JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207*
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 156
Hubungan Riwayat Abortus pada Ibu Hamil terhadap Faktor Usia,
Pekerjaan, dan Indeks Massa Tubuh di Rumah Sakit Umum Kudus
Tahun 2023
Natasya Putri Nur Fitri
1
, Julia Herdiman
2*
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
Email: natasya.405210124@stu.untar.ac.id, Jherdiman@live.com
ABSTRAK
Kata Kunci :
Abortus; Ibu Hamil; Usia;
Pekerjaan; Indeks Massa
Tubuh
Abortus atau keguguran merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, pekerjaan,
dan indeks massa tubuh (IMT). Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis hubungan antara usia, pekerjaan, dan IMT ibu hamil
dengan kejadian abortus di Rumah Sakit Umum Kudus selama tahun
2023. Penelitian ini menggunakan desain analitik dengan pendekatan
cross-sectional. Populasi penelitian adalah ibu hamil yang terdaftar
di Rumah Sakit Umum Kudus pada tahun 2023. Sampel penelitian
terdiri dari 123 ibu hamil yang mengalami abortus maupun tidak
mengalami abortus, yang diambil menggunakan teknik purposive
sampling. Data dikumpulkan dari rekam medis pasien dan dianalisis
menggunakan SPSS versi 16. Hasil penelitian menunjukkan adanya
keterkaitan signifikan antara usia, pekerjaan, dan IMT dengan
kejadian abortus. Ibu hamil yang berusia di bawah 20 tahun dan di
atas 35 tahun, memiliki IMT underweight (<18,5), serta yang bekerja
memiliki risiko lebih tinggi mengalami abortus. Penelitian ini
memberikan wawasan penting untuk meningkatkan layanan
kesehatan bagi ibu hamil guna mengurangi risiko abortus.
ABSTRACT
Abortion or miscarriage is one of the complications of
pregnancy that can be influenced by various factors, such as
age, occupation, and body mass index (BMI). This study aims
to analyze the relationship between age, occupation, and BMI
of pregnant women with the incidence of abortion at Kudus
General Hospital during 2023. This study used an analytic
design with a cross-sectional approach. The study population
was pregnant women registered at Kudus General Hospital in
2023. The study sample consisted of 123 pregnant women who
experienced abortion and did not experience abortion, which
was taken using purposive sampling technique. Data were
collected from patient medical records and analyzed using
SPSS version 16. The results showed a significant association
between age, occupation, and BMI with the incidence of
abortion. Pregnant women who are under 20 years old and
over 35 years old, have an underweight BMI (<18.5), and who
work have a higher risk of having an abortion. This study
provides important insights to improve health services for
pregnant women to reduce the risk of abortion.
Keywords :
Abortion; Pregnant
Women; Age;
Occupation; Body Mass
Index
Coresponden Author: Julia Herdiman
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 157
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
World Health Organization (WHO) mendefinisikan aborsi sebagai kehamilan
terminasi spontan atau di induksi sebelum gestasi di 20 pekan atau bayi yang baru saja
lahir dengan bobot/berat suatu badan/tubuh di bawah dari 500 g.
Menurut World Health Organization (WHO) meninggalnya ibu akibat dari abortus
antara 15-50%. Berdasarkan data National Health Service (NHS) tahun (2021)
memperkirakan 23 juta insiden abortus spontan terjadi setiap tahun di seluruh dunia.
Kemudian angka abortus terjadi sebelum umur kehamilan sampai 12 pekan berkisar pada
60- 75% (WHO, 2018). Data dari CDC tahun 2021 melaporkan jumlah aborsi meningkat
5%. Hampir semua aborsi pada tahun 2021 terjadi pada usia kehamilan awal. Sekitar
93,5% aborsi terjadi pada usia kehamilan ≤13 minggu, dan saat usia kehamilan 14-20
minggu sekitar (5,7%), serta (0,9%) terjadi pada usia kehamilan ≥21 minggu
(Kortsmit
dkk., 2018).
