JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 204
Analisis Interaksi Obat Antipsikotik pada Pasien Bipolar di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode Januari-Desember 2023
Like Efriani
1
, Teguh Adiyas Putra
2
, Hilda Nurul Fauzia
3*
Stikes Muhammadiyah Cirebon, Indonesia
Email: hildanurulfauzia95@gmail.com
ABSTRAK
Kata Kunci:
Bipolar; Interaksi Obat;
Kombinasi Obat
Antipsikotik
Bipolar merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
perubahan suasana hati yang drastis antara episode manik dan
depresi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi obat
berdasarkan tingkat keparahan dan mekanisme interaksi obat yang
terjadi pada pasien bipolar di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional (potong lintang)
dengan metode retrospektif. Populasi penelitian adalah seluruh
pasien di instalasi rawat jalan dengan diagnosis bipolar pada tahun
2023 sebanyak 299 pasien, dan sampel sebanyak 171 pasien dipilih
menggunakan teknik purposive sampling. Data dikumpulkan melalui
rekam medis pasien, mencakup informasi demografis, riwayat
penggunaan obat antipsikotik, dan kejadian interaksi obat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa interaksi obat farmakodinamik lebih
banyak terjadi (87,7%) dibandingkan dengan farmakokinetik
(12,3%). Kombinasi obat yang paling sering digunakan adalah
risperidone-trihexyphenidyl dengan tingkat keparahan moderat.
Kesimpulannya, interaksi farmakodinamik merupakan jenis
interaksi yang paling umum terjadi, dengan tingkat keparahan
moderat sebagai yang paling sering ditemukan. Pemantauan ketat
dan penyesuaian dosis diperlukan untuk mengurangi risiko interaksi
yang berbahaya pada pasien bipolar.
ABSTRACT
Bipolar is a mental disorder characterized by drastic mood
swings between manic and depressive episodes. This study
aims to analyze drug interactions based on the severity and
mechanism of drug interactions that occur in bipolar patients
at the West Java Provincial Mental Hospital. This study used
a cross-sectional design with a retrospective method. The
study population was all patients in the outpatient installation
with a diagnosis of bipolar in 2023 as many as 299 patients,
and a sample of 171 patients was selected using purposive
sampling technique. Data were collected through patient
medical records, including demographic information, history
of antipsychotic drug use, and incidence of drug interactions.
The results showed that pharmacodynamic drug interactions
were more common (87.7%) than pharmacokinetic (12.3%).
The most commonly used drug combination was risperidone-
trihexyphenidyl with moderate severity. In conclusion,
pharmacodynamic interactions were the most common type of
interaction, with moderate severity being the most common.
Close monitoring and dose adjustment are needed to reduce
the risk of harmful interactions in bipolar patients.
Keywords:
Bipolar; Drug
Interactions;
Antipsychotic Drug
Combinations
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 205
Coresponden Author: Hilda Nurul Fauzia
Email: hildanurulfauzia95@gmail.com
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Gangguan jiwa adalah gangguan terbesar selain dari penyakit generatif, kanker
dan kecelakan dengan jumlah yang terus menerus meningkat, sejumlah 450 orang dengan
gangguan mental diseluruh dunia yang diperkirakan satu dari empat akan mengalami
gangguan mental selama hidup mereka (Nasriati, 2017). Prevalesni gangguan jiwa
diseluruh dunia seperti yang dilaporan oleh World Health Organization (WHO) sekitar
36 juta orang menderita depresi, 60 juta orang menderita gangguan bipolar, 21 juta orang
menderita skizofrenia dan 47,5 juta orang menderita demensia (Kementerian Kesehatan
RI, 2020). Berdasarkan laporan Riskesdas Tahun 2018, informasi mengenai gangguan
bipolar belum tercatat secara detail tetapi informasi menurut Bipolar Care Indonesia
(BCI) menyebutkan bahwa prevalensi gangguan bipolar pada masyarakat indonesia
sebanyak 2 % atau 72.860 jiwa (Agustina, 2018)
Gangguan bipolar adalah salah satu bentuk gangguan yang terjadi dalam perasaan
yang berubah-ubah secara drastis terhadap penderitanya (Widianti dkk., 2021)
.Berdasarkan PPDGJ (Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa) Gangguan
bipolar terdiri dari dua fase yaitu fase manik yang mana pada fase ini penderita merasa
sangat bersemangat, gembira dan bahagia yang berlebihan. Sedangkan fase depresi
penderita merasa putus asa, lemah, kehilangan minat dalam aktivitas sehari-hari, dan
merasa sedih yang berlebihan (Nurbaiti dkk., 2022). Gangguan bipolar secara terminologi
terdiri dari dua kata yaitu bipolar dan disorder yang mana bipolar mengarah kepada
perasaan alami dan disorder mengarah kepada perubahan yang mendadakan yang tidak
dapat diketahui kapan akan kambuh, sehingga dapat didefinisikan bahwa gangguan
bipolar adalah perasaan alami penderitanya yang terdiri dalam 2 fase yaitu manik dan
depresi yang dapat kambuh secara secara cepat, dan tidak terduga (Lalita, 2023).
