JUSINDO, Vol. 7 No. 1, Januari 2025
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 145
Hubungan Persepsi Stres dengan Kerontokan Rambut pada
Mahasiswa Tingkat Pertama di Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara
Tesalonika Priska Kumalasari
1*
, Catharina Sagita Moniaga
2
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Kata Kunci:
Persepsi Stres; Kerontokan
Rambut; Mahasiswa
Fakultas Kedokteran
Kerontokan rambut menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi
banyak orang, karena rambut berperan penting dalam penampilan.
Faktor-faktor seperti genetik, hormon, diet, konsumsi obat tertentu,
penyakit, dan stres dapat memicu kerontokan rambut. Stres, sebagai
respons tubuh terhadap tekanan, diyakini mempengaruhi kerontokan
rambut, meskipun hasil penelitian mengenai hubungan keduanya
masih beragam. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai
hubungan antara persepsi stres dengan kerontokan rambut pada
mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara. Penelitian ini menggunakan desain penelitian
observasional analitik dengan metode potong lintang dengan 131
responden. Responden yang didapat melakukan pengisian kuesioner
Perceived Stress Scale (PSS-10) sebagai instrumen untuk menilai
persepsi stres dan dilakukan pemeriksaan hair pull test untuk menilai
kerontokan rambut yang sedang terjadi. Lepasnya rambut >2 helai
pada setiap tarikan menandakan hair pull test positif. Delapan puluh
empat koma tujuh persen responden mengalami stres sedang dan
61.8% ini mengalami kerontokan rambut. Jumlah subjek yang
memiliki persepsi stres sedang dan berat yang mengalami
kerontokan rambut sebanyak 77 orang (67,0%). Setelah dilakukan
uji chi-square didapatkan bahwa persepsi stres sedang dan berat
memiliki hubungan yang bermakna dengan kerontokan rambut (p =
0.001). Penelitian ini mendapatkan nilai prevalence risk ratio
sebesar 2.678 yang menunjukkan risiko seseorang yang memiliki
persepsi stres sedang berat untuk mengalami kerontokan rambut
lebih tinggi 2.678 kali dari seseorang yang memiliki persepsi stres
ringan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa seseorang yang
memiliki persepsi stres sedang dan berat dapat meningkatkan risiko
kerontokan rambut.
ABSTRACT
Hair loss is a worrying issue for many people, as hair plays an
important role in appearance. Factors such as genetics,
hormones, diet, consumption of certain medications, illness,
and stress can trigger hair loss. Stress, as the body's response
to pressure, is believed to affect hair loss, although research
results regarding the relationship between the two are still
mixed. This research assessed the relationship between
perceived stress and hair loss among first year medical
students at Tarumanagara University. This research uses an
analytical observational study design with a cross-sectional
method and obtained a total of 131 respondents who
completed the Perceived Stress Scale (PSS-10) questionnaire
to assess perceived stress and underwent a hair pull test to
Keywords:
Perceived Stress; Hair
Loss; Medical Students
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 146
evaluate current hair loss. The presence of >2 strands of hair
per each pull indicates a positive hair pull test. Eighty four
point seven percent of respondents have moderate stress and
61.8% of this group experiences hair loss. 77 people (67,0%)
who had moderate to severe perceived stress experienced hair
loss. Chi-square analysis indicated a significant relationship
between moderate and severe perceived stress and hair loss (p
= 0.001). This research obtained a prevalence risk ratio of
2.678, indicating that individuals with moderate to severe
perceived stress have a 2.678 times higher risk of experiencing
hair loss compared to those with mild perceived stress. This
study concludes that someone with moderate and severe
perceived stress can increase the risk of hair loss.