Data di Indonesia, abortus spontan sekitar 30-31,5% dari 6 juta kehamilan setiap
tahunnya (Kemenkes RI, 2018). Badan Litbang Kesehatan Indonesia di dalam laporan
Riskesdas 2018 menginformasikan berupa angka kejadian abortus spontan secara
nasional sebesar adalah 4% (Kemenkes RI, 2018). jika melihat per provinsi, angka
tersebut beragam mulai yang terendah 2,4% pada Provinsi Bengkulu. Menurut data
sensus Indonesia tahun 2015, Diproyeksian sebesar 1,7 juta aborsi dilakukan di Pulau
Jawa tahun 2018
1
. Frekuensi aborsi berbeda-beda pada setiap provinsi Jawa. Provinsi
Jawa Timur pada Tahun 2018 mempunyai angka aborsi terendah (30 per 1.000 penduduk)
dan provinsi DKI Jakarta mempunyai tingkat angka aborsi tertinggi (68 per 1.000
penduduk).Mayoritas perempuan di Pulau Jawa yang melakukan aborsi pada tiga tahun
terakhir tidak merasakan komplikasi apa pun. Diproyeksikan sebesar 12% dari seluruh
kasus aborsi mengalami sebuah komplikasi dan dirawat di fasilitas kesehatan setelah
keguguran.
Berdasarkan data rekam medis tahun 2023 yang berada di Rumah Sakit Umum
Kudus diperoleh ibu yang sedang hamil melakukan pemeriksaan kehamilan sebesar 710,
ibu yang sedang hamil mengalami abortus sebanyak 172, dan yang tidak mengalami
abortus sebanyak 538.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti berkeinginan dalam melaksanakan
penelitian terkait “Hubungan Usia, Pekerjaan, dan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian
Abortus pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kudus Tahun 2023”. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis hubungan antara usia, pekerjaan, dan IMT dengan kejadian
abortus pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Kudus. Dengan mengidentifikasi faktor-
faktor risiko ini, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai cara-
cara untuk mengurangi kejadian abortus dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan
bagi ibu hamil.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 158
Metode Penelitian
Pada proses Penelitian, peneliti mempergunakan sebuah metode yaitu kuantitatif
dengan menggunakan jenis berupa teknik analisis secara observasional/Pengamatan
dengan pendekatan yang Cross-Sectional. Pendekatan yang menggunakan Cross-
Sectional merupakan penelitian non-eksperimental yang mempelajari tentang dinamika
korelasi dari faktor risiko dan outcome dengan cara pendekatan, pengamatan, ataupun
pengumpulan data yang secara bersamaan (pendekatan point-time) (Budiharto, 2008).
Penelitian berikut pelaksanaanya di Rumah Sakit Umum Kudus, pada bulan Januari
Juni Tahun 2024.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada proses penelitian berupa seorang ibu yang sedang hamil dan
mengalami abortus serta tercatat di proses rekam suatu medis di Rumah Sakit Umum
Kudus tahun 2023. Sampel yang di pakai pada proses penelitian berupa data secara rekam
suatu medis oleh seorang ibu yang sedang hamil dan mengalami sebuah abortus di Rumah
Sakit Umum Kudus tahun 2023.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pada proses pengambilan suatu sampel yang dipergunakan pada proses
penelitian berupa teknik secara Pengambilan proses sampel secara tidak acak (Non-
probability sampling) yaitu teknik purposive secara sampling. Untuk memutuskan siapa
yang dijadikan sampel penelitian, peneliti harus benar-benar memahami serta yakin jika
orang yang dipilih mampu memberikan informasi yang dibutuhkannya sesuai pertanyaan
penelitian.
Besaran suatu sampel dihitung mengunakan rumus berupa uji hipotesi dengan
beda dua proporsi, jumlah suatu sampel yang dipergunakan sebagai subjek penelitian
yaitu 123 sampel
(Baba dkk., 2011; Jamal, 2023).
Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipergunakan peneliti dalam penelitian berupa data secara sekunder yang
di dapat langsung dari data proses rekam secara medik pada seorang ibu yang sedang
hamil di Rumah Sakit Umum Kudus tahun 2023.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2024. Data di dapatkan
berupa data secara sekunder dari data rekam secara medis. Subjek penelitian yang diambil
ini, berupa ibu yang sedang hamil dan mengalami abortus serta tidak abortus di Rumah
Sakit Umum Daerah Kudus tahun 2023.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 159
Analisis Data
Analisis pada penelitian ini dilaksanakan menggunakan aplikasi berupa software
SPSS versi 16 dengan cara memasukkan data guna memiliki distribusi frekuensi maupun
persentase pada setiap data variabel umur, BMI, dan pekerjaan.