Antipsikotik yang digunakan dalam terapi gangguan bipolar yakni antipsikotik
tipikal dan atipikal. Golongan tipikal disebut sebagai golongan pertama yang memiliki
efek samping tinggi seperti gejala ekstrapiramidal. Sedangkan antipsikotik atipikal
merupakan golongan kedua yang memiliki efek samping lebih rendah jika dibandingkan
dengan antipsikotik generasi pertama. Dengan mekanisme kerja yang serupa yaitu
sebagai antagonis reseptor dopamin (Bjornestad dkk., 2020). Efek samping dalam
penggunaan obat antipsikotik yaitu mengantuk, gelisah, kaku otot, mulut kering,
penglihatan kabur, terganggunya fungsi seksual, penambahan berat badan dan gangguan
pencernaan (Nasution & Firdausi, 2021).
Interaksi obat adalah respon farmakologis dari suatu obat terhadap obat lain yang
dikonsumsi secara bersamaan di dalam tubuh (Stan M, 2019). Interaksi obat dapat
memberikan dampak merugikan atau menguntungkan bagi pasien (Primanita, 2020).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 206
Interaksi obat dapat terjadi antara obat dengan obatan lain, makanan, minuman atau
dengan bahan kimia lainnya (Sunny dkk., 2022). Mekanisme interaksi terbagi menjadi
interaksi farmakokinetik yaitu terjadi jika suatu obat mempengaruhi proses ADME dari
obat lain sehingga efeknya dapat meningkatkan atau menurunkan efek farmakologis dari
salah satu obat yang dikonsumsi. Kemudian interaksi farmakodinamik terjadi jika obat
yang dikonsumsi memiliki efek farmakologi, antogonis atau efek samping yang hampir
sama (Agustin & Fitrianingsih, 2021).
Tingkat keparahan dalam interaksi obat sangat penting dalam mengevaluasi resiko
dan manfaat dalam pengobatan. Terdapat tiga jenis interaksi obat berdasarkan tingkat
keparahannya yaitu mayor interaksi yang dapat menyebabkan kerusakan permanen dan
dapat mengancam nyawa pasien. Interaksi moderat interaksi yang dapat memperburuk
kondisi klinis pasien, yang diperlukannya tindak lanjur tambahan. Kemudian interaksi
minor interaksi ini tidak mempengaruhi hasil pengobatan dan memiliki efek yang ringan
(Díaz-Carrasco dkk., 2018). Apoteker berperan dalam identifikasi dan meminimalkan
efek interaksi obat yang dialami oleh pasien (Faizah & Nurrahman, 2021).
Pentingnya penelitian ini terletak pada tingginya angka penggunaan kombinasi
obat pada pasien bipolar serta risiko interaksi yang mungkin terjadi. Mengingat pasien
dengan gangguan bipolar memerlukan terapi jangka panjang dan penggunaan lebih dari
satu jenis obat, risiko interaksi obat dapat mempengaruhi hasil pengobatan dan kualitas
hidup pasien. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih mendalam mengenai jenis dan
mekanisme interaksi obat yang terjadi pada pasien bipolar menjadi sangat penting untuk
meningkatkan kualitas terapi dan mengurangi risiko yang ditimbulkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis interaksi obat berdasarkan tingkat
keparahan dan mekanisme interaksi obat yang terjadi pada pasien bipolar di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat periode Januari-Desember 2023.
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross-
sectional dengan pengambilan data menggunakan metode retrospektif yang diperoleh
dari rekam medis pasien bipolar di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Periode
Januari-Desember 2023.
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien di instalasi rawat jalan di Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat tahun 2023. Sampel penelitian ini adalah seluruh pasien bipolar
yang termasuk kedalam kriteria inklusi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan
menggunakan rumus slovin dengan populasi pasien bipolar dibulan Januari-Desember
2023 sebanyak 299 rekam medis, sehingga didapatkan total sampel sebanyak 171.
Penelitian ini telah melalui uji etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat dengan kode etik Nomor 103.Iib.KEPK.2024.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 207
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian ini dikumpulkan secara retrospektif melalui rekam medis pasien di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. Data yang dikumpulkan meliputi informasi
demografis pasien (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan), riwayat
penggunaan obat antipsikotik, serta kejadian interaksi obat. Pengumpulan data dilakukan
dengan mencatat informasi yang relevan dari rekam medis pasien yang memenuhi kriteria
inklusi.
