JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 759
Teknik Anastesi dalam Operasi Ekstrofi Kandung Kemih pada Bayi
Neonatus
Dewa Nyoman Putra Suwastika
Universitas Udayana, Bali, Indonesia
Email: felex_racing@yahoo.com
ABSTRAK
Kata Kunci:
Ekstrofi kandung kemih (EK) adalah kelainan bawaan lahir yang
serius di mana kandung kemih terletak di luar tubuh. Operasi korektif
diperlukan untuk memperbaiki EK dan mengembalikan kandung
kemih ke posisi yang normal. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi berbagai teknik anastesi yang tersedia dan
menentukan yang paling sesuai dan aman untuk digunakan pada bayi
neonatus yang menjalani operasi ekstrofi kandung kemih. Penelitian
ini menggunakan metode penelitian literatur review. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan melalui analisis literatur yang
relevan. Setelah data terkumpul, langkah-langkah analisis dilakukan
dalam tiga tahap utama, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat beberapa teknik anestesi yang umum digunakan dalam
praktik medis meliputi anestesi umum, anestesi lokal, dan anestesi
regional. Setiap teknik memiliki karakteristik dan penggunaannya
sendiri. Menjaga bayi tetap tidak sadar selama prosedur operasi
berlangsung, sehingga mereka tidak merasakan sakit dan mengalami
stres yang berlebihan. Kemudian pada akhirnya dapat membantu
memperlancar proses operasi yang dilakukan oleh dokter dan
meningkatkan peluang keberhasilan operasi.
ABSTRACT
Bladder extratrophy (EK) is a serious congenital abnormality
in which the bladder is located outside the body. Corrective
surgery is needed to correct the EK and return the bladder to
its normal position. The purpose of this study is to evaluate the
various anesthesia techniques available and determine the
most appropriate and safe for use in neonatal infants
undergoing bladder extrophy surgery. This study uses a
literature review research method. Data collection in this
study was carried out through relevant literature analysis.
After the data is collected, the analysis steps are carried out in
three main stages, namely data reduction, data presentation,
and conclusion drawn. The results of this study show that there
are several anesthesia techniques that are commonly used in
medical practice including general anesthesia, local
anesthesia, and regional anesthesia. Each technique has its
own characteristics and uses. Keeping babies unconscious
during the surgical procedure, so that they do not feel pain and
experience excessive stress. Then in the end it can help smooth
the surgical process performed by the doctor and increase the
chances of successful surgery.
Anestesi; Operasi Ekstrofi;
Kandung Kemih; Bayi
Neonatus
Keywords:
Anaesthesia; Extrophic
Surgery; Bladder;
Neonatal Baby
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 760
Coresponden Author: Dewa Nyoman Putra Suwastika
Email: felex_racing@yahoo.com
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Ekstrofi kandung kemih adalah kelainan bawaan pada sistem genitourinaria yang
ditandai dengan terbukanya kandung kemih pada dinding bawah abdomen. Kejadian
ekstrofi kandung kemih lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan, dengan rasio kejadian sekitar 2 banding 1. Kelainan ini menyebabkan risiko
berbagai gangguan berkemih baik sebelum operasi maupun setelahnya. Selain masalah
yang terkait dengan saluran kencing seperti infeksi dan penggunaan kateter intermiten,
juga terdapat risiko terjadinya refluk vesiko-ureter. Selain itu, terdapat masalah pada
penampilan genitalia eksternal dan internal, seperti mikropenis, serta masalah testis yang
tidak turun ke dalam kantung skrotum atau Cryptorchidism (Mulyani, 2010).
Deskripsi pertama tentang ekstrofi kandung kemih berasal dari tahun 2000 SM.
