JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 869
Perbandingan Uji Kapasitas Total Antioksidan Ekstrak Daun Kelor
dengan Metode DPPH, FRAP, dan ABTS
Nawaika Shafira Putri
1
, David Limanan
2*
, Eny Yulianti
3
, Frans Ferdinal
4
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
Email: nawaika.405210082@stu.untar.ac.id, david[email protected]
ABSTRAK
Kata Kunci:
Reaksi oksidasi adalah proses alami dalam tubuh manusia yang
terjadi selama metabolisme sel dan respirasi, menghasilkan reactive
oxygen species (ROS) atau radikal bebas. Ketidakseimbangan antara
produksi ROS yang berlebihan dan pertahanan antioksidan yang
tidak memadai dapat menyebabkan stres oksidatif, yang berdampak
negatif pada molekul biologis seperti karbohidrat, protein, lipid, dan
DNA. Stres oksidatif ini berkontribusi pada berbagai penyakit,
termasuk radang sendi, aterosklerosis, diabetes, kanker, dan
gangguan neurodegeneratif, serta mempercepat penuaan.
Antioksidan berperan penting dalam menetralkan radikal bebas dan
memperbaiki kerusakan akibat stres oksidatif. Daun kelor (Moringa
oleifera L) dikenal kaya akan nutrisi dan antioksidan, termasuk
vitamin C, vitamin E, flavonoid dan tanin. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi kapasitas total antioksidan dari ekstrak daun
kelor menggunakan tiga metode yang berbeda, yaitu DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil), FRAP (Ferric Reducing Antioxidant
Power), dan ABTS (2,2'-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic
acid)). Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometer Genesys 30-vis, dan data dianalisis menggunakan
grafik dari program GraphPad Prism versi 7.0 (La Jolla, California,
USA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak daun
kelor dengan metode DPPH adalah 71,011 μg/mL, yang tergolong
antioksidan kuat (50-100 μg/mL). Dengan metode FRAP, nilai IC50
16,943 μg/mL, dengan metode ABTS nilai IC50 sebesar 25,533
μg/mL; keduanya termasuk dalam kategori antioksidan sangat kuat
(<50 μg/mL). Hasil ini menunjukkan bahwa metode FRAP dan
ABTS lebih sensitif dalam mendeteksi kapasitas antioksidan ekstrak
daun kelor dibandingkan metode DPPH. Penelitian ini menunjukkan
potensi ekstrak daun kelor sebagai sumber antioksidan alami yang
berpotensi mencegah penyakit terkait stres oksidatif.
ABSTRACT
Oxidation reactions are natural processes in the human body
that occur during cellular metabolism and respiration,
producing reactive oxygen species (ROS) or free radicals. An
imbalance between excessive ROS production and inadequate
antioxidant defense can lead to oxidative stress, which
negatively impacts biological molecules such as
carbohydrates, proteins, lipids and DNA. This oxidative stress
contributes to a variety of diseases, including arthritis,
atherosclerosis, diabetes, cancer, and neurodegenerative
disorders, and accelerates aging. Antioxidants play an
important role in neutralizing free radicals and repairing
damage caused by oxidative stress. Moringa leaves (Moringa
oleifera L) are known to be rich in nutrients and antioxidants,
Antioksidan; DPPH; FRAP;
ABTS; Kelor
Keywords:
Antioxidant; DPPH; FRAP;
ABTS; Moringa
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 870
including vitamin C, vitamin E, flavonoids, and tannins. This
study aims to evaluate the total antioxidant capacity of
Moringa leaf extract using three different methods, namely
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), FRAP (Ferric
Reducing Antioxidant Power), and ABTS (2,2'-azinobis- (3-
ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)). Absorbance
measurements were carried out using a Genesys 30-vis
spectrophotometer, and data were analyzed using graphs from
the GraphPad Prism program version 7.0 (La Jolla,
California, USA). The research results showed that the IC
50
value of Moringa leaf extract using the DPPH method was
71.011 μg/mL, which is classified as a strong antioxidant (50-
100 μg/mL). With the FRAP method, the IC
50
value is 16.943
μg/mL, and with the ABTS method, the IC
50
value is 25.533
μg/mL; both are included in the powerful antioxidant category
(<50 μg/mL). These results indicate that the FRAP and ABTS
methods are more sensitive in detecting the antioxidant
capacity of Moringa leaf extract than the DPPH method. This
research shows the potential of Moringa leaf extract as a
source of natural antioxidants that have the potential to
prevent diseases related to oxidative stress.