Coresponden Author: Tesalonika Priska Kumalasari
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Rambut adalah struktur tubuh dengan kepentingan kosmetik yang besar, terutama
bagi wanita. Kerontokan rambut merupakan suatu permasalahan rambut yang
mengkhawatirkan bagi banyak individu tanpa memandang usia dan jenis kelamin
(Umborowati & Rahmadewi, 2012). Kerontokan rambut adalah hilangnya helai rambut
melebihi kondisi normal, yaitu hingga 100 helai rambut yang terlepas dari kulit kepala
setiap harinya (Ghaffar dkk., 2024). Terdapat beberapa faktor yang diketahui dapat
memengaruhi kerontokan rambut diantaranya yaitu riwayat keluarga (androgenetic
alopecia), perubahan hormonal (disfungsi tiroid, kehamilan, menopause), penggunaan
obat-obatan, diet (defisiensi nutrien), penurunan berat badan secara cepat, penyakit
sistemik, dan stres (Morris-Jones, 2019; Shaikh dkk., 2016).
Rambut memiliki siklus hidup yang terprogram: fase pertumbuhan (anagen), fase
involusi (katagen), dan fase istirahat (telogen). Saat seseorang mengalami kejadian yang
menimbulkan stres, rambut dapat langsung masuk ke fase telogen dan selanjutnya akan
lepas dari kulit kepala yang kemudian akan memicu terjadinya kerontokan rambut
(Shaikh dkk., 2016).
Kerontokan rambut terjadi sekitar 3 bulan setelah adanya faktor
pemicu dan biasanya ketika faktor pemicu dihilangkan rambut dapat kembali bertumbuh
(Malkud, 2015).
Stres adalah pengalaman hidup yang tak terhindarkan yang dapat berkembang
ketika seseorang gagal mengatasi tekanan fisiologis dan kognitif eksternal dari kehidupan
sehari-hari. Persepsi stres didefinisikan sebagai bagaimana seseorang memahami jumlah
stres yang ia hadapi dalam suatu periode waktu (Huh dkk., 2021).
Respon stres tergantung
pada interaksi antara suatu stresor dengan komponen-komponen individu, termasuk
bagaimana mereka mempersepsikan stres tersebut. Oleh karena itu, meskipun
menghadapi stresor yang sama, respon stres dapat berbeda-beda pada masing-masing
individu (Kotwas dkk., 2017). Respon stres adalah reaksi alami manusia baik secara fisik
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 147
maupun emosional yang membantu manusia untuk tetap fokus, waspada, dan konsentrasi
agar dapat mengatasi tantangan dan ancaman dalam hidup. Meskipun stres adalah respon
tubuh yang bersifat protektif, di atas titik tertentu stres dapat menimbulkan kerusakan
pada kesehatan, produktivitas, dan kualitas hidup manusia (Devi dkk., 2019).
Saat tubuh mendeteksi adanya stresor, tubuh akan mengaktifkan berbagai respon
yang berperan dalam melawan stres, salah satunya dengan meningkatkan sekresi kortisol.
Kortisol yang meningkat diketahui dapat menurunkan proliferasi sel yang berperan dalam
mengontrol siklus pertumbuhan rambut. Hal tersebut mengakibatkan siklus pertumbuhan
rambut menjadi terganggu, antara lain timbulnya kerontokan rambut (Choi dkk., 2013).
Mahasiswa kedokteran memiliki prevalensi kejadian stres yang cukup tinggi, terutama
bagi mahasiswa tahun pertama. Hal ini disebabkan oleh hal akademis, seperti ujian,
kesulitan membagi waktu, dan materi pembelajaran yang terlalu banyak (Maulana dkk.,
2014; Widjaja & Cahyono, 2022).
Beberapa penelitian telah mengaitkan hubungan antara
tingkat stres dengan kerontokan rambut. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Damayanti (2022) yang menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
tingkat stres dengan kerontokan rambut.
