies dari semua
formulasi dapat memberikan 0,11% - 0,41% dari kebutuhan harian serat kasar untuk penderita
diabetes. Meskipun cookies dapat menjadi sumber makanan selingan dengan serat, disarankan
untuk memperoleh serat tambahan dari makanan utama.
Table 1 Kandungan gizi cookies tepung pisang kepok dan tepung kacang merah
Parameter
Formula Cookies
F764 (Kontrol)
F371 (75:25%)
F164 (85:15%)
F93 (95:5%)
P1
K2
P2
K3
P3
K4
P4
Energi
(Kkal)
475,46 ±
2,128
c
451,12 ±
3,125
a
430,93 ±
1,838
a
444,47 ±
1,824
a
437,86 ±
2,375
b
462,69 ±
1,994
b
434,58 ±
2,637
ab
Karbohidrat
(%)
65,15 ±
0,332
a
58,30 ±
0,106
b
65,19 ±
0,452
a
64,17 ±
0,459
c
69,29 ±
0,381
b
62,07 ±
0,466
d
65,03 ±
0.2969
a
Protein (%)
9,01±
0,233
d
7,51 ±
0,162
b
6,97 ±
0,169
c
5,22 ±
0,134
c
3,37 ±
0,014
a
6,55 ±
0,148
d
5,59 ±
0,155
b
Lemak (%)
19,86 ±
0,487
b
20,88 ±
0,466
b
15,81 ±
0,480
a
18,55 ±
0,466
a
16,38 ±
0,395
a
20,91 ±
0,494
b
16,90 ±
0,494
a
Kadar Air
(%)
4,08 ±
0,056
a
9,71 ±
0,247
b
8,47 ±
0,098
c
8,79 ±
0,042
c
7,06
± 0,070
b
7,1 ±
0,365
d
8,52
± 0,070
c
Kadar Abu
(%)
1,88 ±
0,021
a
3,62 ±
0,049
b
3,56 ±
0,042
b
3,28 ±
0,021
c
3,95 ±
0,028
c
3,36 ±
0,063
c
3,96 ±
0,028
c
Serat Kasar
(%)
0,64 ±
0,007
a
1,69 ±
0,070
b
2,03 ±
0,021
d
1,50 ±
0,014
c
1,32 ±
0,007
c
1,31 ±
0,028
d
0,97 ±
0,007
b
Uji Daya Terima
Proses pengujian daya terima melibatkan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur,
dan keseluruhan produk. Penilaian terhadap cookies akan dilakukan menggunakan skala penilaian
6 poin, yaitu (1) tidak suka, (2) agak tidak suka, (3) netral, (4) agak suka, (5) suka, dan (6) sangat
suka. Panelis diberikan waktu ±5 menit untuk menilai setiap formulasi dengan pengujian duplo
atau berkelipatan. Uji daya terima dilaksanakan pada tanggal 14 Juni 2023, pukul 09.00 11.00
WIB, sesuai dengan Badan Standardisasi Nasional (2006) SNI 01-2346-2006 petunjuk pengujian
organoleptik dan sensori. Pada saat pengujian, panelis berada dalam kondisi tidak lapar atau
kenyang. Panelis terdiri dari 30 siswi berusia ≥15 tahun dari SMKN 57 Jakarta dengan jurusan
tata boga, yang termasuk dalam kategori responden agak terlatih.