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman yang lebih mendalam
mengenai jenis dan mekanisme interaksi obat yang terjadi pada pasien bipolar. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang farmakologi, khususnya dalam
perawatan pasien bipolar, sehingga dapat membantu tenaga medis untuk menentukan
strategi terapi yang lebih efektif dan aman. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi referensi bagi apoteker dalam mengidentifikasi risiko interaksi obat dan
melakukan penyesuaian dosis yang diperlukan untuk meminimalkan efek samping yang
merugikan. Dengan demikian, hasil penelitian ini berpotensi meningkatkan kualitas hidup
pasien melalui pengelolaan terapi yang lebih baik dan pemantauan yang lebih ketat
terhadap penggunaan kombinasi obat.
Metode Statistik
Setelah data terkumpul dengan lengkap, tahap selanjutnya adalah melakukan olah
data untuk mempermudah proses analisis. Setiap obat dalam satu resep dianalisis dengan
menggunakan micromedex drug interaction checker berupa medscape dan drug.com,
untuk melilihat adanya interaksi dan tingkat keparahan interaksi obat. Kemudian data
interaksi obat yang dianalisis menggunakan analisis deskiptif sehingga didapatkan
persentase interaksi berdasarkan tingkat keparahan dan mekanisme (farmakodinamik dan
farmakokinetik) pada pasien bipolar.
Hasil Dan Pembahasan
Karakteristik Pasien
Hasil dari karakteristik pasien rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
periode 2023. Karakteristik pasien yang diobservasi meliputi karakteristik usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan didapatkan hasil 3 kategori usia
yaitu Remaja Akhir 17-25 tahun (38,0%), Dewasa Awal 26-35 tahun (37,4%) dan Dewasa
Akhir 36-45 tahun (24,6%). Karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin didapatkan
hasil perempuan lebih banyak (51,5%) dibandingkan laki-laki (48,5%). Tingkat
pendidikan terdiri dari beberapa tingkatan, hasil karakteristik dalam penelitian ini adalah
S3 (0,6%), S1 (9,9%), D3 (3,5%), SMA (66,1%), SMP (4,7%), SD (14,0%), dan Tidak
Sekolah (1,2%). Karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan didapatkan hasil PNS
(2,3%), Karyawan swasta (17,0%), Wiraswasta (7,0%), Buruh (1,2%), Tidak bekerja
(54,4%), lainnya (18,1%). Kemudian faktor yang mempengaruhi pasien bipolar adalah
status pernikahan, hasil dari status pernikahan menunjukan bahwa pasien Belum Menikah
(56,7%) lebih banyak dibandingkan dengan menikah (41,5%) dan cerai (1,8%). Diagnosa
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 208
pasien gangguan bipolar yang digunakan untuk terapi antipsikotik yang diberikan kepada
pasien, hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu diagnosa manik sebanyak (99
pasien dengan 57,9%), kemudian diagnosa depresi sebanyak (72 pasien atau 42,1%).
Karakteristik dapat dilihat pada tabel 1:
Table 1. Karakteristik pasien
Karakteristik Pasien
Jumlah (n=171)
Persentase (%)
Usia
Remaja Akhir (17-25 tahun)
65
38,0
Dewasa Awal (26-35 tahun)
64
37,4
Dewasa Alhir (36-45 tahun)
42
24,6
Jenis Kelamin
Laki-laki
83
48,5
Perempuan
88
51,5
Tingkat Pendidikan
S3
1
0,6
S1
17
9,9
D3
6
3,5
SMA
113
66,1
SMP
8
4,7
SD
24
14,0
Tidak Sekolah
2
1,2
Pekerjaan
PNS
4
2,3
Karyawan Swasta
29
17,0
Wiraswasta
12
7,0
Buruh
2
1,2
Tidak Bekerja
93
54,4
Lainnya
31
18,1
Status Pernikahan
Menikah
71
41,5
Belum menikah
97
56,7
Cerai
3
1,8
Sumber: Hasil olah data (2024)
Tabel 2. Diagnosa Pasien Gangguan Bipolar
Diagnosa
Jumlah n (171)
Manik
99
Depresi
72
Sumber: Hasil olah data (2024)
Hasil data karakteristik pasien gangguan bipolar berdasarkan usia paling banyak
ditemukan pada usia remaja akhir (17-25 tahun) sebanyak 65 pasien (38,0%). Menurut
(Nurhayati, 2016) masa remaja adalah masa mencari jati diri yang tidak memiliki
kemampuan atau tidak mendapatkan kesempatan untuk mengeksplor diri dan kurangnya
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 209
dukungan dalam proses pendewasaan. Kondisi emosional yang tidak seimbang pada
remaja akhir membuat nilai intelektual dan kemampuan dalam menghadapi masalah
kehidupan terganggu (Kajian & Kasus, t.t.). Pasien gangguan bipolar dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 83 pasien (48,5%), dan perempuan didapatkan 88 pasien
(51,5%). Perempuan lebih beresiko mengalami gangguan bipolar karena perbedaan
hormon dan stres psikososial yang membuat perempuan lebih rentan terhadap tekanan
emosional (Rifaya dkk., 2019). Tingkat pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas
(SMA) sebanyak 113 pasien (66,1%) yang paling banyak ditemukan. Hasil penelitian ini
selaras dengan (Syafarilla, 2023) bahwa didapatkan hasil penelitian gangguan bipolar
pada rentang ‘Remaja Akhir 17-25 tahun’, jenis kelamin ‘perempuan’,dan tingkat
pendidikan ‘SMA’
Distribusi frekuensi pekerjaan pada pasien gangguan bipolar ditemukan paling
banyak pada kondisi Tidak Bekerja didapatkan 93 pasien (54,4%). Pasien bipolar yang
tidak bekerja menghadaoi resiko seperti kesulitan ekonomi, minimnya informasi
lapangan pekerjaan dan adanya keterbatasan yang dihadapi oleh pasien (Hasanah & Azmi
Rozali, 2021). Status pernikahan juga menjadi salah satu faktor terjadinya gangguan
bipolar, dalam penelitian ini didapatkan pasien belum menikah dengan jumlah 97 pasien
(56,7%). Faktor yang mempengaruhi status pernikahan adalah mengalami trauma
masalalu akibat gagalnya meniikah atau perceraian yang terjadi disekitanya (Nusu, 2022).