12
Namun, penelitian yang dilakukan oleh
Veeramalla dkk. (2019) menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara stres
dengan kerontokan rambut. Karena adanya perbedaan hasil penelitian, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi
stres sebagai awal timbulnya kerontokan rambut. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan tersebut tidak menampilkan faktor-faktor lain yang juga dapat berdampak
terhadap kerontokan rambut. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk menilai
persepsi stres dan menganalisis hubungannya dengan kerontokan rambut serta
menampilkan variabel-variabel lain yang mungkin juga berkontribusi terhadap timbulnya
kerontokan rambut. Dengan memahami hubungan ini, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan wawasan yang bermanfaat untuk pentingnya mengelola stres dan dampak
dari persepsi stres terhadap kerontokan rambut.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan metode
potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara pada bulan Maret 2024. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa tingkat
pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara. Metode pengambilan sampel
dengan consecutive sampling. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa aktif
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2023 dan bersedia menjadi
responden penelitian. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang
terdiagnosis penyakit tertentu (hipotiroid, HIV, sifilis, tuberculosis, karsinoma, dan
anemia), mahasiswa yang sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu (retinoid oral,
antikoagulan, anti-tiroid, kontrasepsi oral, dan anti-hipertensi) dalam jangka waktu 8 12
minggu terakhir, mahasiswa dengan hair extensions, dan mahasiswa yang sedang
mengalami infeksi pada kulit kepala. Penelitian ini mendapatkan subjek sebanyak 131
responden. Penelitian ini telah melalui telaah kaji etik dari Universitas Tarumanagara.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 148
Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner Perceived Stress
Scale (PSS-10) untuk menilai persepsi stres dan melakukan pemeriksaan hair pull test
untuk memeriksa kerontokan rambut yang sedang terjadi. Perceived Stress Scale
merupakan suatu kuesioner berisikan 10 pertanyaan yang mengindikasikan seberapa
sering perasaan yang dialami dengan memberi skor: 0 (tidak pernah), 1 (hampir tidak
pernah), 2 (kadang-kadang), 3 (cukup sering), 4 (sangat sering). Nilai diperoleh dengan
cara menjumlah seluruh skor yang didapatkan dari 10 pertanyaan yang terdapat di
kuesioner PSS. Nilai yang didapat akan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (1) persepsi stres
ringan dengan rentang nilai 0-13, (2) persepsi stres sedang dengan rentang nilai 14-26,
dan (3) persepsi stres berat dengan rentang nilai 27-40. Hair pull test dilakukan dengan
menggenggam sekitar 50 60 helai rambut menggunakan ibu jari, jari telunjuk, dan jari
tengah, kemudian menariknya secara lembut menjauhi kepala. Pemeriksaan diulang
kembali pada tiga daerah kepala yang lain. Bila terdapat lebih dari 2 helai rambut yang
terlepas pada setiap tarikan hair pull test dinyatakan positif.
Hasil penelitian ini dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan
grafik. Penelitian ini juga memaparkan hasil dari uji analisis. Sebaran data kategorik
disajikan dalam bentuk proporsi, sedangkan data numerik disajikan dalam mean dan
median. Penelitian ini menggunakan uji statistik Pearson’s chi-square.
Hasil Dan Pembahasan
Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Kedokteran
Universitas Tarumanagara ini mendapatkan 131 responden dengan rata-rata usia
responden adalah 18.47.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik
Jumlah (n)
Persentase
(%)
Mean
Median
Usia
18.47
18.00
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
40
91
30.5
69.5
Indeks Massa Tubuh
<18.5
18.5 24.9
>25
23
75
33
17.6
57.3
25.2
Frekuensi cuci rambut
1 hari sekali
2 3 hari sekali
>4 hari sekali
41
80
10
31.3
61.1
7.6
Penggunaan cat rambut
Pernah
Tidak pernah
50
81
38.2
61.8
Hair smoothing / perming
Pernah
Tidak pernah
25
106
19.1
80.9
Penggunaan alat pemanas rambut
>1x perminggu
1x setiap 2-3 minggu
1x setiap 1-2 bulan
52
19
9
39.7
14.5
6.9
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 149
Beberapa kali dalam setahun
Tidak pernah
24
27
18.3
20.6
Menguncir rambut secara kuat
Ya
Tidak
40
91
30.5
69.5
Sedang menjalani diet khusus
Ya
Tidak
8
123
6.1
93.9
Vegetarian
Ya
Tidak
5
126
3.8
96.2
Tabel 1 menunjukkan responden sebagian besar adalah perempuan (69,5%) dan
sisanya adalah laki-laki (30,5%). Sebagian besar responden memiliki IMT 18,5 24,9
(57,3%). Sebagian besar responden mencuci rambut setiap 2 3 hari sekali (61,1%), tidak
pernah menggunakan cat rambut (61,8%), dan tidak pernah melakukan hair smoothing /
perming (80,9%). Sebagian besar responden menggunakan alat pemanas rambut >1x
perminggu (39,7%) dan tidak memiliki kebiasaan menguncir rambut secara kuat (69,5%).