Table 2 Daya Terima cookies tepung pisang kepok dan tepung kacang merah
Parameter
Formula Cookies
F764 (Kontrol)
F371 (75:25%)
F164 (85:15%)
F93 (95:5%)
K1
P1
K2
P2
K3
P3
K4
P4
Warna
5,20 ± 0,664
a
4,50 ± 1,280
a
4,87 ± 0,776
ab
4,10 ± 1,494
ab
4,40 ± 1,070
bc
3,63 ± 1,033
bc
4,17 ± 1,367
c
3,33 ± 0,922
c
Aroma
5,13 ± 0,819
a
4,47 ± 1,333
a
5,07 ± 0,691
a
4,47 ± 1,306
a
4,43 ± 1,040
b
3,97 ± 1,273
ab
4,47 ± 1,008
b
3,83 ± 0,950
b
Rasa
5,10 ± 1,029
a
4,40 ± 1,357
a
5,17 ± 0,699
a
4,50 ± 1,280
a
4,50 ± 1.009
b
3,53 ± 1,106
b
4,70 ± 1,119
ab
3,80 ± 1,243
b
Tekstur
4,73 ± 0,828
a
4,43 ± 1,251
a
4,87 ± 0,973
a
4,33 ± 1,269
a
4,70 ± 0,952
a
3,67 ± 0,922
b
4,57 ± 0,935
a
3,93 ± 1,143
b
Overall
5,03 ± 0,999
a
4,57 ± 1,331
a
5,03 ± 0,718
a
4,40 ± 1,329
a
4,60 ± 1,102
ab
3,73 ± 1,112
b
4,47 ± 1,042
b
3,73 ± 1,081
b
1. Analisis Warna
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 941
Diketahui bahwa cookies yang menggunakan kuning telur cenderung lebih disukai dalam
penilaian warna dibandingkan dengan yang menggunakan putih telur. Penyebabnya mungkin
terkait dengan kandungan pigmen dalam kuning telur, seperti xantofil, lutein, beta karoten, dan
triptoxatin, yang memberikan pengaruh pada warna cookies Faridah et al. (2008). Sebaliknya,
putih telur cenderung tidak memiliki pigmen warna, sehingga memberikan warna netral atau
pucat pada cookies. Panelis lebih menyukai warna cookies kontrol dibandingkan dengan cookies
perlakuan, yang terbuat dari tepung kacang merah dengan warna putih kecoklatan dan butiran
halus merah dari kulit kacang merah. Temuan ini sejalan dengan penelitian Damayanti et al.
(2022), yang menunjukkan bahwa tepung kacang merah berkontribusi pada warna cookies
melalui reaksi maillard dengan tepung pisang, menghasilkan warna coklat atau gelap pada
cookies.
2. Analisis Aroma
Penilaian aroma pada cookies yang menggunakan kuning telur umumnya lebih disukai
daripada cookies yang menggunakan putih telur, karena kuning telur mengandung lemak yang
dapat mempengaruhi aroma cookies (Oktaviana dkk., 2017). Kandungan lemak dalam 100 g
kuning telur mencapai 31,06 g, sementara putih telur hanya mengandung 10,26 g (Z. Wulandari
& I. I. Arief, 2022). Penggunaan tepung pisang kepok dalam cookies menyebabkan penurunan
tingkat kesukaan terhadap aroma, sejalan dengan penelitian Ramadhani et al. (2019) yang
menyatakan bahwa penambahan tepung pisang kepok memengaruhi aroma cookies. Yasinta et al.
(2017) juga mendukung pandangan tersebut dengan menyebutkan bahwa aroma cookies
dipengaruhi oleh margarin, telur, dan proses pemanasan yang menyebabkan penguapan kadar air.
3. Analisis Rasa
Cookies yang menggunakan kuning telur umumnya lebih disukai dalam penilaian rasa
dibandingkan dengan cookies yang menggunakan putih telur. Ini disebabkan oleh kandungan
lemak dan protein yang terdapat dalam kuning telur. Safitri (2018) menemukan bahwa kuning
telur mampu memberikan rasa gurih pada produk yang menggunakannya. Penambahan tepung
pisang kepok pada cookies kontrol menyebabkan penurunan penilaian terhadap rasa cookies,
karena semakin banyak substitusi tepung pisang mengakibatkan rasa yang semakin pahit. Temuan
ini didukung oleh penelitian Yana et al. (2022), yang menunjukkan bahwa semakin banyak tepung
pisang yang ditambahkan, semakin kuat rasa pahit yang dihasilkan. Razak et al. (2022)
menyatakan bahwa hal ini terjadi karena kandungan tannin dalam tepung pisang kepok, yang
merupakan senyawa polifenol yang berinteraksi dengan protein, asam amino, dan alkaloid
sehingga menimbulkan rasa pahit.