Diagnosa manik yang ditandai dengan adanya gejala yang muncul secara tiba-tiba selama
beberapa hari (Angst, 2015).
Gambaran Penggunaan Obat Antipsikotik
Gambaran penggunaan obat pada penelitian ini adalah golongan obat antipsikotik
yang dikombinasikan dengan obat lain seperti golongan antidepresan, antikolinergik,
antikonvulsan, dan benzodiazepine. Gambaran penggunaan pada pasien bipolar di rawat
jalan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat periode Januari-Desember 2023 didapatkan
kombinasi golongan atipikal-atipikal sebanyak (25,7%), tipikal-tipikal (0,6%), atipikal-
tipikal (9,4%), atipikal-antikolinergik (25,1%), golongan obat Atipikal benzodiazepine
(21,6 %), Atipikal antikonvulsan (7,6%), Atpikal antidepresan (2,3%), Kombinasi 3
obat paling banyak didapatkan adalah golongan obat Tipikal benzodiasepine
antikolinergik sebanyak 9 pasien (5,3%) dan Atipikal- antidepresan benzodiasepine
sebanyak 4 pasien (2,3%). Pola peresepan obat dapat dilihat pada tabel 3:
Tabel 3. Gambaran penggunaan kombinasi obat antipsikotik
Kombinasi
Jumlah
Persentase
Atipikal atipikal
44
25,7 %
Tipikal tipikal
1
0,6 %
Atipikal tipikal
16
9,4 %
Atipikal antikolinergik
43
25,1 %
Atpikal antidepresan
4
2,3 %
Atipikal - antikonvulsan
13
7,6 %
Atipikal benzodiazepine
37
21,6 %
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 210
Atipikal antidepresan - benzodiazepine
4
2,3 %
Tipikal benzodiazepine - antikolinergik
9
5,3 %
Jumlah
171
100%
Sumber: Hasil olah data (2024)
Kombinasi antipsikotik yang ditemukan paling banyak yaitu kombinasi atipikal-
atipikal sebanyak 44 pasien (25,7%). Selanjutnya kombinasi atipikal-antikolinergik
sebanyak 43 pasien (25,1%). Pemberian terapi antipsikotik secara tunggal atau kombinasi
dilihat pada kondisi pasien (Jannah dkk., 2021). Golongan antipsikotik atipikal memiliki
mekanisme dengan cara menghambat reseptor dopamine dan menghambat serotonon.
Antipsikotik atipikal memiliki efek samping yang kecil dibandingkan dengan antipsikotik
tipikal (Castle DJ, 2016). Kemudian kombinasi atipikal-antikolinergik, golongan obat
antikonergik dengan bekerja pada reseptor muskarinik dalam sistem saraf pusat dan
perifer serta menghambat respon asetilkolin secara kompetitif. Resiko dalam penggunaan
antikolinergik adalah gangguan kognitif yaitu memori, perhatian, kecepatan psikomotor
yang sudah dibuktikan dalam penelitian eksperimental dan kohort (Lampela, P.,
Paajanen, T., Hartikainen, S., & Huupponen, 2015).
Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme
Interaksi obat berdasarkan mekanisme dibagi menjadi 2 yaitu farmakodinamik dan
farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik terjadi ketika obat berinteraksi dengan
reseptor atau sistem fisiologis yang sama dan menghasilkan efek aditif, sinergis atau
antagonis. Sementaras itu, interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang melibatkan
proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi, sehingga dapat meningkatkan atau
menurunkan kadar plasma obat yang berpotensi adanya peningkatan toksisitas atau
penurunan efektivitas (Rizqiah & Damayanti, 2023). Interaksi obat berdasarkan
mekanisme dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme
Mekanisme Interaksi
Jumlah
Persentase
Farmakodinamik
150
87,7 %
Farmakokinetik
21
12,3 %
Jumlah
171
100%
Sumber: Hasil olah data (2024)
Pada tabel 4 dapat disimpulkan bahwa interaksi berdasarkan mekanisme merupakan
interaksi yang sering ditemukan sebanyak 150 pasien (87,7%). Interaksi obat secara
farmakodinamik banyak terjadi pada kombinasi obat risperidone-trihexyphenidyl
(20,5%). Interaksi yang terjadi dapat meningkatkan efek trihexyphenidyl dengan
sinergisme farmakodinamik dan berpotensi menghasilkan efek antikolinergik aditif, dan
digunakan untuk mengurangi gejala eksrapiramidal akibat pengkonsumsian obat
risperidone. Mulut kering, penglihatan kabur dan konstipasi adalah efek samping yang
terjadi (Yulyanti & Yulinar Ramdiani, 2021).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 211
Interaksi antara risperidone-clozapine dapat meningkatkan efek
antidopaminergik, gejala ekstrapiramidal, dan dapat meningkatkan efek sedase.
Clozapine dapat menyebabkan Neuroleptic Malignant Syndrome yang ditandai dengan
takikardi, takipnea dan diaphoresis yang melalui mekanisme yang melibatkan resptor
muskarinik dan adrenergik. Oleh sebab itu, data laboratorium yang harus dikontrol
mencakup peningkatan kadar kreatinin kinase dan leukosit (Belvederi Murri dkk., 2015).
Lorazepam termasuk kedalam golongan obat benzodiazepine yang berfungsi untuk
mengurangi kecemasan, penurunan koordinasi dan tonus otot dan antikonvulsan.
Kombinasi risperidone-lorazepam merupakan kombinasi yang paling umum
digunakakan dengan persentase 8,2%. Kombinasi risperidone-lorazepam dapat
meningkatkan efek sedase (Yulyanti & Yulinar Ramdiani, 2021).
Tabel 5. Kombinasi Obat dengan Interaksi Berdasarkan Mekanisme
Mekanisme Interaksi
Obat
Jenis Kombinasi
Jumlah
Presentase
Farmakodinamik
Haloperidol Clozapine
11
6,4 %
Haloperidol Chlorpromazine
1
0,6 %
Quetiapine Trihexyphenidyl
5
2,9 %
Olanzapine Clozapine
4
2,3 %
Risperidone-Trihexyphenidyl
35
20,5 %
Risperidone Clozapine
30
17,5 %
Olanzapine Trifluoperazine
5
2,9 %
Haloperidol + lorazepam+
Trihexyphenidyl
9
5,3 %
quetiapine + lorazepam
4
2,3 %
Risperidone + lorazepam
14
8,2 %
clozapine + lorazepam
4
2,3 %
quetiapine + clozapine
2
1,2 %
olanzapine + trihexyphenidyl
2
1,2 %
clozapine + trihexyphenidyl
1
0,6 %
aripiprazole + risperidone
8
4,7 %
quetiapine + clobazam
4
2,3 %
clozapine + diazepam
3
1,8 %
risperidone + diazepam
2
1,2 %
olanzapin + lorazepam
6
3,5 %
Farmakokinetik
Clozapine - Divalproex Sodium
11
6,4 %
Risperidone Fluoxetine
3
1,8 %
Clozapine-Fluoxetine+Alprazolam
4
2,3 %
Clozapine + Fluoxetine
1
0,6 %
risperidone + divalproex sodium
2
1,2 %
Total
171
100%
100%
Sumber: Hasil olah data (2024)
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 212
Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan
Interaksi obat berdasarkan tingkat keparahan yang dibagi menjadi 3, yaitu mayor,
moderat dan minor. Interaksi mayor memerlukan adanya pemantauan serius agar tidak
menimbulkan efek samping yang fatal (kematian), sedangkan interaksi moderat harus
diperhatikan untuk peningkatan efek samping oleh salah satu obat, dan interaksi minor
adalah interaksi yang hanya menimbulkan efek samping ringan dan tidak mengancam
nyawa pasien (Lisni dkk., 2017). Interaksi dengan tingkat keparahan dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6. Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan
Tingkat Keparahan
Obat
Jenis Kombinasi
Jumlah
Presentase
Mayor
Haloperidol Clozapine
11
6,4 %
Haloperidol Chlorpromazine
1
0,6 %
Risperidone Clozapine
30
17,5 %
Moderat
Quetiapine Trihexyphenidyl
5
2,9 %
Olanzapine Clozapine
4
2,3 %
Risperidone - Trihexyphenidyl
35
20,5 %
Olanzapine Trifluoperazine
5
2,9 %
Haloperidol + lorazepam +
Trihexyphenidyl
9