Setelah lebih dari 100 tahun manajemen bedah awal oleh Trendelenberg, ekstrofi kandung
kemih terus menjadi tantangan tersulit bagi ahli bedah anak. Prevalensi eksstrofi kandung
kemih klasik adalah sekitar 3,3 per 1.00.000 kelahiran hidup, dan dominasi gender terjadi
pada laki-laki. Berbagai teori telah dikemukakan untuk etiopatogenesisnya. Namun,
penyebab pastinya masih belum diketahui. Diagnosis eksstrofi kandung kemih bersifat
klinis dan tidak memerlukan pemeriksaan penunjang apa pun (Anand & Lotfollahzadeh,
2023). Operasi korektif diperlukan untuk memperbaiki Ekstrofi kandung kemih dan
mengembalikan kandung kemih ke posisi yang normal. Dua pendekatan rekonstruktif,
perbaikan eksstrofi bertahap modern (MSRE) dan perbaikan eksstrofi primer lengkap
(CPRE), umumnya diadopsi oleh ahli bedah di seluruh dunia (Zaman dkk., 2020).
Tujuan dari perawatan bedah adalah untuk menyediakan wadah (kandung kemih)
yang kompeten untuk penyimpanan, untuk mencegah kerusakan saluran bagian atas, dan
untuk menyediakan alat kelamin yang dapat diterima secara kosmetik sehingga
memberikan hasil fungsional yang baik dalam hal kontinensia dan fungsi seksual. Operasi
ekstrofi kandung kemih pada bayi neonatus merupakan prosedur yang kompleks dan
menantang. Neonatus adalah usia bayi sejak lahir hingga akhir bulan pertama (Sari dkk.,
2021). Bayi neonatus memiliki sistem fisiologis yang unik dan rapuh, sehingga pemilihan
teknik anestesi yang tepat sangat penting untuk memastikan keselamatan dan
kenyamanan pasien.
Penelitian terdahulu oleh Kost-Byerly dkk. (2008) menemukan bahwa
penatalaksanaan perioperatif dengan kateter terowongan epidural dan vena sentral pada
bayi baru lahir dengan eksstrofi kandung kemih memfasilitasi imobilisasi, analgesia, dan
sedasi, menghasilkan perbaikan kosmetik yang sangat baik tanpa kasus prolaps kandung
kemih atau dehiscence luka. Penelitian lain oleh Sonali dkk. (2023) epidural lumbal terus
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 761
menerus analgesia adalah teknik yang sederhana dan aman. Tidak ada kesulitan yang
dihadapi saat melakukan threading kateter. Durasi rata-rata operasi adalah 6,4 jam, dan
untuk semua pasien memerlukan transfusi darah intra-operatif. Menggabungkan umum
anestesi dengan anestesi epidural memberikan hemodinamik intraoperatif stabilitas dan
pereda nyeri pasca operasi yang baik pada anak-anak.
Penelitian ini dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang manajemen
anestesi pada bayi neonatus yang mengalami ekstrofi kandung kemih, yang pada
gilirannya dapat membantu dalam pengembangan dan penyempurnaan teknik anestesi
untuk kasus-kasus serupa di masa depan. Penelitian ini juga dapat menjadi dasar untuk
penelitian lebih lanjut dalam upaya meningkatkan hasil kesehatan dan kualitas hidup
pasien bayi neonatus dengan ekstrofi kandung kemih. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi berbagai teknik anastesi yang tersedia dan menentukan yang paling sesuai
dan aman untuk digunakan pada bayi neonatus yang menjalani operasi ekstrofi kandung
kemih.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian literatur review. Metode penelitian
literatur review adalah pendekatan yang menggunakan sumber-sumber literatur yang
relevan sebagai basis utama untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji
hipotesis tertentu. Dalam metode ini, peneliti mengumpulkan, meninjau, dan mensintesis
informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal ilmiah, artikel, laporan riset, dan
dokumen lainnya yang terkait dengan topik penelitian (Paré & Kitsiou, 2017).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui analisis literatur yang relevan.
Setelah data terkumpul, langkah-langkah analisis dilakukan dalam tiga tahap utama, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil Dan Pembahasan
Kehadiran anak adalah anugerah bagi orang tua, dan menjaga kesehatan anak
merupakan prioritas utama bagi mereka. Merawat kesehatan anak mulai dari masa
kehamilan hingga kelahiran adalah tanggung jawab penting bagi orang tua. Saat lahir,
anak berada dalam fase yang disebut sebagai bayi neonatus, yang mencakup periode dari
kelahiran hingga usia 28 hari pertama kehidupan di luar rahim (Juliani, 2023). Fase ini
menjadi perhatian yang penting karena terjadi transisi besar dari kehidupan dalam rahim
menjadi kehidupan di luar rahim, yang memerlukan penyesuaian dan perhatian khusus
untuk memastikan kesehatan dan perkembangan optimal.