Coresponden Author: David Limanan
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, reaksi oksidasi sering terjadi. Sebagai contohnya
adalah metabolisme sel dan respirasi terjadi di dalam tubuh manusia (Tariq dkk., 2022).
Proses oksidasi ini menghasilkan zat yang dikenal sebagai Reactive Oxygen Species
(ROS), atau juga yang dikenal sebagai radikal bebas. Ketika produksi ROS yang
berlebihan dan/atau pertahanan antioksidan yang tidak memadai, keseimbangan alami ini
terganggu, sehingga terjadi peningkatan jumlah ROS yang dapat mengakibatkan
terjadinya stres oksidatif
(Ogbunugafor dkk., 2011a). Reactive Oxygen Species memiliki
kemampuan untuk menyerang dan menyebabkan kerusakan oksidatif pada berbagai
molekul biologis, yaitu karbohidrat, protein, lipid, dan DNA(2,3). Kondisi seperti ini
memiliki potensi untuk memicu berbagai jenis penyakit, seperti radang sendi, gangguan
hati, aterosklerosis, diabetes, kanker, gangguan neurodegeneratif, dan juga mempercepat
proses penuaan. Salah satu strategi untuk mengatasi ROS yang berlebih adalah dengan
memanfaatkan antioksidan (Schieber & Chandel, 2014b).
Antioksidan memiliki kemampuan untuk melawan radikal bebas melalui berbagai
mekanisme, termasuk mencegah terbentuknya radikal bebas, menetralkan radikal bebas
yang ada, menginduksi sinyal dalam sel, dan memperbaiki kerusakan akibat stres
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 871
oksidatif (Abdal Dayem dkk., 2017; Schieber & Chandel, 2014b). Klasifikasi antioksidan
dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu non-enzimatik dan enzimatik seperti superoxide
dismutase (SOD), catalase (CAT), dan glutathione peroxidase (GPx). Sumber-sumber
alami seperti dari tanaman merupakan cara untuk memperoleh antioksidan dalam tubuh
(Alimsyah, 2020; Xu dkk., 2017).
Pohon kelor (Moringa oleifera L) sudah terbukti secara ilmiah sebagai sumber gizi
yang memberikan manfaat yang penting. Kelor dikenal dengan beberapa sebutan, antara
lain The miracle Tree, Tree for life, dan Amazing Tree. Sebutan tersebut dicetuskan karena
semua elemen dari pohon kelor seperti daun, buah, biji, bunga, kulit batang hingga akar
memiliki manfaat yang istimewa (Saputra dkk., 2021). Salah satu bagian yang memiliki
manfaat yang paling signifikan dari kelor adalah daunnya. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukan bahwa daun kelor kaya akan mineral, asam amino essensial, serta berbagai
antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, flavonoid, tanin, dan masih banyak lainnya.
Bahkan, kemampuan antioksidan daun kelor segar mencapai 7 kali lipat dari vitamin C
(Oduro dkk., 2008). Daun kelor juga mengandung flavonoid jenis kuersetin, yang
memiliki kekuatan antioksidan 4 sampai 5 kali lebih besar dibandingkan dengan vitamin
C dan vitamin E (Daba, 2016).
Menyadari potensi antioksidan serta khasiat yang terdapat pada daun kelor
(Moringa oleifera L), peneliti tertarik untuk mengeksploarasi lebih lanjut total kapasitas
antioksidan dari ekstrak daun kelor menggunakan tiga metode yang berbeda yaitu, DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power), dan ABTS
(2,2'-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)). Tujuan penelitian ini adalah
membandingkan kapasitas antioksidan yang diperoleh dari ketiga metode berbeda
tersebut guna menentukan metode mana yang memberikan nilai kapasitas antioksidan
tertinggi.