5,3 %
quetiapine + lorazepam
4
2,3 %
Risperidone + lorazepam
14
8,2 %
clozapine + lorazepam
4
2,3 %
quetiapine + clozapine
2
1,2 %
olanzapine + trihexyphenidyl
2
1,2 %
clozapine + trihexyphenidyl
1
0,6 %
aripiprazole + risperidone
8
4,7 %
quetiapine + clobazam
4
2,3 %
clozapine + diazepam
3
1,8 %
risperidone + diazepam
2
1,2 %
olanzapin + lorazepam
6
3,5 %
Risperidone Fluoxetine
3
1,8 %
Clozapine-Fluoxetine+Alprazolam
4
2,3 %
Clozapine + Fluoxetine
1
0,6 %
risperidone + divalproex sodium
2
1,2 %
Minor
Clozapine- Divalproex Sodium
11
6,4 %
Total
171
100%
100%
Sumber: Hasil olah data (2024)
Interaksi yang paling banyak terjadi adalah interaksi moderat yang mana
kombinasi risperidone-trihexyphenidyl dengan jumlah 35 pasien (20,5 %). Kombinasi
antara risperidone-terihexyphenidyl interaksi yang terjadi adalah meningkatkan efek
trihexyphenydil dengan sinergisme farmakodinamik dan interaksi ini berpotensi
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 213
menghasilkan efek antikolinergik aditif (Yulyanti & Yulinar Ramdiani, 2021). Interaksi
mayor yang paling banyak terjadi adalah kombinasi risperidone-clozapine. Penggunaan
obat clozapine dapat membantu mengurangi rasa ingin bunuh diri, mekanisme kerja
clozapine menghmbat reseptor dopamin D2, serotonin 5HT, histamin H1, kolinergik
(American Psychiatric Association, 2020). Interaksi yang terjadi pada kombinasi
risperidone-clozapine, haloperidol-clozapine dan haloperidol-chlorpromazine adanya
peningkatan efek sedase, perpanjangan QTC dan meningkatkan efek sindrom
ekstrapiramidal dan NMS, haloperidol, clozapine, chlorpromazine, risperidone
mempunyai efek ekstrapiramidal, maka ketika obat dikonsumsi bersamaan dapat
meningkatkan efek ekstrapiramidal sehingga adanya pemantauan dalam pemberian obat
terhadap pasien (Ramdini dkk., 2018). Interaksi minor yang terjadi antara kombinasi
clozapine-divalproex sodium, yaitu penurunan kadar klozapin. Kombinasi clozapine dan
divalproex sodium yang merupakan interaksi secara farmakokinetika yang menghambat
jalur metabolisme yang mengakibatkan glukoronidasi pada substrat CYP2C9 dan
CYP2C19 (Hommers, L., Scharl, M., Hefner, G., Hohner, M., Fischer, M., Pfuhlmann,
B., Deckert, J., & Unterecker, 2018).
Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi obat pada pasien bipolar di
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat lebih banyak terjadi secara farmakodinamik
(87,7%) dibandingkan farmakokinetik (12,3%). Kombinasi obat yang paling sering
digunakan adalah risperidone-trihexyphenidyl dengan tingkat keparahan moderat. Secara
teoritis, interaksi farmakodinamik sering terjadi karena penggunaan dua atau lebih obat
yang memiliki efek farmakologis yang serupa atau saling melengkapi, yang berpotensi
meningkatkan efek samping atau toksisitas. Hal ini sejalan dengan teori interaksi obat
yang menyatakan bahwa penggunaan kombinasi obat dengan mekanisme kerja yang
mirip dapat meningkatkan risiko efek samping (Stan M, 2019).
Secara empiris, hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
menunjukkan bahwa kombinasi antipsikotik dengan obat lain, seperti antikolinergik,
sering kali menyebabkan efek samping seperti efek antikolinergik aditif, yang mencakup
gejala seperti mulut kering, penglihatan kabur, dan konstipasi (Yulyanti & Yulinar
Ramdiani, 2021). Penelitian oleh Bjornestad et al. (2020) juga menunjukkan bahwa
penggunaan antipsikotik atipikal lebih sering menyebabkan interaksi farmakodinamik
karena mekanisme kerja yang melibatkan antagonisme reseptor dopamin dan serotonin.
Dari segi implikasi klinis, hasil penelitian ini menegaskan pentingnya pemantauan
ketat terhadap penggunaan kombinasi obat pada pasien bipolar untuk mengurangi risiko
interaksi yang berbahaya. Penggunaan risperidone-trihexyphenidyl sebagai kombinasi
paling umum perlu ditinjau kembali, mengingat tingkat keparahan interaksi moderat yang
dapat memperburuk kondisi klinis pasien. Apoteker dan tenaga medis perlu bekerja sama
dalam memastikan bahwa risiko interaksi obat dapat diminimalkan melalui pemantauan
dan penyesuaian dosis yang tepat.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 214
Asumsi dari hasil penelitian ini adalah bahwa interaksi obat yang terjadi terutama
disebabkan oleh kurangnya pemantauan yang memadai terhadap pasien yang menerima
terapi kombinasi antipsikotik. Hal ini mengindikasikan perlunya peningkatan edukasi
bagi tenaga kesehatan mengenai risiko interaksi obat pada pasien bipolar.