Hasil Dan Pembahasan
Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subyek Penelitian Kasus dan Kontrol
Berdasarkan Kategori di RSUD Kudus Tahun 2023
Karakteristik
Abortus
Tidak Abortus
n
%
%
Usia
<20 tahun
38
15,4
14
5,7
20-34 tahun
36
14,6
69
28,0
>35 tahun
49
19,9
40
16,3
IMT
Underweight (<18,5)
40
16,3
17
6,9
Normal (18,5-24,9)
35
14,2
50
20,3
Overweight (25,0-29,9)
25
10,2
27
11,0
Obesitas (>30)
23
9,3
29
11,8
Pekerjaan
Bekerja
72
29,3
54
22,0
Tidak bekerja
51
20,7
69
28,0
Sumber : Hasil penelitian, 2024
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan pada tabel 1 diketahui proporsi ibu
sedang hamil umur muda <20 tahun dan >35 tahun lebih banyak terdapat sebuah abortus
yaitu sebesar 15.4% dan 19.9%. Pada umur sorang ibu yang sedang hamil 20-34 tahun
lebih banyak ibu yang sedang hamil tidak mengalami sebuah abortus dengan persentase
sebesar 28.0%.
Proporsi ibu hamil dengan indeks massa tubuh underweight (<18.5) dan normal
(18.5-24.9) lebih banyak mengalami abortus sebesar 16.3% dan 14.2% sedangkan, Ibu
hamil dengan indeks massa tubuh yang normal (18.5-24.9), overweight, obesitas lebih
banyak tidak mengalami abortus sebesar 20.3%, 11.8%, dan 11.0%.
Proporsi seorang ibu sedang hamil kemudian melakukan pekerjaan lebih tinggi
dalam mendapatkan abortus dengan persentase 29.3% kemudian ibu hamil yang sedang
tidak bekerja dan tidak mendapatkan abortus memiliki persentase 28.0%.
Hubungan Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus
Tabel 2. Tabel Silang Usia Ibu Hamil dengan Kejadian Abortus
di RSUD Kudus Tahun 2023
Usia
Status Abortus
P
Abortus
Tidak Abortus
<20 tahun
38 (15.4%)
14 (5.7%)
0,000
20-34 tahun
36 (14.6%)
69 (28.0%)
>35 tahun
49 (19.9%)
40 (16.3%)
Sumber : Hasil penelitian, 2024.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 160
Berdasarkan analisis mengbivariat dari umur ibu yang sedang hamil dengan insiden
abortus digambarkan pada tabel 2 tersebut memperlihatkan jika ada keterkaitan signifikan
dari kedua variabel tersebut. Hasil tersebut digambarkan melalui uji statistik chi-square
dengan nilai p-value<0.05.
Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Abortus
Tabel 3. Tabel Silang Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Abortus di RSUD Kudus
Tahun 2023
IMT
Status Abortus
P
Abortus
Tidak Abortus
Underwieght
40 (16.3%)
17 (6.9%)
0.005
Normal
35 (14.2%)
50 (20.3%)
Overwieght
25 (10.2%)
27 (11.0%)
Obesitas
23 (9.3%)
19 (118%)
Sumber : Hasil penelitian, 2024.
Berdasarkan analisis bivariat pada indeks massa tubuh ibu yang sedang hamil
dengan insiden abortus yang divisualkan pada tabel 3 tersebut memperlihatkan adanya
keterkaitan yang signifikan dari kedua variabel tersebut. Hasil diatas digambarkan
melalui uji statistik chi-square dengan nilai p-value<0.05.
Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Abortus
Tabel 4. Tabel Silang Pekerjaan dengan Kejadian Abortus di RSUD Kudus
Tahun 2023
Pekerjaan
Status Abortus
P
Abortus
Tidak Abortus
Bekerja
72 (29.3%)
54 (22.0%)
0,022
Tidak bekerja
51 (20.7%)
69 (28.0%)
Sumber : Hasil penelitian tahun 2024.