Dari 131 responden didapatkan sebagian besar tidak sedang menjalani diet khusus
(93,9%) dan sebagian besar bukan vegetarian (96,2%).
Tabel 2. Sebaran Persepsi Stres
Frekuensi
% dari Total
16
12.2%
111
84.7%
4
3.1%
131
100%
Tabel 2 menunjukkan 12,2% responden memiliki persepsi stres ringan, 84,7%
responden memiliki persepsi stres sedang, dan 3,1% responden memiliki persepsi stres
berat. Hal ini menunjukkan sebagian besar responden pada penelitian ini memiliki
persepsi stres sedang.
Tabel 3. Sebaran Kerontokan Rambut
Hair Pull Test
Frekuensi
% dari Total
Positif
81
61.8%
Negatif
50
38.2%
Total
131
100%
Tabel 3 menunjukkan sebesar 61,8% responden memiliki hair pull test positif dan
38,2% responden memiliki hair pull test negatif. hair pull test positif menggambarkan
adanya kerontokan rambut yang sedang terjadi. Hal ini menunjukkan responden pada
penelitian ini lebih banyak yang mengalami kerontokan rambut dibandingkan dengan
yang tidak mengalami kerontokan rambut.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 150
Tabel 4. Sebaran Kerontokan Rambut Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor Risiko
Hair Pull Test
Total
Positif
Negatif
Frekuensi cuci rambut
1 hari sekali
2 3 hari sekali
>4 hari sekali
25 (61.0%)
48 (60.0%)
8 (80.0%)
16 (39.0%)
32 (40.0%)
2 (20.0%)
41
80
10
Penggunaan cat rambut
Pernah
Tidak pernah
32 (64.0%)
49 (60.5%)
18 (36.0%)
32 (39.5%)
50
81
Hair smoothing / perming*
Pernah
Tidak pernah
20 (80.0%)
61 (57.5%)
5 (20.0%)
45 (42.5%)
25
106
Penggunaan alat pemanas rambut
>1x perminggu
1x setiap 2-3 minggu
1x setiap 1-2 bulan
Beberapa kali dalam setahun
Tidak pernah
33 (63.5%)
15 (78.9%)
5 (55.6%)
14 (58.3%)
14 (51.9%)
19 (36.5%)
4 (21.1%)
4 (44.4%)
10 (41.7%)
13 (48.1%)
52
19
9
24
27
Menguncir rambut secara kuat
Ya
Tidak
25 (62.5%)
56 (61.5%)
15 (37.5%)
35 (38.5%)
40
91
Diet khusus
Ya
Tidak
5 (62.5%)
76 (61.8%)
3 (37.5%)
47 (38.2%)
8
123
Vegetarian
Ya
Tidak
2 (40.0%)
79 (62.7%)
3 (60.0%)
47 (37.3%)
5
126
Tanda (*) menunjukkan p <0.05 pada uji chi-square
Tabel 4 menunjukkan populasi yang lebih banyak mengalami kerontokan rambut
yaitu responden yang mencuci rambut >4 hari sekali (80,0%), responden yang pernah
menggunakan cat rambut (64,0%), responden yang pernah melakukan hair smoothing /
perming (80,0%), responden yang menggunakan alat pemanas rambut 1x setiap 2-3
minggu (78,9%), responden yang memiliki kebiasaan menguncir rambut secara kuat
(62,5%), responden yang sedang menjalani diet khusus (62,5%), dan responden yang
bukan merupakan vegetarian (62,7%).