Metode Penelitian
Penelitian eksperimental yang bersifat in vitro dengan tujuan untuk menguji
kapasitas total antioksidan menggunakan dengan tiga metode yaitu, DPPH, FRAP, dan
ABTS dengan mengukur nilai inhibitor concentration (IC
50
). Data diambil absorbansi
menggunakan Spektrofotometer genesys 30-Vis dan disajikan dalam format tabel dan
kurva. Kemudian data dianalisis dengan aplikasi GraphPad prism v.7.0. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Biologi Molekuler, Gedung J Lantai 1,
Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara, Jl. S. Parman, No.1 Grogol, Jakarta
Barat.
Alat dan Bahan
Selama proses studi digunakan alat dan bahan. Peralatan studi berupa blender,
lemari pendingin, timbangan digital, Alumunium foil, kertas saring, kapas, plastic wrap,
corong perkolasi, batang pengaduk, gelas ukur, gelas kimia, labu ukur, labu erlenmeyer,
tabung reaksi, saringan, penjepit kayu, rak tabung reaksi, micropipette, microtube,
spatula, pipet tetes, vortex mixer, Spektrofotometer genesys 30-Vis, dan Rotatory
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 872
evaporator. Bahan yang digunakan yaitu ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L)
meliputi air, air suling, DPPH, ABTS, FRAP, larutan metanol, larutan etanol, sodium
acetate trihydrate, TPTZ, FeCl
3
.6H
2
O, asam asetat, kalium persulfate.
Pembuatan Ekstrak Daun Kelor
Pembuatan esktrak daun kelor dimulai dengan dipisahkan daun dengan batangnya
dan dibiarkan mengering pada suhu ruang di tempat yang terlindung dari sinar matahari
untuk mencegah oksidasi. Setelah daun kering, daun digiling menjadi bentuk serbuk
(simplisia). Simplisia kemudian diekstrak menggunakan metode dingin, yaitu maserasi
dan perkolasi dengan campuran metanol. Setelah didapatkan ekstrak selanjutnya
dievaporasi menggunakan rotatory evaporator hingga menjadi bentuk pasta.
Penelitian
1. Pembuatan Larutan DPPH
1,97 mg bubuk DPPH ditimbang, kemudian dilarutkan dalam 100 mL metanol dalam
labu takar untuk membuat larutan DPPH. Setelah itu dihomogenisasi dan ditutup
dengan alumunium foil agar cahaya tidak masuk.
2. Pembuatan Larutan FRAP
Untuk membuat larutan FRAP, pertama-tama timbang 187 mg sodium acetate
trihydrate dan campurkan dengan 16 mL asam asetat. Tambahkan air suling
(aquades) hingga mencapai volume total 250 mL dalam labu ukur. Selanjutnya,
larutkan 150 mg TPTZ dalam 40 mL HCl, lalu tambahkan air suling hingga volume
larutan mencapai 50 mL. Untuk larutan ketiga, larutkan 270 mg FeCl₃·6H₂O dengan
air suling hingga mencapai volume 100 mL dalam labu ukur. Setelah ketiga larutan
ini siap, campurkan 25 mL larutan sodium acetate, 2,5 mL larutan TPTZ, dan 2,5 mL
larutan FeCl₃·6H₂O ke dalam satu labu ukur. Tambahkan air suling hingga total
volume campuran mencapai 100 mL. Larutan FRAP yang sudah dibuat ini siap
digunakan untuk pengujian lebih lanjut.
3. Pembuatan Larutan ABTS
Larutan ABTS dibuat dengan membagi ABTS (28,4 mg) dan kalium persulfat
(14 mg) menjadi dua wadah yang sama besar. Masing-masing wadah kemudian
dicampur dengan 20 mL etanol. Mereka dihomogenisasi dan diinkubasi selama
12 jam di ruangan dingin. Setelah itu kedua larutan tersebut ditempatkan dalam
wadah segar dan dicampur dengan etanol hingga volumenya mencapai 100 mL.
4. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Sebanyak 0,01 gram ekstrak daun kelor dilarutkan dalam 10 mL metanol
menggunakan gelas ukur. Selanjutnya, ekstrak ini dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dengan konsentrasi masing-masing 50 µg/mL, 100 µg/mL, 150 µg/mL, dan
200 µg/mL (Tabel 1). Metanol kemudian ditambahkan hingga total volume dalam
tabung reaksi mencapai 10 mL. Dalam tabung reaksi baru, campurkan masing-
masing 0,5 mL larutan sampel dengan 3,5 mL larutan DPPH. Setelah itu, campuran
ini dihomogenkan dan didiamkan di ruangan gelap selama 30 menit, kemudian
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 873
analisis dilakukan menggunakan spektrofotometer Genesys 30-Vis pada panjang
gelombang 517 nm.