Kesimpulannya, interaksi farmakodinamik merupakan jenis interaksi yang paling umum
terjadi pada pasien bipolar di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, dengan tingkat
keparahan moderat sebagai interaksi yang paling sering ditemukan. Oleh karena itu,
upaya pencegahan dan pemantauan yang lebih baik diperlukan untuk mengurangi dampak
negatif dari interaksi obat ini.
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat pasien dengan total 171 pasien
dengan gangguan bipolar yang didiagnosa manik dan depresi, mayoritas pasien berjenis
kelamin perempuan dengan usia remaja akhir (17-25 tahun), status pendidikan SMA,
tidak bekerja dan belum menikah. Terdapat interaksi obat berdasarkan mekanisme
farmakodinamik sebanyak 87,7 % dan farmakokinetik sebanyak 12,3 %. Interaksi tingkat
keparahan dalam penelitian ini menunjukan bahwa tingkat keparahan moderat sering
terjadi, terutama pada kombinasi obat risperidone-trihexyphenidyl. Interaksi dengan
tingkat keparahan mayor paling banyak terjadi pada kombinasi risperidone-clozapine,
sementara interaksi dengan tingkat keparahan minor umumnya ditemukan pada
kombinasi clozapine-divalproex sodium.
Daftar Pustaka
Agustin, O. A., & Fitrianingsih, F. (2021). Kajian Interaksi Obat Berdasarkan Kategori
Signifikansi Klinis Terhadap Pola Peresepan Pasien Rawat Jalan Di Apotek X
Jambi. Electronic Journal Scientific of Environmental Health And Disease, 1(1), 1
10. https://doi.org/10.22437/esehad.v1i1.10759
Agustina, M. (2018). Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Pemberian Terapi Elektrokonvulsif
(ECT) Terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Klien Gangguan Jiwa. Jurnal Ilmiah
Ilmu Keperawatan Indonesia, 8(03), 443449.
https://doi.org/10.33221/jiiki.v8i03.127
American Psychiatric Association. (2020). Practice Guideline for the Treatment of
Patients With Schizophrenia. American Psychiatric Publishing.
Angst, J. (2015). Will mania survive DSM-5 and ICD-11? International Journal of
Bipolar Disorders, 3(1), 13. https://doi.org/10.1186/s40345-015-0041-1
Belvederi Murri, M., Guaglianone, A., Bugliani, M., Calcagno, P., Respino, M., Serafini,
G., Innamorati, M., Pompili, M., & Amore, M. (2015). Second-Generation
Antipsychotics and Neuroleptic Malignant Syndrome: Systematic Review and Case
Report Analysis. Drugs in R and D, 15(1), 4562. https://doi.org/10.1007/s40268-
014-0078-0
Bjornestad, J., Lavik, K. O., Davidson, L., Hjeltnes, A., Moltu, C., & Veseth, M. (2020).
Antipsychotic treatmenta systematic literature review and meta-analysis of
qualitative studies. Journal of Mental Health, 29(5), 513523.
https://doi.org/10.1080/09638237.2019.1581352
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 215
Castle DJ. (2016). No Title. Informasi Obat‐Obatan Kesehatan Jiwa Sebuah Panduan
Bagi Pasien dan Keluarga, Departemen Psikiatri St. Vincent, Victoria.
Díaz-Carrasco, M. S., Almanchel-Rivadeneyra, M., Tomás-Luiz, A., Pelegrín-
Montesinos, S., Ramírez-Roig, C., & Fernández-Ávila, J. J. (2018). Observational
study of drug-drug interactions in oncological inpatients. Farmacia Hospitalaria,
42(1), 1015. https://doi.org/10.7399/fh.10857
Faizah, A. K., & Nurrahman, N. W. D. (2021). Evaluation of Potential Drug-Drug
Interactions in Hypercholesterolemia Patients at Teaching Hospital Surabaya.
Proceedings of the 4th International Conference on Sustainable Innovation 2020
Health Science and Nursing (ICoSIHSN 2020), 33(ICoSIHSN 2020), 302304.
https://doi.org/10.2991/ahsr.k.210115.064
Hasanah, L., & Azmi Rozali, Y. (2021). Gambaran Stres Pada Pengangguran Lulusan
Perguruan Tinggi Di Jakarta. JCA Psikologi, 2(1), 6574.
Hommers, L., Scharl, M., Hefner, G., Hohner, M., Fischer, M., Pfuhlmann, B., Deckert,
J., & Unterecker, S. (2018). Comedication of valproic acid is associated with
increased metabolism of clozapine. Journal of Clinical Psychopharmacology, 38(3).