Bayi neonatus, atau yang juga dikenal sebagai bayi baru lahir (BBL), adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan bayi yang baru saja lahir hingga berusia empat
minggu. Mereka masih dalam tahap rentan karena sedang melakukan berbagai
penyesuaian fisiologis dan biokimia untuk beradaptasi dengan lingkungan di luar rahim.
Proses ini mencakup penyesuaian dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin,
di mana bayi harus belajar mengatur fungsi tubuhnya sendiri, seperti pernapasan, suhu
tubuh, dan sistem pencernaan (Devriany dkk., 2018). Dalam merawat bayi neonatus,
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 762
sangat penting untuk memperhatikan berbagai penyakit bawaan yang mungkin mereka
miliki, seperti salah satunya ekstrofi kandung kemih. Ekstrofi kandung kemih adalah
kondisi langka yang dapat terjadi pada bayi neonatus, di mana kandung kemih tidak
tertutup sepenuhnya atau bahkan terbuka sepenuhnya, sehingga bagian dalamnya dapat
terlihat di luar tubuh, biasanya di bagian bawah perut. Angka kejadiannya jarang, sekitar
2 dari 100.000 kelahiran (Nareswari, 2021).
Adapun faktor penyebab ekstrofi kandung kemih dapat berasal dari faktor genetik
dan non-genetik (Nareswari, 2021). Faktor genetik mungkin termasuk adanya riwayat
keluarga dengan kelainan serupa yang meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan kondisi
ini. Sedangkan faktor non-genetik dapat melibatkan paparan lingkungan tertentu selama
masa perkembangan janin dalam kandungan yang dapat mempengaruhi pembentukan
organ tubuh. Ekstropi kandung kemih termasuk kelainan bawaan yang jarang namun
memiliki dampak serius. Banyak yang menganggap bahwa, ekstropi kandung kemih
merupakan salah satu kelainan bawaan yang paling parah, karena meskipun tidak
memengaruhi sistem saraf pusat, kelainan ini memiliki implikasi yang signifikan terhadap
fungsi kandung kemih jangka panjang, penampilan alat kelamin, fungsi seksual, dan
dampak psikologis yang terkait dengannya (Dickson, 2014).
Ketika bayi neonatus lahir dengan ekstrofi kandung kemih, penanganan medis
segera diperlukan. Ini biasanya melibatkan intervensi operasi untuk menutup kandung
kemih dan mengembalikan fungsi normalnya. Perawatan untuk ekstrofi kandung kemih
terutama melibatkan tindakan operasi (Promm & Roesch, 2019). Namun, perbaikan
ekstrofi kandung kemih masih merupakan tantangan karena kompleksitas dan jarangnya
penyakit ini. Meskipun terdapat berbagai pendekatan untuk perbaikan ekstrofi kandung
kemih, hampir semua anak memerlukan beberapa prosedur, termasuk penutupan kandung
kemih dan dinding perut, perbaikan epispadia, reimplantasi ureter, dan perbaikan leher
kandung kemih.
Banyak anak juga menjalani osteotomi panggul untuk membantu penutupan
dinding perut, bersama dengan periode imobilisasi panggul dan ekstremitas bawah
setelah operasi. Prosedur kontinensia lebih lanjut dan operasi genital juga sering
dilakukan (Kost-Byerly dkk., 2013). Terlebih lagi untuk bayi yang terkena ekstrofi kloaka
cenderung memerlukan lebih banyak operasi karena berbagai sistem organ tambahan
yang terpengaruh oleh kondisi ini. Semua prosedur operasi yang dilakukan, ini bertujuan
untuk memperbaiki struktur dan fungsi organ-organ yang terkena serta memastikan
kualitas hidup yang optimal bagi bayi neonates (Kost-Byerly dkk., 2013).