Tabel 1 Konsentrasi, % Inhibisi, dan Nilai IC
50
Ekstrak Daun Kelor
dengan Metode DPPH
Konsentrasi
Ekstrak
(µg/mL)
Rata rata
Absorbansi
(µg/mL)
Persentase
Inhibisi
(%)
IC
50
(µg/mL)
50
0,323
40,842
71,011
100
0,2
63,370
150
0,154
71,795
200
0,079
85,531
5. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Metode FRAP
Sebanyak 0,02 gram ekstrak daun kelor ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL air
suling (aquades). Selanjutnya, larutan ini diatur dalam berbagai konsentrasi yaitu 5
µg/mL, 10 µg/mL, 15 µg/mL, dan 20 µg/mL sebagaimana tercantum pada Tabel 2.
Kemudian, aquades ditambahkan hingga volume total mencapai 10 mL. Pada tabung
reaksi, larutan ekstrak ini dicampur dengan larutan FRAP dalam perbandingan 1:3,
artinya 1 mL sampel dicampur dengan 3 mL larutan FRAP. Campuran tersebut
kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer Genesys 30-Vis pada panjang
gelombang 593 nm untuk menghasilkan kurva standar.
Tabel 2 Konsentrasi, % Inhibisi, dan Nilai IC
50
Ekstrak Daun Kelor
dengan Metode FRAP
Konsentrasi
Ekstrak
(µg/mL)
Persentase Inhibisi
(%)
IC
50
(µg/mL)
5
18,750
16,943
10
34,177
15
45,883
20
56,667
6. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Metode ABTS
Sebanyak 0,02 gram ekstrak daun kelor dilarutkan dalam 10 mL etanol. Ekstrak ini
kemudian disiapkan dalam lima tabung reaksi dengan konsentrasi masing-masing 10
µg/mL, 20 µg/mL, 30 µg/mL, 40 µg/mL, dan 50 µg/mL (Tabel 3). Selanjutnya,
setiap ekstrak tersebut dicampurkan dengan larutan ABTS dalam tabung reaksi baru
dengan rasio 1:1, yaitu 1 mL ekstrak dicampur dengan 1 mL larutan ABTS. Hasil
campuran ini kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer Genesys 30-Vis
pada panjang gelombang 734 nm untuk membuat kurva standar.
Tabel 3 Konsentrasi, % Inhibisi, dan Nilai IC
50
Ekstrak Daun Kelor
dengan Metode ABTS
Konsentrasi Ekstrak
(µg/mL)
Persentase Inhibisi
(%)
IC
50
(µg/mL)
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 874
10
26,316
25,553
20
40,789
30
60,526
40
69,737
50
85,526
Hasil Dan Pembahasan
Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dengan Metode DPPH
Penentuan kapasitas antioksidan total menggunakan metode DPPH dilakukan
dengan menghitung nilai IC
50
, yaitu konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk
menurunkan aktivitas DPPH sebesar 50%. Perubahan warna dari ungu menjadi kuning
digunakan sebagai indikator utama dalam penentuan ini. Kurva standar untuk ekstrak
daun kelor menunjukkan nilai sebesar 0,9637 (Gambar 1). Hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa nilai IC50 untuk metode DPPH adalah 71,011 µg/mL (Tabel 1),
yang menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Alimsyah et al, nilai IC50 untuk ekstrak daun kelor
ditemukan sebesar 79 µg/mL. Sementara itu, penelitian Asisi dkk. (2021)
mengindikasikan bahwa ekstrak daun kelor memiliki kapasitas antioksidan sebesar
68,321 µg/mL. Hal ini menegaskan bahwa ekstrak daun kelor memiliki kapasitas
antioksidan yang kuat menurut metode DPPH dan berpotensi besar sebagai sumber
antioksidan.