Tabel 5. Hubungan Persepsi Stres dengan Kerontokan Rambut
Persepsi Stres
Hair Pull Test
P-value
Prevalence Risk
Ratio (95% CI)
Positif
Negatif
Stres Sedang +
Berat
77 (67.0%)
38 (33.0%)
0.001
2.678 (1.135
6.319)
Stres Ringan
4 (25.0%)
12 (75.0%)
Tabel 5 menunjukkan sebesar 67,0% responden yang memiliki persepsi stres
sedang dan berat mengalami kerontokan rambut. Setelah dilakukan analisis statistik
dengan menggunakan chi-square didapatkan nilai p = 0.001 yang menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara persepsi stres sedang dan berat dengan kerontokan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 151
rambut. Selain itu, didapatkan nilai prevalence risk ratio sebesar 2.678 yang
menunjukkan risiko seseorang yang memiliki persepsi stres sedang dan berat untuk
mengalami kerontokan rambut lebih tinggi 2.678 kali dari seseorang yang memiliki
persepsi stres ringan, dan 95% Confidence Interval menunjukkan besar nilai risiko
sesungguhnya di populasi berkisar antara 1.135 6.319.
Pembahasan
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 115 responden (87.8%) yang memiliki
persepsi stres sedang dan berat dan 81 responden (61.8%) yang mengalami kerontokan
rambut. Setelah dilakukan uji chi-square didapatkan nilai p = 0.001 yang menandakan
adanya hubungan yang bermakna antara persepsi stres sedang dan berat dengan kejadian
kerontokan rambut pada mahasiswa tahun pertama di Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara.
Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar responden memiliki persepsi stres
sedang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kegembiraan sebagai suasana hati positif
mengalami penurunan, sementara depresi meningkat selama tahun pertama pendidikan
kedokteran. Suasana hati positif merupakan faktor pelindung dari persepsi stres (Heinen
dkk., 2017; Wolf dkk., 1991). Penelitian yang dilakukan oleh Maulana dkk. menunjukkan
terdapat perbedaan tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua dengan
tingkat stres berat lebih banyak terjadi pada mahasiswa tahun pertama. Perbedaan tingkat
stres pada mahasiswa tahun pertama kedokteran dengan mahasiswa tahun berikutnya
dapat dijelaskan oleh fakta bahwa mahasiswa tahun berikutnya secara bertahap telah
beradaptasi dengan lingkungan dan kurikulum kedokteran, sehingga mengurangi persepsi
stres yang dimiliki. Penyebab utama persepsi stres yang lebih tinggi pada mahasiswa
tahun pertama Fakultas Kedokteran meliputi metode pembelajaran yang tidak sesuai,
lingkungan belajar yang tidak memuaskan di kampus, ketakutan akan kegagalan dalam
ujian, dan masalah sosial (Saeed dkk., 2016).
Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar responden mengalami kerontokan
rambut. Selain oleh persepsi stres sedang dan berat, kerontokan rambut pada penelitian
ini mungkin dipengaruhi oleh faktor risiko lainnya. Faktor risiko yang dimaksud
diantaranya adalah frekuensi cuci rambut, penggunaan cat rambut, riwayat hair
smoothing / perming, penggunaan alat pemanas rambut, kebiasaan menguncir rambut
secara kuat, sedang menjalani diet khusus, dan vegetarian. Berdasarkan hasil penelitian
ini ditemukan bahwa riwayat hair smoothing / perming kemungkinan memiliki pengaruh
pada kerontokan rambut, sedangkan faktor risiko lain tidak ditemukan berpengaruh pada
kerontokan rambut.