4. Analisis Tektur
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa penilaian tekstur cookies yang
menggunakan kuning telur cenderung lebih diminati daripada cookies yang menggunakan putih
telur. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan lemak pada kuning telur yang menyebabkan
tekstur cookies lebih renyah. Didukung oleh penelitian Oktaviana et al. (2017) yang menyatakan
bahwa lemak dalam cookies akan pecah dan melapisi gluten dan pati sehingga membuat struktur
cookies semakin renyah. Seiring meningkatnya penambahan tepung pisang kepok, maka semakin
rendah pula daya suka responden terhadap tekstur cookies yang dihasilkan. Menurut Nuaeni et al.
(2022) tekstur cookies dapat dipengaruhi oleh kandungan pati yang terlalu tinggi dalam tepung
pisang kepok, sehingga membentuk tekstur yang lebih keras akibat adanya proses pemanasan.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 942
5. Analisis Overall
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui penilaian cookies secara keseluruhan atau
overall yang paling diseukai adalah cookies F764 dan F371 yang menggunakna kuning telur.
Penilaian secara kesuluharan menjadi dasar menentukan cookies yang paling diminati, karena
penilaian secara overall merupakan rata-rata penilaian panelis pada seluruh parameter. Cookies
yang menggunakan kuning telur lebih diminati dibandingkan cookies yang menggunakan putih
telur. Cookies F764 atau cookies kontrol serta F371 atau cookies perlakuan dengan 75% tepung
pisang kepok dan 25% tepung kacang merah, keduanya tidak memiliki perbedaan nyata dari
seluruh parameter penilaian.
Keterbatasan Penelitian
Cookies F371 sebagai formulasi yang memiliki nilai tertinggi terhadap analisis zat gizi dan
organoleptic oleh responden dapat dilakukan uji lanjutan berupa pengujian indeks glikemik yang
melibatkan penderita diabetes melitus secara langsung untuk mengetahui pangan alternatif
cookies tepung pisang kepok dan tepung kacang merah dalam mengendalikan kadar gula darah.
Kesimpulan
Formulasi F371 merupakan formulasi terbaik dengan kandungan gizi yaitu energi 451,12
kkal, karbohidrat 58,30%, protein 7,51%, lemak 20,88%, kadar air 9,71%, kadar abu 3,62% dan
serat kasar 1,69%. Formulasi F371 merupakan formulasi terbaik dengan hasil uji organoleptik
yang dapat diterima oleh responden dengan warna 4,87; aroma 5,07; rasa 5,17; tekstur 4,87 dan
overall atau keseluruhan 5,03.
Daftar Pustaka
Afifah, D. N., Sari, L. N. I., Sari, D. R., Probosari, E., Wijayanti, H. S., & Anjani, G. (2020).
Analisis Kandungan Zat Gizi, Pati Resisten, Indeks Glikemik, Beban Glikemik dan Daya
Terima Cookies Tepung Pisang Kepok (Musa paradisiaca) Termodifikasi Enzimatis dan
Tepung Kacang Hijau (Vigna radiate). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 9(3), 101107.
https://doi.org/10.17728/jatp.8148
Alan Wijaya, V. (2017). Pengaruh Jenis Larutan Perendaman terhadap Kualitas Tepung Pisang
Kepok (Musa paradisiaca) yang Diaplikasikan pada Produk Cookies. Universitas Katolik
Soegijapranata.
Andarwulan, N., Kusnandar, F., & Herawati, D. (2014). Analisis Pangan. Dalam Pengelolaan
Data Analisis Pangan (hlm. 141). Universitas Terbuka.
Badan Standardisasi Nasional. (2006). SNI 01-2346-2006 Petunjuk Pengujian Organoleptik dan
atau Sensori. Badan Standardisasi Nasional.
Badan Standardisasi Nasional. (2018, November 6). SNI 2973:2018 Biskuit. Badan Standardisasi
Nasional (BSN). https://pesta.bsn.go.id/produk/detail/12216-sni29732018
Damayanti, L., Wardani, T. Y., & Putra, C. A. (2022). Respon PenerimaanGula SteviaSebagai
Pengganti Gula Tebu dan Gula JawaPada Proses Pengolahan Tradisional Kunyit Asam.
Jurnal Pengabdian Masyarakat Dan Inovasi, 2(2).