Gambar 1 Kurva Persentase Inhibisi Ekstrak Daun Kelor dengan Metode DPPH
Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dengan Metode FRAP
Pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode FRAP berkaitan dengan
kemampuan campuran antioksidan untuk mereduksi zat besi melalui transfer elektron.
Dalam lingkungan asam, antioksidan mengubah ion Fe³⁺ menjadi Fe²⁺, yang ditandai
dengan perubahan warna dari kuning menjadi biru. Kurva standar untuk ekstrak daun
kelor menunjukkan nilai sebesar 0,9927 (Gambar 2). Nilai IC₅₀ ekstrak daun kelor
adalah 16,934 μg/mL (Tabel 2), yang menunjukkan bahwa ekstrak ini memiliki kapasitas
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 875
antioksidan yang sangat kuat. Penelitian ini konsisten dengan hasil yang dilaporkan oleh
Jaiswal dkk. (2017), di mana nilai IC₅₀ untuk ekstrak daun kelor adalah 28,65 μg/mL,
juga termasuk dalam kategori antioksidan yang sangat kuat. Dalam studi lain oleh
Wangcharoen dan Gomolmanee (2011), nilai IC₅₀ ekstrak daun kelor ditemukan sangat
kuat pada 5,44 μg/mL. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor memiliki
potensi yang signifikan sebagai sumber antioksidan alami. Aktivitas antioksidan yang
tinggi ini dapat memberikan perlindungan terhadap sel-sel dari kerusakan yang
disebabkan oleh radikal bebas oksidatif.
Gambar 2 Kurva Persentase Inhibisi Ekstrak Daun Kelor dengan Metode FRAP
Hasil Uji Kapasitas Antioksidan dengan Metode ABTS
Pengujian antioksidan menggunakan metode ABTS didasarkan pada prinsip pengukuran
pengurangan warna kation ABTS, yang digunakan untuk menilai kapasitas antioksidan
dalam bereaksi langsung dengan radikal kation ABTS. Aktivitas antioksidan dievaluasi
melalui perubahan warna dari biru-hijau menjadi transparan. Standar kurva ekstrak daun
kelor menunjukkan nilai sebesar 0,9908 (Gambar 3). Nilai IC₅₀ untuk ekstrak daun
kelor adalah 25,533 μg/mL (Tabel 3), yang tergolong dalam kategori antioksidan yang
sangat kuat. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Asisi dkk. (2021), yang mendapatkan
nilai IC₅₀ sebesar 11,73 μg/mL untuk ekstrak daun kelor. Penelitian lain oleh Peñalver
dkk. (2022) juga menunjukkan nilai IC₅₀ sebesar 41,40 μg/mL. Konsistensi hasil
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor
mengandung senyawa aktif yang efektif dalam menghambat radikal bebas.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 876
Gambar 3 Kurva Persentase Inhibisi Ekstrak Daun Kelor dengan Metode ABTS
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kapasitas total
antioksidan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera L) bervariasi secara signifikan
tergantung pada metode pengujian yang digunakan. Metode FRAP (Ferric Reducing
Antioxidant Power) menunjukkan kapasitas antioksidan tertinggi, diikuti oleh metode
ABTS (2,2'-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid)), sedangkan metode DPPH
(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) menunjukkan kapasitas antioksidan terendah. Perbedaan ini
menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor lebih efektif dalam sistem yang melibatkan
reduksi ion besi (seperti yang diukur oleh metode FRAP) dibandingkan dengan sistem
yang melibatkan reaksi dengan radikal kation (seperti yang diukur oleh metode ABTS
dan DPPH). Dengan demikian, ekstrak daun kelor memiliki potensi besar sebagai sumber
antioksidan alami yang dapat digunakan dalam berbagai aplikasi, khususnya yang
memerlukan aktivitas antioksidan kuat untuk melindungi sel dari kerusakan oksidatif
yang disebabkan oleh radikal bebas.
Daftar Pustaka
Abdal Dayem, A., Hossain, M., Lee, S., Kim, K., Saha, S., Yang, G.-M., Choi, H., & Cho, S.-G.
(2017). The Role of Reactive Oxygen Species (ROS) in the Biological Activities of Metallic
Nanoparticles. International Journal of Molecular Sciences, 18(1), 120.
https://doi.org/10.3390/ijms18010120
Alimsyah, F. (2020). Optimalisasi Campuran Ekstrak Etanol Buah Pepaya (Carica papaya L.) dan
Ekstraks Etanol Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Krimsebagai Antiaging . Moring.