Prosedur hair smoothing / perming dapat memengaruhi kerontokan rambut karena
panas yang dihasilkan selama proses cat rambut dan hair smoothing / perming. Jika
menimbulkan cedera panas yang berat, folikel rambut pada tempat yang mengalami
kerusakan tidak dapat melakukan regenerasi. Hal ini dapat menyebabkan kerontokan
rambut lokal (He dkk., 2023).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 152
Penjelasan mengenai hubungan antara persepsi stres dan kerontokan rambut
berkaitan dengan tingginya kortisol pada keadaan stres. Persepsi stres akan dikenali oleh
sistem limbik yaitu amigdala. Amigdala akan mengenali ini sebagai situasi yang
mengancam lalu sinyal dikirimkan ke hipotalamus. Hipotalamus yang teraktivasi akan
mensekresi Corticotropin Releasing Hormone (CRH) yang akan menstimulasi hipofisis
anterior untuk mensekresi Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) yang lebih lanjut akan
memberi sinyal ke korteks adrenal untuk memproduksi kortisol (Hasan dkk., 2022).
Kortisol diketahui dapat mempengaruhi fungsi dan regulasi siklus folikel rambut.
Kortisol yang tinggi dihubungkan dengan penurunan pembentukan modulator folikel
rambut seperti proteoglikan dan hialuronan yang memiliki peran penting terhadap
aktivitas folikel rambut (Lehrer dkk., 2020). Proteoglikan berperan dalam menginduksi
dan memelihara fase anagen. Penurunan proteoglikan dalam folikel rambut dapat
menyebabkan hipotrofi folikel rambut yang kemudian dapat mengganggu aktivitas
proliferatif fase anagen dan menginduksi folikel rambut untuk memasuki fase katagen
dan kemudian memasuki fase telogen. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
kerontokan rambut (Wadstein dkk., 2020).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afnan dkk. (2023) di
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara stres psikis dengan kerontokan rambut pada mahasiswa tingkat awal
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Penelitian yang dilakukan oleh Damayanti
di Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan dan oleh Chairani di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang juga menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara tingkat stres dengan kerontokan rambut (Chairani AN., 2020;
Damayanti, 2022).
Penelitian yang dilakukan oleh Walli dkk. (2013) pada Mahasiswi Fakultas
Kedokteran di Pakistan memiliki hasil yang berbeda. Pada penelitian tersebut tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan kerontokan rambut.
Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah subjek yang mengalami
kerontokan rambut pada penelitian ini hanya 7 dari 375 responden. Penelitian yang
dilakukan oleh Veeramalla dkk. (2019) di India juga menunjukkan tidak adanya
hubungan yang bermakna antara stres dengan kerontokan rambut. Pada penelitian ini
didapatkan sebanyak 29.4% subjek yang mengalami kerontokan rambut. Perbedaan hasil
penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
interpretasi hasil hair pull test. Pada kedua penelitian tersebut, hair pull test dinyatakan
positif ketika terdapat >6 helai rambut yang terlepas pada penarikan sekitar 40-60 helai
rambut. Oleh karena itu, jumlah subjek yang mengalami kerontokan rambut pada kedua
penelitian tersebut lebih sedikit. Studi terbaru menunjukkan hasil hair pull testyang
menggambarkan suatu kerontokan rambut yaitu ketika terdapat >2 helai rambut yang
terlepas pada setiap penarikan 50-60 helai rambut (McDonald dkk., 2017).
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu jumlah subjek
yang didapat dari penelitian ini masih terbatas dan memungkinkan untuk ditambahkan
supaya didapatkan hasil penelitian yang lebih valid. Keterbatasan lain yaitu media
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 153
pengambilan data yang menggunakan kuesioner sehingga terdapat kemungkinan
responden tidak mengerti dengan baik pertanyaan dari kuesioner yang diberikan.