Jannah, K. M., Dania, H., & Faridah, I. N. (2021). Hubungan Jumlah Obat dengan
Potensial Kejadian Interaksi Obat pada Pasien Skizofrenia di Salah Satu Rumah
Sakit di Kulon Progo, Yogyakarta The Correlation of Drug Quantity with the
Potential Drug Interaction Occurrences on Schizophrenic Patients in One of.
Pharmaceutical Journal of Indonesia, 18(02), 267291.
Kajian, S., & Kasus, B. (t.t.). Trauma Dan.
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Rencana Aksi Kegiatan 2020 - 2024. Ditjen P2P
Kemenkes, 29.
Lalita, A. I. (2023). Gambaran Efikasi Diri dan Psychological Well-Being pada Penderita
Bipolar Disorder. วารสารวิชาการมหาวิทยาลัยอีสเทนเอเชีย, 4(1), 3141.
Lampela, P., Paajanen, T., Hartikainen, S., & Huupponen, R. (2015). Central
anticholinergic adverse effects and their measurement. Central anticholinergic
adverse effects and their measurement, 32(Drugs & aging), 963-974.
Lisni, I., Patti, D., & Saidah, S. (2017). Analisis Potensi Interaksi Obat Pada
Penatalaksanaan Paisen Skizofrenia Dewasa di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat. Jurnal Farmasi Galenika, 4(3), 7283.
Nasriati, R. (2017). Stigma dan dukungan keluarga Dalam Merawat Orang Dengan
Gangguan Jiwa (ODGJ) stigma and Family Support in Caring for People With
Mental Disorders (ODGJ). jurnal Ilmiah Ilmu - Ilmu Kesehatan, XV(1), 5665.
Nasution, H. N., & Firdausi, H. (2021). No Title. Dalam Jurnal Kedokteran: Vol. 6(2)
(Nomor Pendekatan Diagnosis Dan Tatalaksana Gangguan Mood Pada Usia Lanjut.,
hlm. 131142).
Nurbaiti, N., Hariyadi, M., Siti Sholichah, A., & Ayu Ningrum, D. (2022).
KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS BERBASIS AL-QUR’AN SEBAGAI
IMUNITAS PSIKIS-SPIRITUAL. Al Burhan: Jurnal Kajian Ilmu dan
Pengembangan Budaya Al-Qur’an, 21(02), 199217.
https://doi.org/10.53828/alburhan.v21i02.394
Nurhayati, T. (2016). Perkembangan Perilaku Psikososial pada masa Pubertas. Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 16891699.
Primanita, R. et al. (2020). Jurnal surya. Media Komunikasi Ilmu Kesehatan, 12(02), 70
76.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 216
Ramdini, D. A., Sumiwi, S. A., Barliana, M. I., Destiani, D. P., & Nur, I. L. (2018).
Potensi Interaksi Obat pada Pasien Skizofrenia di Salah Satu Rumah Sakit Jiwa di
Provinsi Jawa Barat. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 7(4), 280.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2018.7.4.280
Rifaya, A., Agustina, R., & Rusli, R. (2019). Pola Penggunaan Obat Mood Stabilizer Pada
Pasien Bipolar di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam. Proceeding of
Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 10, 8693.
https://doi.org/10.25026/mpc.v10i1.368
Rizqiah, A., & Damayanti, A. (2023). Review Interaksi Obat-Obat Potensial Terapi
Antibiotik Pada Infeksi Saluran Pernafasan Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah
Sakit. JOURNAL OF PHARMACY SCIENCE AND TECHNOLOGY, 3(2), 209216.
https://doi.org/10.30649/pst.v3i2.41
Stan M. (2019). Manajemen Obat dalam keperawatan jiwa. andi Offset. yogyakarta.
Sunny, S., Prabhu, S., Chand, S., UP, N., Chacko, C. S., & Joel, J. J. (2022). Assessment
of drug-drug interactions among patients with psychiatric disorders: A clinical
pharmacist-led study. Clinical Epidemiology and Global Health, 13(November
2021), 100930. https://doi.org/10.1016/j.cegh.2021.100930
Syafarilla, I. (2023). Pola Asuh Keluarga Terhadap Risiko Gangguan Bipolar Pada
Remaja. Indonesian Journal of Health Development, Vol. 5(2), 8089.
Widianti, E., Afriyanti, A., Saraswati, N. P. S. D., Utami, A., Nursyamsiah, L., Ningrum,
V. C., Putri, V. N., & Ustami, L. (2021). Intervensi pada Remaja dengan Gangguan
Bipolar: Kajian Literatur. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat
Nasional Indonesia, 9(1), 7994.
Yulyanti, R., & Yulinar Ramdiani, A. (2021). Analisis Potensi Interaksi Obat
Antidepresan pada Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Swasta Bandung Januari -
Juni 2021. Jurnal Sosial Sains, 1(10), 11701180.
https://doi.org/10.59188/jurnalsosains.v1i10.225