Jurnal Kesehatan STIKES Darul Azhar Batulicin, 9(1).
Asisi, N., Uliyah, U., Nurul, F. A., & Hasrawati, H. (2021). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Kelor (Moringa oleifera L.) dan Pengembangannya Menjadi Bentuk Sediaan Gel. Jurnal
As-Syifaa, 13(1), 16.
Daba, M. (2016). Miracle Tree: A Review on Multi-purposes of Moringa oleifera and Its
Implication for Climate Change Mitigation. Journal of Earth Science & Climatic Change,
7(8). https://doi.org/10.4172/2157-7617.1000366
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 877
Jaiswal, S. G., Patel, M., Saxena, D. K., & Naik, S. (2017). Comparison of Measurements of
Antioxidant Activity in the Selected Leafy Vegetables Depending on Extraction Solvent.
Journal of Horticultural Research, 25(2), 7580. https://doi.org/10.1515/johr-2017-0023
Oduro, I., Ellis, W. O., & Owusu, D. (2008). Nutritional potential of two leafy vegetables:
Moringa oleifera and Ipomoea batatas leaves. Scientific Research and Essay, 3(2), 5760.
Ogbunugafor, H. A., Eneh, F. U., Ozumba, A. N., Igwo-Ezikpe, M. N., Okpuzor, J., Igwilo, I. O.,
Adenekan, S. O., & Onyekwelu, O. A. (2011a). Physico-chemical and Antioxidant
Properties of Moringa oleifera Seed Oil. Asian Network for Scientific Information, 10(5),
409414.
Ogbunugafor, H. A., Eneh, F. U., Ozumba, A. N., Igwo-Ezikpe, M. N., Okpuzor, J., Igwilo, I. O.,
Adenekan, S. O., & Onyekwelu, O. A. (2011b). Physico-chemical and Antioxidant
Properties of Moringa Oleifera Seed Oil. Pakistan Journal of Nutrition, 10(5), 40914.
Peñalver, R., Martínez-Zamora, L., Lorenzo, J. M., Ros, G., & Nieto, G. (2022). Nutritional and
Antioxidant Properties of Moringa oleifera Leaves in Functional Foods. Foods, 11(8), 1107.
https://doi.org/10.3390/foods11081107
Saputra, R. A., Santoso, U., Heiriyani, T., Jumar, J., Wahdah, R., Syarifuddin, N. A., Putri, K. A.,
Navira, A., & Aisyah, N. (2021). The Miracle Tree: Manfaat Kelor Terhadap Kesehatan
Masyarakat. Jurnal Pengabdian ILUNG (Inovasi Lahan Basah Unggul), 1(2), 54.
https://doi.org/10.20527/ilung.v1i2.3959
Schieber, M., & Chandel, N. (2014a). Ros function in redox signaling and oxidativestress.
Current Biology, 24(10), 453462.
Schieber, M., & Chandel, N. S. (2014b). ROS Function in Redox Signaling and Oxidative Stress.
Current Biology, 24(10), R453R462. https://doi.org/10.1016/j.cub.2014.03.034
Tariq, S., Umbreen, H., Noreen, R., Petitbois, C., Aftab, K., Alasmary, F. A., Almalki, A. S., &
Mazid, M. A. (2022). Comparative Analysis of Antioxidants Activity of Indigenously
Produced Moringa Oleifera Seeds Extracts. BioMed Research International, 2022, 111.
https://doi.org/10.1155/2022/4987929
Wangcharoen, W., & Gomolmanee, S. (2011). Antioxidant Capacity and Total Phenolic Content
of Moringa oleifera Grown in Chiang Mai, Thailand. Thai Journal of Agricultural Science,
44(5), 118124.
Xu, D.-P., Li, Y., Meng, X., Zhou, T., Zhou, Y., Zheng, J., Zhang, J.-J., & Li, H.-B. (2017).
Natural Antioxidants in Foods and Medicinal Plants: Extraction, Assessment and Resources.
International Journal of Molecular Sciences, 18(1), 96.
https://doi.org/10.3390/ijms18010096