Pengambilan data dengan metode wawancara secara langsung mungkin akan lebih
memudahkan komunikasi dengan subjek penelitian secara langsung sehingga
menghindari ketidakpahaman subjek penelitian pada pertanyaan yang diberikan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian hubungan antara persepsi stres dan kejadian
kerontokan rambut pada mahasiswa tingkat pertama di Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara dapat disimpulkan bahwa didapatkan 115 responden (87.8%) yang
memiliki persepsi stres sedang dan berat. Pada populasi subjek yang memiliki persepsi
stres sedang dan berat didapatkan 77 (67.0%) diantaranya mengalami kerontokan rambut
yang ditunjukkan dengan pemeriksaan hair pull test positif. Hal ini menunjukkan
populasi subjek yang memiliki persepsi stres sedang dan berat lebih banyak yang
mengalami kerontokan rambut dibandingkan populasi subjek yang memiliki persepsi
stres ringan. Selain itu, penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara persepsi stres sedang dan berat dengan kerontokan rambut dan risiko seseorang
yang memiliki persepsi stres sedang berat untuk mengalami kerontokan rambut lebih
tinggi 2.678 kali dari seseorang yang memiliki persepsi stres ringan.
Diharapkan dengan adanya penelitian ini masyarakat khususnya mahasiswa/i
Fakultas Kedokteran tingkat pertama dapat mengetahui bahwa persepsi stres dapat
meningkatkan risiko terjadinya kerontokan rambut sehingga diharapkan dapat melakukan
manajemen stres dengan baik untuk mengurangi persepsi stres pada suatu keadaan yang
penuh tekanan.
Daftar Pustaka
Afnan, A., Radityastuti, R., Wulandari, D. R., & Kusumaningrum, N. (2023). Hubungan
Stres Psikis dengan Kerontokan Rambut (Telogen Effluvium) pada Mahasiswa
Tingkat Awal dan Akhir Program Studi Kedokteran Universitas Diponegoro [Thesis
(Undergraduate), Universitas Diponegoro].
https://eprints2.undip.ac.id/id/eprint/18628
Chairani AN. (2020). Hubungan antara Tingkat Stres terhadap Kejadian Kerontokan
Rambut (Telogen Effluvium) pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang Tahun Pertama [Universitas Muhammadiyah Malang].
https://oa.mg/work/3129082127
Choi, S.-J., Cho, A.-R., Jo, S.-J., Hwang, S. T., Kim, K. H., & Kwon, O. S. (2013). Effects
of glucocorticoid on human dermal papilla cells in vitro. The Journal of Steroid
Biochemistry and Molecular Biology, 135, 2429.
https://doi.org/10.1016/j.jsbmb.2012.11.009
Damayanti, A. M. (2022). Hubungan tingkat stres dengan kejadian kerontokan rambut
(Telogen Effluvium) pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pelita
Harapan [Thesis (Bachelor), Universitas Pelita Harapan].
http://repository.uph.edu/id/eprint/51709
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 154
Devi, CH. B. P., Reddy, M. A., Zahan, O., & Sharma, J. (2019). The Effect of Stress on
Human Life. Adalya Journal, 8, 792811.
https://www.researchgate.net/profile/Praveena-
Devi/publication/337445248_THE_EFFECT_OF_STRESS_ON_HUMAN_LIFE/l
inks/5dd7f216299bf10c5a287713/THE-EFFECT-OF-STRESS-ON-HUMAN-
LIFE.pdf
Ghaffar, F., Naz, L., Khurram, R., Ramzan, A., & Arif, H. (2024). Prevalence and risk
factor of hair fall and its relation with stress in healthy female subjects: A survey
based study. Journal of Pakistan Association of Dermatologists, 34(2), 506510.
https://jpad.com.pk/index.php/jpad/article/view/2503
Hasan, R., Juma, H., Eid, F. A., Alaswad, H. A., Ali, W. M., & Aladraj, F. J. (2022).
Effects of Hormones and Endocrine Disorders on Hair Growth. Cureus.
https://doi.org/10.7759/cureus.32726
He, Y., Cao, Y., Nie, B., & Wang, J. (2023). Mechanisms of impairment in hair and scalp
induced by hair dyeing and perming and potential interventions. Frontiers in
Medicine, 10. https://doi.org/10.3389/fmed.2023.1139607
Heinen, I., Bullinger, M., & Kocalevent, R.-D. (2017). Perceived stress in first year
medical students - associations with personal resources and emotional distress. BMC
Medical Education, 17(1), 4. https://doi.org/10.1186/s12909-016-0841-8
Huh, H. J., Kim, K. H., Lee, H.-K., Jeong, B. R., Hwang, J. H., & Chae, J.-H. (2021).