Damayanti, S., Bintoro, V. P., & Setiani, B. E. (2020). Pengaruh Penambahana Tepung Komposit
Terigu, Bekatul dan Kacang Merah terhadap Sifat Fisik Cookies. Journal of Nutrition
College, 9(3), 180186. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i3.27046
Diyah, N. W., Ambarwati, A., Warsito, G. M., Niken, G., Heriwiyanti, E. T., Windysari, R.,
Prismawan, D., Hartasari, R. F., & Purwanto, P. (2018). Evaluasi Kandungan Glukosa Dan
Indeks Glikemik Beberapa Sumber Karbohidrat Dalam Upaya Penggalian Pangan Ber-
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 943
Indeks Glikemik Rendah. JURNAL FARMASI DAN ILMU KEFARMASIAN INDONESIA,
3(2), 67. https://doi.org/10.20473/jfiki.v3i22016.67-73
Faridah, A., Pada, K. S., Yulastri, A., & Yusuf, L. (2008). Patiseri Jilid 1 (1 ed.). Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. N. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. Sainteks,
17(1), 45. https://doi.org/10.30595/sainteks.v17i1.8536
Gilang, R., Affandi, D. R., & Ishartani, D. (2013). Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro
Pedang (Canavalia ensiformis) dengan Variasi Perlakuan Pendahuluan. Jurnal Teknosains
Pangan, 2(3), 3442.
Hanafiah, M. A. (2023). Uji Organoleptik Substitusi Mocaf dengan Pengayaan Tepung Pisang
Jantan pada Pembuatan Brownies Kukus. Jurnal Multi Disiplin Dehasen (Mude), 2(1), 16.
Istiqomah, A., & Rustanti, N. (2015). Indeks Glikemik, Beban Glikemik, Kadar Protein, Serat,
dan Tingkat Kesukaan Kue Kering Tepung Garut dengan Substitusi Tepung Kacang Merah.
Journal of Nutrition College, 4(4), 620627. https://doi.org/10.14710/jnc.v4i4.10171
Kementerian Kesehatan R1. (2013). Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Nasional. Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(LPB).
Kusumaningrum, I., & Rahayu, , Nur Setiawati. (2018). Formulasi Snack Bar Tinggi Kalium dan
Tinggi Serat Berbahan Dasar Rumput Laut, Pisang Kepok, dan Mocaf Sebagai Snack
Alternatif bagi Penderita Hipertensi. Argipa, 3(2), 102110.
Marliani, N., Astuti, W., & Kartika, R. (2019). The Optimum Production Time of Lipase from
Endophytic Bacteria Leaves of Macaranga hullettii King ex Hook.f. . Jurnal Atomik, 4(1),
68.
Mokoginta, F. D., Antui, Z., & Lasindrang, M. (2019). Pembuatan Nugget Ikan Layang yang
(Decapterus Sp) Disubstitusikan dengan Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L.). Jambura
Journal of Food Technology, 1(2).
Musita, N. (2012). Kajian Kandungan dan Karakteristiknya Pati Resisten dari Berbagai Varietas
Pisang. Kajian Kandungan dan Karakteristiknya Pati Resisten dari Berbagai Varietas
Pisang, 23(1), 5765.
Nany Suryani, Rijanti Abdurrachim, & Nor Alindah. (2016). Analisis Kandungan Karbohidrat,
Serat Dan Indeks Glikemik Pada Hasil Olahan Beras Siam Unus Sebagai Alternatif
Makanan Selingan Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan Indonesia, 7(1).
http://www.journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/81/73
Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Nuaeni, I., Proverawati, A., & Prasetyo, T. J. (2022). Karakteristik Sensori Cookies Bersubstitusi
Tepung Pisang Kepok dan Disuplementasi Tepung Cangkang Telur Ayam. Journal of
Nutrition College, 11(1), 7486. https://doi.org/10.14710/jnc.v11i1.29377
Oktaviana, A. S., Hersoelistyorini, W., & Nurhidajah. (2017). Kadar Protein, Daya Kembang, dan
Organoleptik Cookies dengan Substitusi Tepung Mocaf dan Tepung Pisang Kepok. Jurnal
Pangan dan Gizi, 2, 7281.