Operasi pembedahan untuk mengatasi ekstrofi kandung kemih bertujuan untuk
mencapai beberapa hal penting. Pertama, operasi bertujuan untuk meningkatkan kontrol
saluran kemih, memastikan individu mampu mengontrol proses pengosongan kandung
kemih dengan lebih baik. Selain itu, tujuan operasi adalah untuk menjaga fungsi ginjal
tetap normal, yang merupakan faktor penting dalam menjaga keseimbangan tubuh.
Operasi juga bertujuan untuk memperbaiki penampilan dan fungsi alat kelamin eksternal,
sehingga mengembalikan penampilan yang lebih normal dan memastikan fungsi yang
optimal dari organ seksual eksternal (Reutter & Holmdahl, 2021).
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 763
Menurut penelitian Reutter dan Holmdahl, (2021), menjelaskan apabila tidak di
tangani ekstrofi kandung kemih dapat mengakibatkan ketergantungan pada kateterisasi
atau pengalihan inkontinensia. Fungsi seksual juga dapat terpengaruh, dengan gangguan
yang dilaporkan pada kedua jenis kelamin. Pada pria, perhatian utama adalah masalah
panjang penis yang pendek dengan kelengkungan dorsal dan kelainan ejakulasi,
sementara pada wanita, masalah dapat mencakup stenosis vagina dan prolaps uterus.
Kesuburan juga dapat menurun, baik pada pria maupun wanita, dan ini tidak hanya
memengaruhi kesuburan tetapi juga hasil janin dan neonatal.
Komplikasi maternal sering terjadi meskipun kehamilan dan persalinan telah
berjalan dengan sukses. Selain itu, ada risiko komplikasi jangka panjang seperti kanker
kandung kemih. Tinjauan terbaru menunjukkan bahwa kualitas hidup dapat terpengaruh
pada pasien dengan ekstrofi kandung kemih, dengan inkontinensia dan disfungsi seksual
memiliki dampak negatif yang signifikan. Oleh karena itu, menekankan urgensi dari
penanganan yang tepat terhadap ekstrofi kandung kemih, terutama melalui operasi pada
saat bayi memasuki neonatus.
Sebelum operasi ekstrofi kandung kemih pada bayi neonatus yang merupakan
prosedur yang kompleks, sehingga harus memerlukan persiapan yang matang, termasuk
dalam hal teknik anestesi. Anestesi memiliki peran krusial dalam prosedur ini, karena
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
selama operasi. Secara umum dijelaskan bahwa anestesi adalah tindakan yang dilakukan
untuk menghilangkan rasa sakit selama prosedur pembedahan atau prosedur medis
lainnya yang dapat menimbulkan rasa sakit pada tubuh (Brown dkk., 2018). Melalui
bantuan anestesi, seseorang dapat menjalani pembedahan tanpa merasakan siksaan atau
rasa nyeri yang berlebihan.
Cara kerja anestesi adalah dengan menghentikan atau memblokir sinyal saraf yang
dikirimkan ke otak dan tubuh, sehingga pasien tidak merasakan sakit selama prosedur
pembedahan (Lutfiah, 2022). Anestesi dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk
penggunaan obat-obatan tertentu yang mempengaruhi sistem saraf, baik melalui injeksi,
infus intravena, atau melalui pemberian gas anestesi. Sejak ditemukan pertama kali oleh
Morton pada tahun 1846, anestesi telah mengalami perkembangan yang signifikan
(Ahmed, 2019). Perkembangan ini mencakup berbagai aspek, mulai dari bahan-bahan
anestesi yang digunakan, peralatan dan mesin anestesi, hingga teknik anestesi yang
memungkinkan untuk jenis dan durasi pembedahan yang lebih maju. Selain itu,
perkembangan anestesi juga memenuhi kebutuhan yang khusus, termasuk kebutuhan
pada kelompok umur pediatrik, termasuk bayi neonatus.
Pemberian anestesi pada bayi neonatus menimbulkan banyak pro dan kontra, ini
berdasarkan bahwa neonatus memiliki tingkat komplikasi perioperatif yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bayi dan anak yang lebih tua (McGregor & McConnell, 2023).