Berdasarkan hasil analisis pada bivariat pada usia ibu yang sedang hamil dengan
insiden abortus yang divisualkan tabel 7 tersebut, menjelaskan seumpama adanya
keterkaitan signifikan dari kedua variabel. Hasil tersebut digambarkan melalui proses uji
statistik menggunakan SPSS pada chi-square pada nilai p-value <0.05.
Pembahasan
Hubungan Usia dengan Kejadian Abortus
Pernikahan remaja dan kehamilan dini meningkatkan risiko aborsi
(WHO, 2023).
Wanita hamil di bawah usia 20 tahun dapat mengalami dampak negatif terhadap
kesehatan dan perkembangan janinnya. Secara biologis, organ reproduksi pada usia ini
masih dalam tahap pematangan, belum maksimal menyebabkan belum siap pada fase
hamil
(Wiknjosastro, 2007). Kehamilan dan persalinan pada usia ini berbahaya karena
panggul perempuan masih sempit, kemudian otot pada rahim belum sempurna dan
optimal, dan pembuluh darah yang akan memasok darah ke endometrium belum mulai
terbentuk. Komplikasi seperti aborsi lebih mungkin terjadi
(Marmi dkk., 2016). Situasi
ini semakin diperburuk oleh kendala psikologis, sosial dan ekonomi yang meningkatkan
risiko aborsi
(Manuaba, 2010).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 161
Adapun keterkaitan yang terjadi antara umur ibu sedang hamil dan insiden abortus
setelah melaksanakan proses uji menggunakan software SPSS menunjukan nilai p-value
sebesar 0.000 <0.05, dan mengindikasikan jika keterkaitan pada kedua variabel tersebut
secara statistik signifikan.
Hasil pada proses penelitian sesuai atau sama dengan penelitian-penelitian
terdahulu. Menurut Hasil pada penelitian Maliana (2016) memperlihatkan jika terdapat
keterkaitan yang signifikan dari usia dan kejadian abortus, pada nilai p-value = 0.011
(<0.05). Penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti Resha Ashari di Rumah Sakit Umum
Daerag Dr. Pirngadi dari Medan tahun 2012, pada periode bulan Januari tahun 2010
hingga bulan Desember tahun 2011 menemukan jika ibu yang sedang hamil dan berumur
di bawah standar 20 tahun dan di atas standar 35 tahun mencakup 58%, sementara umur
standar 20-35 tahun mencakup 42%. Kemudian Hasil pada analisis menggunakan uji
proses chi-square melalui Pearson chi-square statistic pada level kepercayaan berupa
95%, dengan derajat kebebasan (df) = 1, menunjukkan nilai p = 0.000 (p < 0.05). Hal
tersebut mengindikasikan jika terdapat keterkaitan signifikan dari usia ibu dan kejadian
abortus
(Marmi dkk., 2016).
Hubungan IMT pada Kejadian Abortus
Di sisi lain, rendahnya nutrisi mampu disebut sebagai sebuah salah satu faktor risiko
pada insiden abortus. Indeks pada Massa suatu Tubuh (IMT) seorang ibu di bawah normal
(<18 kg/m²) sebelum pada fase kehamilan meningkatkan bahaya abortus spontan dari
pada ibu mempunyai IMT normal
(Helgstrand & Andersen, 2005).
Adapun keterkaitan yang terjadi antara umur ibu yang sedang hamil dan insiden
abortus setelah dilakukan suatu uji proses pada menggunakan software SPSS
memperlihatkan nilai p-value 0.005 <0.05, dan mengindikasikan jika keterkaitan kedua
variabel tersebut secara statistik signifikan. Hasil pada penelitian tersebut sesuai temuan
oleh Lydia M. Putri (2022) di sebuah Puskesmas daerah Kecamatan IV Kota, daerah
Kabupaten Agam, yang memperlihatkan jika status gizi ibu yang sedang hamil memiliki
keterkaitan yang mendalam terhadap insiden abortus, dengan nilai p-value (< 0,05). Hasil
pada penelitian tersebut sejalan dengan temuan peneliti Heni Wahyuni (2015) di daerah
Puskesmas Sungai Kakap, Kalimantan Barat, yang menunjukkan bahwa Indeks pada
Massa suatu Tubuh (IMT) mempunyai keterkaitan yang signifikan pada insiden abortus.
Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian Abortus
Seorang Ibu yang tetap masih bekerja memiliki beban dua kali lebih tinggi dari pada
dengan seorang ibu yang tidak bekerja/fokus dirumah saja. Peningkatan beban kerja pada
ibu yang masih bekerja disebabkan oleh beban fisik dan psikis yang lebih tinggi untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Melemahnya kondisi fisik seorang ibu akibat
beban ini dapat berdampak pada penurunan kesehatannya, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya abortus
(Asniar dkk., 2022). Selain beban fisik, ibu yang bekerja juga memiliki
beban psikis lebih tinggi akibat banyaknya energi dan waktu yang diperlukan, yang dapat
memicu stres dan berdampak pada kesehatan ibu. Kesehatan janin sangat bergantung
pada kesehatan ibu, sehingga jika kesehatan ibu menurun, hal ini juga dapat berdampak
negatif pada janin (Herdiningrat ) .
Adapun keterkaitan yang terjadi antara umur ibu yang sedang hamil dan pada
insiden abortus setelah dilaksanakan proses pengujian menggunakan software SPSS
memperlihatkan nilai p-value 0.022 <0.05, Mengindikasikan jika keterkaitan kedua
variabel tersebut secara statistik signifikan. Hal tersebut sejalan pada penelitian yang
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 162
dilaksanakan oleh Retno Restuargo di daerah Desa Jatijajar, Kecamatan Bergas, Provinsi
Semarang pada tahun 2010 yang memperlihatkan adanya keterkaitan yang signifikan dari
pekerjaan seorang ibu dengan frekuensi aborsi. Menurut seorang peneliti, Adanya
pengaruh suatu pekerjaan pada kehamilan disebabkan oleh kelelahan ibu dan stres terkait
pekerjaan. Saat seorang ibu bekerja dan mengalami stres, tubuh wanita memproduksi
hormon stres kortisol. Kortisol melintasi plasenta dan dapat mempengaruhi pada janin,
khususnya pada fase awal kehamilan. Karena pekerjaan seorang ibu mempengaruhi
frekuensi aborsi, maka sebaiknya petugas kesehatan berkomunikasi lebih sering dengan
ibu yang bekerja dan memberikan informasi kepada masyarakat tentang peningkatan
risiko aborsi di kalangan ibu yang bekerja jangka panjang
(Restuargo, 2008). Hasil
penelitian Hutapea (2017) yang memperlihatkan jika pekerjaan suatu ibu pada kehamilan
mempunyai dampak signifikan pada insiden abortus, nilai p <0.05. kemudian menurut
sebuah Penelitian oleh Septiani dan Zulmi (2015) juga mengungkapkan jika adanya
keterkaitan antara pekerjaan dan insiden pada abortus, dengan suatu nilai p-value = 0.000
(<0.05), serta analisis menunjukkan nilai Odds Ratio (OR) = 2.755. Hal ini
mengindikasikan jika ibu yang sedang hamil dan masih bekerja memiliki risiko hampir
tiga kali lipat lebih besar guna mendapatkan abortus dari pada seorang ibu-ibu yang fokus
dirumah sebagai ibu rumah tangga/tidak bekerja.
Keterbatasan Penelitian
keterbatasan pada sebuah penelitian yang di teliti berikut berupa catatan pada rekam
suatu medis yang kurang lengkap, menyebabkan data, tidak mampu di ikutkan pada
analisis. Keterbatasan lainnya adalah peneliti tidak meneliti lebih rinci mengenai beban
aktivitas dari setiap jenis pekerjaan, melainkan hanya meninjau risiko kejadian abortus
pada ibu yang sedang hamil masih bekerja dan tidak bekerja.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Kudus Tahun 2023, diperoleh
beberapa kesimpulan yaitu: terdapat keterkaitan antara usia ibu hamil dengan kejadian
abortus. Proporsi ibu hamil di bawah usia 20 tahun dan di atas 35 tahun memiliki risiko
lebih tinggi mengalami abortus dibandingkan ibu dengan usia 20-34 tahun. Selain itu,
terdapat keterkaitan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian abortus, di mana
ibu hamil dengan IMT underweight (<18,5) memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
abortus. Juga, ditemukan keterkaitan antara pekerjaan ibu hamil dengan kejadian abortus,
di mana ibu yang bekerja memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak
bekerja.