Palimbong, S., Nugroho, P., & Pratiwi, A. A. (2023). Modifikasi Pati Suweg (Amorphophallus
paeniifolius var.companulatus) dengan Menggunakan Sodium Tripolifosfat (STPP). Jurnal
Pengolahan Pangan, 8(1).
Pangastuti, H. A., Affandi, D. R., & Ishartani, D. (2013). Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia
Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan.
Jurnal Teknosains Pangan, 2(1), 2029.
PERKENI. (2021). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2021 (1
ed.). PB PERKENI. https://pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2021/11/22-10-21-
Website-Pedoman-Pengelolaan-dan-Pencegahan-DMT2-Ebook.pdf
Pratyarsi, P. B., Yudiastuti, S. O. N., Budiati, T., & Wahyono, A. (2023). Pengaruh Perbandingan
Tepung Ketan dan Gel Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Karakteristik Fisik dan
Kimia Sponge Cake. JOFE : Journal of Food Engineering, 2(2), 6672.
https://doi.org/10.25047/jofe.v2i2.3431
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 944
Ramadhani, N., Herlina, H., & Pratiwi, A. C. (2019). Perbandingan kadar protein pada telur ayam
dengan metode spektrofotometri sinar tampakPerbandingan kadar protein pada telur ayam
dengan metode spektrofotometri sinar tampak. Kartika : Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(2), 53.
https://doi.org/10.26874/kjif.v6i2.142
Razak, M., Hikmawatisisti, S., & Suwita, I. K. (2022). Formulasi Tepung Pisang Kepok (Musa
Paradisiaca Linn) pada Pengolahan Muffin sebagai Alternatif PMT Anak Sekolah. Media
Gizi Pangan, 29(1).
Safitri, I. D. (2018). Pengaruh Penambahan Bagian Telur dan Proporsi Telur terhadap
Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Rempeyek. Universitas Brawijaya.
Sahara, E., Sandi, S., & Yosi, F. (2020). Pengembangan Produk Telur Ayam Arab Silver ( Silver
Brakel Kriel) Rendah Lemak Dan Kolesterol Dengan Pemberian Kitosan Murni Dalam
Ransum. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan Ilmu Pakan, 2(3).
https://doi.org/10.24198/jnttip.v2i3.29530
Salsabila, S., Hintono, A., & Setiani, B. E. (2020). Pengaruh Penambahan Tepung Kacang Merah
terhadap Sifat Kimia dan Hedonik Beras Analog Berbahan Dasar Umbi Ganyong
(Cannaedulisker.). Jurnal Agrotek Ummat, 7(2), 73. https://doi.org/10.31764/jau.v7i2.2729
Sari, H. A., & Widjanarko, S. B. (2015). Karakteristik Kimia Bakso Sapi (Kajian Proporsi Tepung
Tapioka: Tepung Porang Dan Penambahan Nacl). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(3),
784792.
Soviana, E., & Maenasar, D. (2019). Asupan Serat, Beban Glikemik dan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan, 12(1).
TKPI. (2017). Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kemenkes RI.
Yana, R., Yudistira, S., Fathullah. Desya Medinasari, & Hekmah, N. (2022). Pukis Made from
Spinach (Amaranthus Hybridus L.) and Kepok Banana (Musa Paradisiaca L.) to Prevent
Anemia: Iron Test and Hedonic Scaling. Jurnal Gizi dan Kesehatan, 14(2), 245260.
Yasinta, U., Dwiloka, B., & Nurwantoro. (2017). Pengaruh Subtitusi Tepung Terigu dengan
Tepung Pisang terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Cookies . Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan, 6(3), 119123.
Z. Wulandari, & I. I. Arief. (2022a). Review: Tepung Telur Ayam: Nilai Gizi, Sifat Fungsional
dan Manfaat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 10(2), 6268.
https://doi.org/10.29244/jipthp.10.2.62-68
Z. Wulandari, & I. I. Arief. (2022b). Review: Tepung Telur Ayam: Nilai Gizi, Sifat Fungsional
dan Manfaat. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 10(2), 6268.
https://doi.org/10.29244/jipthp.10.2.62-68