Memunculkan salah satu tugas menantang yang akan dihadapi seorang ahli anestesi yaitu
penyediaan perawatan anestesi yang aman dan efektif pada bayi baru lahir untuk
pembedahan. Karena jika tidak idak melakukan anestesi pada neonatus yang memerlukan
pembedahan adalah hal yang mustahil. Oleh karena itu, keputusan untuk menggunakan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 764
satu atau lebih agen anestesi seringkali dipengaruhi oleh praktik rutin, pengalaman klinis,
ketersediaan obat-anestesi, dan informasi yang terbatas tentang keamanan dan
efektivitasnya pada bayi neonatus (Nasr & Davis, 2015).
Tujuan dari pemberian anestesi pada operasi ekstrofi kandung kemih bayi neonatus
adalah untuk memastikan kenyamanan dan keamanan bayi selama prosedur tersebut
dilakukan. Anestesi membantu bayi tidak merasakan sakit dan mengurangi stres yang
mungkin dialami selama operasi (Prabawati, 2021). Selain itu, anestesi juga dapat
mempermudah kerja tim bedah dalam beberapa cara. Pertama, anestesi membantu
menjaga relaksasi otot bayi yang memungkinkan tim bedah untuk melakukan manipulasi
jaringan dengan lebih mudah dan dengan risiko cedera yang lebih rendah. Kondisi ini
juga memfasilitasi akses ke area yang diperlukan untuk operasi dengan lebih baik.
Kemudian anestesi memberikan efek analgesik, yang berarti membantu mengurangi
sensasi nyeri bayi selama dan setelah operasi, memungkinkan tim bedah untuk fokus pada
tugas mereka tanpa harus mengkhawatirkan reaksi nyeri bayi yang mungkin mengganggu
prosedur. Sehingga, pemberian anestesi memiliki kemungkinan keberhasilan dalam
penanganan operasi ekstrofi kandung kemih pada bayi neonatus karena meminimalkan
gangguan yang disebabkan oleh respons nyeri dan stres bayi, serta memungkinkan fokus
yang lebih besar pada aspek teknis dari prosedur operasi.
Terdapat beberapa teknik anestesi yang umum digunakan dalam praktik medis
(Kostania, 2016), yang meliputi:
1. Anastesi umum
Anestesi umum adalah prosedur pembiusan yang membuat pasien tidak sadar
selama operasi. Teknik ini, merupakan tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran yang dapat pulih kembali. Anestesi umum sering
digunakan untuk operasi besar seperti operasi jantung terbuka, operasi otak, atau
transplantasi organ. Proses anestesi umum dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
melalui gas untuk dihirup (inhalasi) dan obat yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah (intravena). Contoh obat yang digunakan adalah isoflurane untuk inhalasi dan
propofol untuk suntikan intravena. Anestesi umum dianggap cukup aman untuk
sebagian besar pasien.
2. Anastesi local
Anestesi lokal menggunakan obat-obatan yang disuntikkan di sekitar area
operasi untuk mematikan rasa sakit di area tersebut. Teknik ini bekerja dengan
memblokir sensasi atau rasa sakit pada area tubuh yang akan dioperasi. Anestesi lokal
tidak memengaruhi kesadaran, sehingga pasien tetap sadar selama prosedur
berlangsung. Biasanya digunakan untuk operasi minor atau kecil seperti perawatan
gigi, operasi mata, prosedur pengangkatan tahi lalat, dan biopsi. Anestesi jenis ini
dapat diberikan dengan cara disuntik, disemprot, atau dioleskan ke area kulit yang
akan dioperasi.
3. Anastesi regional
Anestesi regional bekerja dengan memblokir rasa sakit di bagian tubuh
tertentu, sementara pasien tetap sadar selama prosedur berlangsung. Teknik ini
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 765
melibatkan pemberian obat di dekat saraf atau sumsum tulang belakang untuk
menghilangkan sensasi pada bagian tubuh yang diberi anestesi. Anestesi regional
sering digunakan untuk operasi pada bagian tubuh seperti pinggul, perut, lengan, dan
kaki. Jenis anestesi regional termasuk blok saraf perifer, epidural, dan spinal.