Implikasi praktis dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan
abortus pada ibu hamil harus difokuskan pada kelompok ibu yang memiliki risiko lebih
tinggi, yaitu ibu dengan usia ekstrem (<20 tahun atau >35 tahun), IMT underweight, dan
yang bekerja. Pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian khusus dan edukasi
terkait risiko-risiko tersebut, terutama bagi ibu yang berada pada kategori rentan. Program
kesehatan yang lebih intensif dan layanan konsultasi yang berfokus pada pemantauan
kesehatan ibu hamil dapat menjadi langkah penting dalam mengurangi risiko abortus.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 163
Daftar Pustaka
Amalia, M. (2015). Faktor Resiko Kejadian Abortus (Studi di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 10(1), 2329.
Asniar, Setiawati, D., & Trisnawaty. (2022). Analisa Faktor- Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Abortus. Ibnu Sina: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan - Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, 21(2), 207218.
https://doi.org/10.30743/ibnusina.v21i2.226
Baba, S., Noda, H., Nakayama, M., Waguri, M., Mitsuda, N., & Iso, H. (2011). Risk
factors of early spontaneous abortions among Japanese: a matched case-control
study. Human Reproduction, 26(2), 466472.
https://doi.org/10.1093/humrep/deq343
Budiharto. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC.
Helgstrand, S., & Andersen, A.-M. N. (2005). Maternal underweight and the risk of
spontaneous abortion. Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica, 84(12),
11971201. https://doi.org/10.1080/j.0001-6349.2005.00706.x
Hutapea, M. (2017). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Abortus di Rumah
Sakit Bangkatan PTPN II Binjai tahun 2016. Jurnal Ilmiah Kohesi, 1(1).
Jamal, H. (2023). Kepatuhan Mahasiswa terhadap Penerapan Kawasan Bebas Asap
Rokok di Kampus Universitas Hasanuddin. Public Health and Medicine Journal
(PAMA), 1(1), 0623.
Kemenkes RI. (2018). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Kemeterian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kortsmit, K., Jatlaoui, T. C., Mandel, M. G., Reeves, J. A., Oduyebo, T., Petersen, E., &
Whiteman, M. K. (2018). Abortion Surveillance United States, 2018. CDC:
Morbidity and Mortality Weekly Report, 69(7), 129.
Maliana, A. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Inkomplit
di Ruang Kebidanan . Jurnal Kesehatan, 7(1), 1725.
Manuaba, I. G. B. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB untuk
Pendidikan Bidan (Edisi 2). EGC.
Marmi, Suryaningsih, A. R. M., & Fatmawati, E. (2016). Asuhan Kebidanan. Pustaka
Pelajar.
Putri, L. M. (2022). Faktor Risiko Utama Material Penyebab Abortus di Puskesmas
Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam. Jurnal Endurance, 3(2), 383399.
https://doi.org/10.22216/jen.v3i2.1233
Restuargo, R. (2008). Hubungan Antara Status Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian Abortus
Di Desa Jatijajar Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang [Karya Tulis Ilmiah ].
STIKes Ngudi Waluyo.
Septiani, A., & Zulmi, D. (2015). Hubungan Umur Paritas dan Pekerjaan Ibu Dengan
Kejadian Abortus. Obstretika Scientika, 3(2).
https://ejurnal.latansamashiro.ac.id/index.php/OBS/article/view/176
Tuzzahro, S. F. (2021). Hubungan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Abortus. Health
Care Media, 5(2), 4752. https://doi.org/10.70633/2721-6993.167
WHO. (2023). Maternal Mortality Rate. World Health Organization .
Wiknjosastro, H. (2007). Ilmu kebidanan (A. Saifuddin & T. Rachimhadhi, Ed.; Edisi 3).
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardo.