Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 7, No. 1, Januari 2025 | 165
Pendahuluan
Kesehatan merupakan salah satu hal yang paling terintegrasi dalam kehidupan.
Individu yang memiliki gaya hidup sehat membuat kondisi tubuhnya tetap sehat dan
pikiran yang tetap aktif dan segar (Saputri dkk., 2022). Salah satu alat ukur kondisi sehat
tubuh manusia ialah menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index
(BMI) (Leokuna & Malinti, 2020). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang
dilakukan untuk skrining obesitas dan risiko kesehatan yang ditimbulkannya. IMT diukur
berdasarkan berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan
dalam meter (kg/m
2
) (Kemenkes, 2019).
Indeks massa tubuh merupakan perkiraan terhadap lemak tubuh dan risiko
kesehatan yang dirimbulkan dengan lemak tubuh berlebih. Semakin tinggi indeks massa
tubuh, maka semakin tinggi risiko penyakit yang dapat dialami. Terdapat 14,5%
penduduk Indonesia yang memiliki indeks massa tubuh obesitas, dengan persentase
penduduk obesitas terbesar berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 23.2% (Badan
Penelitian dan Pengembangan Keseatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2018). Salah satu penyakit yang timbul dari indeks massa tubuh tinggi atau obesitas ialah
osteoartritis (CDC, 2020).
Osteoartritis (OA) merupakan salah satu bentuk yang umum terjadi dari penyakit
sendi. Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeratif yang dapat mempengaruhi
banyak jaringan di sekitar sendi. Pada osteoartritis, kartilago (tulang rawan) yang berada
di dalam sendi mengalami kerusakan secara perlahan (pengapuran) sehingga mengubah
bentuk tulang (CDC, 2020). Patogenesis osteoartritis pada individu dengan obesitas
dimulai dari berlebihnya jaringan adiposa. Kondisi ini dapat meningkatkan sintesis faktor
endokrin seperti lleptin yang mempengaruhi pertumbuhan dan perubahan jaringan lain
yang memicu terjadinya OA. Selain itu efek inflamasi sistemik terhadap jarinan adiposa
pada individu obesitas turut berperan dalam perubahan karakteristik tulang rawan
(Alamsyah, 2021; Aspden, 2011; Kemenkes, 2021).
Osteoartritis dapat terjadi diberbagai rentang usia. Menurut laporan Riset
Kesehatan Daera (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penyakit sendi termasuk osteoartritis
ialah sebesar 7,30 % penduduk. Rentang usia yang paling memilki persentase tertinggi
penyakit sendi termasuk osteoatritis ialah >65 tahun yakni 37,58%, lalu usia 55-64
sebesar 15,55%, dan usia 45-54 sebesar 11,08% (Badan Penelitian dan Pengembangan
Keseatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Berdasarkan prevalensi
tersebut, kelompok usia yang paling rentan terkena osteoartritis ialah kelompok lansia
atau individu dengan usia lebih dari sama dengan 65 tahun.
Saat individu memasuki usia lanjut, tubuh juga akan mengalami penuaan sistem
muskuloskeletal. Penuaan dapat mempengarui jaringan sendi dan fungsi sendi sehingga
meningkatkan terjadinya osteoartritis (Shane Anderson & Loeser, 2010). Sepanjang
manusia hidup, tulang akan mengalami siklus dinamis yakni terjadi pembentukan tulang
baru dan tulang lama akan mengalami penghancuran. Ketika manusia semakin tua, proses