JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 | 854
Hubungan Antara Kebiasaan Merokok dengan Tingkat Kecemasan
pada Pasien Post COVID-19 di Malang Raya
Devi Anggriani1*, Ali Multazam2, Nungki Marlian Yuliadarwati3
Universitas Muhammadiyah, Malang, Indonesia
Email: devianggriani160701@gmail.com
ABSTRAK
Kata Kunci:
Merokok merupakan suatu kebutuhan esensial bagi seorang yang
cenderung merokok. Seorang remaja yang mengonsumsi rokok satu
bungkus tiap harinya dapat berisiko menyebabkan gangguan
kecemasan dan saat dewasa mereka 15 kali lebih mungkin
mengalami gangguan panik (panic disorder) dibandingkan
denganyang bukan perokok. Kecemasan merupakan suatu keadaan
yang mana orang tersebut mengalami rasa tidak aman dan tidak
mampu mengatasi tuntunan lingkungan. Kondisi fisik orang yang
mengalami gangguan kecemasan dapat diamati ketika orang tersebut
merasakan adanya perubahan pada pernafasannya dan peningkatan
denyut nadinya. Keprihatinan mengenai seseorang yang mengalami
trauma pada kasus post COVID-19. Penelitian ini analitik-
observasional dengan desain cross-sectional. Populasi penelitian ini
yaitu pasien pasca COVID-19 yang berdomisil di Malang Raya.
Terdapat 60 responden dalam penelitian ini. Instrumen pengambilan
data menggunkan kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
mengukur tingkat kecemasan dan Glover-Nilsson Smoking Behavior
Quistionnaire (GN-SBQ) mengukur tingkatan merokok.
Berdasarkan uji statistik Pearson, tingkat kecemasan dan kebiasaan
merokok diperoleh nilai P = 0,005, r = 0,359 dengan hasil rendah,
sehingga adanya hubungan antara tingkat kecemasan dan kebiasaan
merokok.
ABSTRACT
Smoking is an essential need for someone who tends to smoke. A
teenager who consumes a pack of cigarettes every day is at risk of
causing anxiety disorders and as an adult they are 15 times more
likely to experience panic disorder compared to non-smokers.
Anxiety is a condition in which the person experiences a feeling of
insecurity and is unable to cope with environmental demands. The
physical condition of people who experience anxiety disorders can
be observed when the person feels changes in their breathing and an
increase in their pulse rate. Concern about someone experiencing
trauma in post COVID-19 cases. This research is analytic-
observational with a cross-sectional design. The population of this
study is post-COVID-19 patients who live in Malang Raya. There
were 60 respondents in this study. The data collection instrument
used the Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) questionnaire to
measure anxiety levels and the Glover-Nilsson Smoking Behavior
Questionnaire (GN-SBQ) to measure smoking levels. Based on the
Pearson statistical test, the level of anxiety and smoking habits
obtained a value of P = 0.005, r = 0.359 with low results, so there is
a relationship between the level of anxiety and smoking habits.
Merokok; Kecemasan,
COVID-19;
Pasca COVID-19
Keywords:
Smoking; Anxiety,
COVID-19; Post COVID-
19
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 | 855i
Coresponden Author: Devi Anggriani
Artikelidenganiaksesiterbukaidibawahilisensi
Pendahuluan
Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah perokok remaja tertinggi di dunia,
sekitar 80% mereka melakukannya saat usia kurang dari 19 tahun. Menurut RISKESDAS tahun
(2007), sebanyak 9,6% pertama kali merokok saat usia 10-14 tahun, 36,6% pada usia 15-19 tahun,
16,3% pada usia 20-24 tahun, 4,4% pada usia 25-29 tahun dan 3,2% saat >30 tahun berdasarkan
pada data yang diperoleh. Pusat data dan informasi kementrian Kesehatan RI (InFoDATIN)
menjelaskan pada tahun (2018) Indonesia menjadi negara urutan ketiga yang mengkonsumsi
tembakau tertinggi didunia setelah china dan india. Di indonesia seseorang yang mengkonsumsi
tembakau terus meningkat, hal ini dikarenakan adanya peningkatan pendapatan rumah tangga,
pertumbuhan jumlah penduduk, rendahnya harga rokok dan banyaknya industri kretek. Secara
nasional, prevalensi merokok mencapai 29%. Prevalesi perokok berdasarkan jenis kelamin dan
usia remaja mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013, perokok pria meningkat
yang awalnya 65,8% menjadi 66%. Pada perokok wanita juga terdapat peningkatan dari 4,1%
menjadi 6,7%. Sedangkan pada usia remaja tahun 2013 terdapat 7,2% perokok dan meningkat
pada tahun 2016 menjadi 8,8% serta menjadi 9,1% pada tahun 2018 (Ustaki dkk., 2022).
Merokok merupakan suatu kebutuhan esensial bagi seorang yang cenderung merokok.
Delapan belas dari dua puluh enam studi observasi berisi data tentang status merokok berdasarkan
tingkat keparahan hasil COVID-19. Enam meta-analisis diindentifikasi yang meneliti hubungan
antara merokok dan tingkat keparahan COVID-19. Sembilan sampai delapan belas studi
dimasukan dalam 6 meta-analisis merokok dan keparahan (5-7 studi di setiap analisis),
menghasilkan 1.604 set data pasien yang dilaporkan lebih dari satu kali. Semua data dalam 6
meta-analisis berasal dari pasien di China. Di Indonesia, secara nasional setiap harinya terdapat
196.411 perokok dengan usia ≥10 tahun dan 37.651 perokok sesekali. Daerah yang memiliki
jumlah perokok terbayak ialah jawa barat 32% dan yang rendah berada di bali dengan jumlah
23% perokok (Fransiska & Firdaus, 2019).
Seorang remaja yang mengonsumsi rokok satu bungkus tiap harinya dapat berisiko
menyebabkan gangguan kecemasan dan saat dewasa mereka 15 kali lebih mungkin mengalami
gangguan panik (panic disorder) dibandingkan dengan yang bukan perokok (Marmuadi, 2017).
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang mana orang tersebut mengalami rasa tidak aman dan
tidak mampu mengatasi tuntunan lingkungan. Kesehatan mental berarti kesehatan psikis dan
emosional dimana seseorang dapat menggunakan pikiran dan kemampuannya untuk melakukan
sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor biologis maupun
faktor psikologis. Seseorang yang menderita neurotik selalu dihantui perasaan ngeri dan takut
sebagai respon emosional. Kecemasan dapat menjadikan seseoraang tidak nyaman serta merasa
takut terhadap lingkungan sekitarnya. Kondisi fisik orang yang mengalami gangguan kecemasan
dapat diamati ketika orang tersebut merasakan adanya perubahan pada pernafasannya dan
peningkatan denyut nadinya. Keprihatinan mengenai seseorang yang mengalami trauma pada
kasus post COVID-19 (Debowska dkk., 2022).
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 |856i
Kota wuhan china merupakan kota dimana infeksi virus corona pertama kali terdeteksi pada
bulan desember 2019, virus Corona ini biasa disebut dengan COVID-i19. Virus ini menyebar
dengan cepat dalam waktu singkat ke semua negara termasuk Indonesia (Susilawati dkk., 2020).
Akibat virus ini beberapa negara menerapkan sistem lockdown untuk mencegah penyebaran yang
lebih luas. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) telah diterapkan di indonesia, agar
mencegah penyebaran virus (Lubis, 2021). Penyebaran SARS-CoV-2 di seluruh dunia yang cepat
dan tidak dapat diprediksi, dengan sebagian besar orang yang terinfeksi tidak memiliki atau hanya
memiliki tanda dan gejala ringan.Gejala spesifik mungkin terjadi akibat terinfeksi corona virus
termasuk kelelahan ekstrim, sesak napas, nyeri dada, masalah dengan memori, jantung berdebar-
debar, pusing, dan nyeri sendi. Sebagian besar pasien yang terinfeksi ringan dengan gejala seperti
demam ringan dan batuk, tetapi 15% pasien mengalami gangguan pernapasan yang
dikombinasikan dengan kerusakan alveolar difus, infiltrat inflamasi paru (hiper) dan trombosis
mikrovaskular yang terkait dengan peningkatan kadar penanda inflamasi. Selain gejala
pernapasan, beberapa organ dapat terpengaruh. Gangguan termasuk komplikasi trombotik,
disfungsi miokard dan aritmia, sindrom koroner akut, gejala gastrointestinal (Andriana dkk.,
2021).
Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi hubungan kebiasaan merokok dengan
tingkat kecemasan pada pasien post COVID-19. Peneliti tertarik untuk meneliti ini dikarenakan
memang banyak nya perokok di Indonesia khusus nya di malang raya, banyak perokok yang
memang dari sebelum COVID-19 sudah menjadi perokok aktif dan juga beberapa dari perokok
ada yang merokok karena untuk menghindari kecemasan atau hanya pelarian dari rasa tidak
tenang.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan analitik-observasional dengan studi cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan secara online pada bulan September 2023 menggunakan Google
Form. Populasi penelitian ini yaitu pasien pasca COVID-19 yang berdomisil di Malang
Raya. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan. Kriteria inklusi Pernah
dinyatakan COVID-19, Perokok aktif dan berdomisili di malang raya yang telah
menyetujui formulir informed consent. Kriteria eklusi yang memiliki riwayat bawaan
atau riwayat penyerta dan mengkonsumsi obat-obatan seperti benzodiazepi, anxious, dll.
Terdapat 60 responden dalam penelitian ini. Instrumen pengambilan data menggunkan
kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) mengukur tingkat kecemasan dan
Glover-Nilsson Smoking Behavior Quistionnaire (GN-SBQ) mengukur tingkatan
merokok. Setelah itu dilakukan analisis data menggunakan uji korelasi Pearson dengan
menggunkana program SPSS 20.
Hasil Tabel 1 Karakteristik pasien pasca COVID-19
Karakteristik
N %
Jenis Kelamin
Pria
Perempuan
50 83%
10 17%
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 | 857i
Tingkat Kecemasan
Tidak Ada Kecemasan
Kecemasan Ringan
Kecemasan Sedang
Kecemasan Berat
Tingkat Merokok
Mild
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
15 25%
19 32%
20 33%
6 10%
13 15%
24 43%
21 38%
2 4%
Penelitian ini menilai karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, tingkat
kecemasan dan merokok. Pada Tabel 1. Dalam penelitian ini respondennya dominan
berjenis kelamin laki-laki 83%. Menurut penelitian, pria relative lebih berisiko merokok
dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
membuktikan bahwa jenis kelamin (p=0,000) mempengaruhi perilaku merokok
(Rokhmah dkk., 2022).
Karakteristik ada tingkat kecemasan ditemukan bahwa responden dalam
penelitian ini mengalami kecemasan tingkat sedang 33% virus COVID-19 berperan
dalam meningkatkan risiko gangguan mental secara langsung ataupun tidak langsung.
Fenomena ini disebabkan oleh emosi negatif seperti rasa takut, perasaan bersalah, merasa
tidak berdaya. Beberapa faktor yang membuat ketidak pastian terkait perkembangan virus
juga dapat memicu kecemasan (Guo dkk., 2020).
Karakteristik pada tingkat merokok sedang sebanyak 43%. Hasil analisis ini
memperlihatkan bahwa kebiasaan merokok disebabkan faktor biologi dan psikologis
(Fikriyah & Febrijanto, 2019). Kebiasaan merokok pada pasien post COVID-19 yang
secara signifikan disebabkan oleh tingkat kecemasan, stress dan depresi (Ustaki dkk.,
2022). Faktor biologis adalah perasaan dari tekanan lingkungan, bosan, penasaran, stres
dan cemas. Sedangkan, faktor biologis adalah faktor yang melibatkan individu merasa
tergantung pada rokok (Fikriyah & Febrijanto, 2019).
Tabel 2 Hubungan Kebiasaan Merokok DenganiTingkatiKecemasaniPada Pasien Post COVID-19
Variabel
Independen Dependen
N P r
Tingkat Kecemasan Merokok
60 0,005 0,359
Ket: Uji Person, n=60, p=Signifikan, r= Koefisien Korelasi
Tabel 2 Menunjukkan hasil signifikan P = 0,005 dan r = 0,359 yang berarti terdapat
hubungan antara kebiasaan merokok dengan tingkat kecemasan. Selain itu, hubungan
kebiasaan merokok dengan tingkat kecemasan rendah dengan nilai 0,359. Dari hasil
penelitian hubungan korelasi yang lemah dikarenakan masih banyak masyarakat yang
mengira jika merokok adalah salah satu untuk menghndari kecemasan padahal menurut
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 |858i
penelitian sebelumnya jika merokok hanya akan menghilangkan kecemasan dalam waktu
yang singkat.
Pembahasan
Hasil menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan tingkat
kecemasan. Hubungan tersebut dapat dibuktikan dari score korelasi yaitu 0,359 yang
dikategorikan rendah dan tingkat nilai terbalik. Oleh sebab itu, paparan dari asap rokok
yang berasal dari hasil pembakaran kandungan nikotin dan bahan lainnya memberikan
keikutsertaan terhadap kondisi pola dari kecemasan Marmuadi (Moylan dkk., 2013).
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa cemas mempengaruhi merokok
dan merokok sebagai salah suatu cara untuk mengurangi kecemasan yang dialaminya
tersebut. Tingkat kecemasan dan stres pada individu dapat mempengaruhi perilaku
merokok karena individu menyakini bahwa rokok dapat menghilangkan perasaan negatif
seperti khawatir, cemas dan rasa marah (Bawuna dkk., 2017).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mayoritas dari perokok
memiliki tingkat stress yang berbeda-beda sesuai respon pola pikir, dan belum benar-
benar memahami bagaimana cara untuk mengatasi hal tersebut serta didukung lingkungan
bahwa rokok memiliki kandungan yang dapat memberikan ketenangan sehingga
menyebabkan kebiasaan merokok menjadi coping stress (Ustaki dkk., 2022). Dan juga
perokok berisiko 2 sampai 4 kali peningkatan penyakit jantung dan stroke. Menghirup
asap tembakau menyebabkan beberapa respon langsung pada hati dan pembuluh darah.
Dalam satu menit dari mulai merokok, denyut jantung mulai meningkat yang disebabkan
oleh nikotin. Nikotin dapat merangsang tubuh untuk menghasilkan adrenalin, hormon
yang dapat memacu detak jantung yang dapat meningkatkan tekanan darah. Peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah meningkatkan risiko penyakit jantung atau stroke.
Tekanan yang lebih tinggi dapat juga menyebabkan kerusakan organ-organ yang
menyaring darah, seperti ginjal.
Selain itu juga terdapat efek setelah positif COVID-19 yang terbilang
mengkhawatirkan disebut long COVID, sehingga menyebabkan adanya gejala yang
jangka panjang di beberapa tahun, bulan ataupun minggu setelah sembuh (Fadli, 2022).
Tanda atau gejala long Covid-19 yang paling umum dijumpai yaitu merasa kelelahan
yang dapat memberikan gangguan untuk kegiatan sehari-hari, gejala semakin buruk
ketika melakukan kegiatan, suhu tubuh meningkat atau demam.
Kecemasan yang dimiliki oleh pasien post COVID-19 disebabkan dari adanya
kekhawatiran akan kambuh kembali, meninggal dan menularkan virus yang sama ke
orang terdekat (Lebrasseur dkk., 2021). Tidak hanya itu, kekhawatiran terhadap masa
depan yang dimiliki juga menjadi background terciptanya kecemasan pada pasien post
COVID-19 (Moradi et al, 2020). Basicnya kebiasaan merokok dengan tingkat kecemasan
yang dimiliki oleh pasien post COVID-19 dapat terjadi yang dimana tingkat kecemasan
terhadap penderita post COVID-19 menjadi penyebab adanya coping stress yang tercipta
dari rasa khawatir dalam diri sendiri dan lingkungan sehingga pasien merokok lebih
banyak daripada intensitas sebelumnya. Tingkat pemikiran tanpa rasa cemas bukan
dilihat dari keadaan saat jiwa maupun pikiran yang kesenangan dan kepuasan, tetapi
ketika individu dapat bertindak sesuai prinsip moral yang rasional serta universal
melibatkan kestabilan maupun kesinambungan antara satu dengan yang lain (Arfani,
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 | 859i
2023). Selain itu, mayoritas dari responden yang dimiliki adalah pria. Selaras dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Ustaki dkk. (2022) bahwa siswa merokok karena tidak
memiliki kegiatan yang jelas untuk menghabiskan waktu dan menjadikan rokok sebagai
alat penghindar stress.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara kebiasaan merokok dan
tingkat kecemasan, dengan skor korelasi rendah sebesar 0,359. Paparan asap rokok dikaitkan
dengan peningkatan tingkat kecemasan akibat adanya nikotin dan zat lain. Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa Perokok mengalami tingkat stres yang berbeda-beda dan beralih ke merokok
sebagai mekanisme penanggulangannya. Selain itu, pasien pasca COVID-19 mengalami gejala
jangka panjang, yang menyebabkan kecemasan akan kekambuhan dan masa depan saling
berhubungan, dengan kecemasan menjadi pemicu meningkatnya kebiasaan merokok. Selain itu,
mayoritas responden adalah laki-laki, dan pelajar merokok untuk mengurangi stres karena
kurangnya aktivitas yang jelas. Penelitian ini menekankan perlunya prinsip rasional dan moral
untuk mengatasi kecemasan dan stress daripada mengandalkan merokok.
Daftar Pustaka
Andriana, L. M., Ashadi, K., & Nurdianto, A. R. (2021). Tingkat aktivitas fisik dan
kualitas tidur masyarakat di Jawa Timur selama masa pandemi covid-19. Jurnal
Olahraga Pendidikan Indonesia (JOPI), 1(1), 2745.
https://doi.org/10.54284/jopi.v1i1.4
Arfani, W. K. (2023). Analisis Konsep Ketenangan Immanuel Kant. Gunung Djati
Conference Series, 24, 566575.
Bawuna, N. H., Rottie, J., & Onibala, F. (2017). Hubungan Antara Tingkat Stres dengan
Prilaku Merokok pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi. E-
Jounal Ilmu Keperawatan, 5(2), 18.
Debowska, A., Horeczy, B., Boduszek, D., & Dolinski, D. (2022). A repeated cross-
sectional survey assessing university students’ stress, depression, anxiety, and
suicidality in the early stages of the COVID-19 pandemic in Poland. Psychological
Medicine, 52(15), 37443747. https://doi.org/10.1017/S003329172000392X
Fadli, R. (2022). Post COVID-19 Care. Halodoc.
https://www.halodoc.com/kesehatan/post-covid-19-care
Fikriyah, S., & Febrijanto, Y. (2019). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Merokok Pada Mahasiswa Laki-laki di Asrama Putra. Jurnal Stikes, 5(1), 99109.
Fransiska, M., & Firdaus, P. A. (2019). Faktor yang berhubungan dengan Perilaku
Merokok pada Remaja Putra SMA X Kecamatan Payakumbuh. Jurnal Kesehatan,
10(1), 11. https://doi.org/10.35730/jk.v10i1.367
Guo, L., Ren, L., Yang, S., Xiao, M., Chang, D., Yang, F., Dela Cruz, C. S., Wang, Y.,
Wu, C., Xiao, Y., Zhang, L., Han, L., Dang, S., Xu, Y., Yang, Q.-W., Xu, S.-Y.,
Zhu, H.-D., Xu, Y.-C., Jin, Q., Wang, J. (2020). Profiling Early Humoral
Jurnal Sehat Indonesia: Voli. 6, No. 2, Juli 2024 |860i
Response to Diagnose Novel Coronavirus Disease (COVID-19). Clinical Infectious
Diseases, 71(15), 778785. https://doi.org/10.1093/cid/ciaa310
Kemenkes RI. (2018). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riset
Kesehatan Dasar 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf
Kementrian Kesehatan RI. (2007). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI.
https://layanandata.kemkes.go.id/katalog-data/riskesdas/ketersediaan-
data/riskesdas-2007
Lebrasseur, A., Fortin-Bédard, N., Lettre, J., Raymond, E., Bussières, E.-L., Lapierre, N.,
Faieta, J., Vincent, C., Duchesne, L., Ouellet, M.-C., Gagnon, E., Tourigny, A.,
Lamontagne, M.-È., & Routhier, F. (2021). Impact of the COVID-19 Pandemic on
Older Adults: Rapid Review. JMIR Aging, 4(2), e26474.
https://doi.org/10.2196/26474
Lubis, B. (2021). Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 Di Kota
Cimahi Provinsi Jawa Barat. Jurnal Media Birokrasi, 2738.
https://doi.org/10.33701/jmb.v3i1.2469
Marmuadi, J. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Perokok. Jurnal
Psikologi, 3.
Moylan, S., Jacka, F. N., Pasco, J. A., & Berk, M. (2013). How cigarette smoking may
increase the risk of anxiety symptoms and anxiety disorders: a critical review of
biological pathways. Brain and Behavior, 3(3), 302326.
https://doi.org/10.1002/brb3.137
Rokhmah, D., Nurika, G., & Ode, T. A. (2022). Survei Perilaku Merokok Selama
Pandemi COVID-19 di Indonesia. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 18(2), 139
146.
Susilawati, S., Falefi, R., & Purwoko, A. (2020). Impact of COVID-19’s Pandemic on
the Economy of Indonesia. Budapest International Research and Critics
Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences, 3(2), 11471156.
https://doi.org/10.33258/birci.v3i2.954
Ustaki, M., Ayuni, N., & Usumast Uti, K. (2022). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Perilaku Merokok Mahasiswa Laki-laki Selama Daring Pada Masa Pandemi Covid-
19. Nusantara Hasana Jornal, 1(8), 101111.