Perceived Stress, Positive Resources and Their Interactions as Possible Related
Factors for Depressive Symptoms. Psychiatry Investigation, 18(1), 5968.
https://doi.org/10.30773/pi.2020.0208
Kotwas, I., McGonigal, A., Bastien-Toniazzo, M., Bartolomei, F., & Micoulaud-Franchi,
J.-A. (2017). Stress regulation in drug-resistant epilepsy. Epilepsy & Behavior, 71,
3950. https://doi.org/10.1016/j.yebeh.2017.01.025
Lehrer, H. M., Steinhardt, M. A., Dubois, S. K., & Laudenslager, M. L. (2020). Perceived
stress, psychological resilience, hair cortisol concentration, and metabolic syndrome
severity: A moderated mediation model. Psychoneuroendocrinology, 113, 104510.
https://doi.org/10.1016/j.psyneuen.2019.104510
Malkud, S. (2015). Telogen Effluvium: A Review. Journal of Clinical and Diagnostic
Research. https://doi.org/10.7860/JCDR/2015/15219.6492
Maulana, Z., Soleha, T., Saftarina, F., & Siagian, J. (2014). . Perbedaan Tingkat Stres
antara Mahasiswa Tahun Pertama dan Tahun Kedua di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Medical Journal of Lampung University, 154162.
McDonald, K. A., Shelley, A. J., Colantonio, S., & Beecker, J. (2017). Hair pull test:
Evidence-based update and revision of guidelines. Journal of the American Academy
of Dermatology, 76(3), 472477. https://doi.org/10.1016/j.jaad.2016.10.002
Morris-Jones, R. (2019). ABC of Dermatology (7Th Edition). Wiley-Blackwell.
Saeed, A., Bahnassy, A., Al-Hamdan, N., Almudhaibery, F., & Alyahya, A. (2016).
Perceived stress and associated factors among medical students. Journal of Family
and Community Medicine, 23(3), 166. https://doi.org/10.4103/2230-8229.189132
Shaikh, S., Shaikh, S., Shaikh, S., Shaikh, A., & Saleem., S. (2016). Prevalence of Hair
Loss and Stress as the Cause; A Cross-Sectional Study. International Journal of
Advanced Research, 4(7), 327333. https://doi.org/10.21474/IJAR01/924
Umborowati, M. R., & Rahmadewi, R. (2012). Rambut Rontok Akibat Lingkungan dan
Kosmetik. Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, 24(1), 3542.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 155
Veeramalla, G. M., Pratap, K. V. N. R., Padma, M., Kalyan, S., & Srikanth, S. (2019).
Prevalence of Stress and its Relation to Hairfall Among Dental Students.
International Journal of Research in Engineering, Science and Management, 2(10),
1920.
Wadstein, J., Thom, E., & Gadzhigoroeva, A. (2020). Integral Roles of Specific
Proteoglycans in Hair Growth and Hair Loss: Mechanisms behind the Bioactivity of
Proteoglycan Replacement Therapy with Nourkrin® with Marilex® in Pattern Hair
Loss and Telogen Effluvium. Dermatology Research and Practice, 2020, 117.
https://doi.org/10.1155/2020/8125081
Walli, H., Ghazal, H., German, S., Ali, M., & Zuberi, B. F. (2013). Prevalence of Stress
and its Relation to Hair Fall in Female Medical Student. J Pioneer Med Sci, 3(4),
205207.
Widjaja, S., & Cahyono, A. (2022). Stress Analytics of Medical Students at Faculty of
Medicine University of Surabaya. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia: The
Indonesian Journal of Medical Education, 11(3), 319.
https://doi.org/10.22146/jpki.64881
Wolf, T. M., Almen, T. K., Faucett, J. M., Randall, H. M., & Franklin, F. A. (1991).
Psychosocial changes during the first year of medical school. Medical Education,
25(3), 174181. https://doi.org/10.1111/j.1365-2923.1991.tb00049.x