Anestesi epidural dan spinal sering digunakan dalam proses persalinan untuk
mengurangi rasa sakit tanpa menghilangkan kesadaran sepenuhnya.
Sebagai rumah sakit rujukan bagi Bali dan Nusa Tenggara, RSUP Prof. Dr. I.G.N.G
Ngoerah sangat memprioritaskan mutu dan keselamatan pasien. Di rumah sakit tersebut,
teknik anestesi yang digunakan untuk operasi ekstrofi kandung kemih pada bayi neonatus
melibatkan anestesi umum. Anestesi umum dipilih karena kemampuannya dalam
menjaga bayi tetap tidak sadar selama prosedur operasi berlangsung, sehingga mereka
tidak merasakan sakit dan tidak mengalami stres yang berlebihan. Hal ini, sejalan dengan
prinsip-prinsip menjaga kenyamanan dan keselamatan pasien, yang menjadi prioritas
utama di rumah sakit ini.
Pemilihan teknik anestesi umum oleh RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah sejalan
dengan temuan yang diungkapkan oleh Nasr & Davis (2015), yang menyebutkan bahwa
sekitar 1,5 juta bayi neonatus menerima anestesi umum setiap tahun untuk prosedur
pembedahan. Fakta tersebut menunjukkan bahwa anestesi umum dianggap sebagai
metode yang efektif dalam merawat bayi neonatus selama operasi. Pada praktiknya ahli
anestesi memiliki strategi dan pendekatan khusus dalam menginduksi pasien pediatrik,
termasuk bayi neonatus. Mereka harus mempertimbangkan informasi yang lengkap
tentang pasien, seperti usia, berat badan, jenis operasi yang akan dilakukan, apakah
emergensi atau elektif, serta status fisik dan mental pasien (misalnya, apakah pasien
kooperatif atau tidak) (Prabawati, 2021). Informasi ini penting untuk persiapan
perlengkapan seperti pipa endotrakeal (ETT), pengaturan anestesi, manajemen nyeri
pasca operasi, ventilasi, dan perawatan intensif yang sesuai.
Sebelum menjalani operasi, bayi akan menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh tim
medis untuk memastikan bahwa mereka cukup sehat untuk kesiapan menjalani prosedur
pembedahan. Selanjutnya tim medis akan memberikan penjelasan kepada orang tua
tentang pilihan anestesi yang tersedia dan risikonya. Mengingat anestesi pada bayi
neonatus merupakan prosedur yang kompleks dan memerlukan keahlian yang tinggi
dalam penanganannya. Oleh karena itu, penting untuk memiliki tim medis yang
berpengalaman dan terlatih dalam menangani anestesi pada bayi. Tim medis akan
berusaha untuk memastikan bahwa bayi menerima anestesi yang aman dan efektif.
Melibatkan pemilihan jenis anestesi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bayi,
serta pemantauan yang cermat selama seluruh proses anestesi dan operasi untuk
mengidentifikasi dan menangani potensi komplikasi dengan cepat. Melakukan langkah-
langkah tersebut, dapat memastikan keberhasilan anestesi pada bayi neonatus sehingga
memberikan dasar yang kuat untuk keberhasilan operasi ekstrofi kandung kemih pada
bayi tersebut, karena proses anestesi yang aman dan efektif merupakan prasyarat penting
untuk memungkinkan pelaksanaan operasi dengan sukses.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 766
Kesimpulan
Pada bayi neonatus yang mengalami ekstrofi kandung kemih, penggunaan operasi
untuk penanganan kondisi ini membutuhkan penerapan teknik anestesi yang tepat.
Anestesi memiliki peran krusial dalam memastikan kelancaran prosedur operasi dengan
tujuan utama menghilangkan atau mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh pasien
selama proses tersebut. Beberapa teknik anestesi yang umum digunakan dalam praktik
medis meliputi anestesi umum, anestesi lokal, dan anestesi regional. Setiap teknik
memiliki karakteristik dan penggunaannya sendiri, termasuk di Rumah Sakit Umum
Pusat (RSUP) Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah, Bali. Di rumah sakit tersebut, menggunakan
teknik anestesi umum untuk operasi ekstrofi kandung kemih pada bayi neonatus.
Pemilihan anestesi umum didasarkan pada kemampuannya untuk menjaga bayi tetap
tidak sadar selama prosedur operasi berlangsung, sehingga mereka tidak merasakan sakit
dan mengalami stres yang berlebihan. Ini pada gilirannya dapat membantu memperlancar
proses operasi yang dilakukan oleh dokter dan meningkatkan peluang keberhasilan
operasi
Bibliography
Ahmed, I. (2019). Discovery Of Modern Anaesthesia A Short Summary Of Scientific
Development Leading To Discovery Of Anaesthesia. Anaesthesia, Pain & Intensive Care.
Anand, S., & Lotfollahzadeh, S. (2023). Bladder Exstrophy. Dalam StatPearls [Internet].
StatPearls Publishing.
Brown, E. N., Pavone, K. J., & Naranjo, M. (2018). Multimodal General Anesthesia: Theory and
Practice. Anesthesia & Analgesia, 127(5), 12461258.
https://doi.org/10.1213/ANE.0000000000003668
Devriany, A., Wardani, Z., & Yunihar, Y. (2018). Perbedaan Status Pemberian ASI Eksklusif
terhadap Perubahan Panjang Badan Bayi Neonatus. Media Kesehatan Masyarakat
Indonesia, 14(1), 44. https://doi.org/10.30597/mkmi.v14i1.1840
Dickson, A. P. (2014). The Management of Bladder Exstrophy: The Manchester Experience.
Journal of Pediatric Surgery, 49(2), 244250.
https://doi.org/10.1016/j.jpedsurg.2013.11.031
Juliani, W. (2023). Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir Ny. B di Praktik Mandiri Bidan
(PMB) Nurwati Wilayah Kerja Puskesmas Air Tiris. Sehat: Jurnal Kesehatan Terpadu,
2(1), 1620. https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/s-jkt/article/view/7010
Kostania, G. (2016). Keterampilan dasar kebidanan. Modul KDK - Poltekkes Kemenkes
Surakarta.
Kost-Byerly, S., Gearhart, & Massanyi. (2013). Perioperative management of classic bladder
exstrophy. Research and Reports in Urology, 67. https://doi.org/10.2147/RRU.S29087
Kost-Byerly, S., Jackson, E. V., Yaster, M., Kozlowski, L. J., Mathews, R. I., & Gearhart, J. P.
(2008). Perioperative anesthetic and analgesic management of newborn bladder exstrophy
repair. Journal of Pediatric Urology, 4(4), 280285.
https://doi.org/10.1016/j.jpurol.2008.01.207
Lutfiah, L. (2022). Kasus Malpraktek Anestesi Perspektif Peraturan Kementrian Kesehatan No.
18 Tahun 2016 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Penata Anestesi (Studi Analisis
Putusan Praperadilan Nomor 3/Pid. Prap/2018/PnTjk) [Doctoral dissertation]. UIN Prof.
KH Saifuddin Zuhri Purwokerto.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 767
McGregor, K., & McConnell, C. (2023). Principles of anaesthesia for term neonates. Anaesthesia
& Intensive Care Medicine, 24(1), 1822. https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2022.11.003
Mulyani, S. P. (2010). Ekstrofi Kandung Kemih (Bladder Exstrophy) dan Permasalahannya pada
Anak Laki-Laki Umur 4 Bulan. Sains Medika, 2(1), 8796.
Nareswari, P. (2021). Gambaran Karakteristik Penderita Ekstrofi Kompleks di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang [Skripsi]. Universitas Sriwijaya.
Nasr, V. G., & Davis, J. M. (2015). Anesthetic use in newborn infants: the urgent need for rigorous
evaluation. Pediatric Research, 78(1), 26. https://doi.org/10.1038/pr.2015.58
Paré, G., & Kitsiou, S. (2017). Methods for literature reviews. Dalam Handbook of eHealth
evaluation: An evidence-based approach [Internet]. University of Victoria.
Prabawati, L. G. S. (2021). Pelaksanaan Penilaian Pra Anastesi pada Pasien dengan Anastesi
Umum di Ruang Instalasi Bedah Sentra RSUD Buleleng: Studi Kasus Deskriptif [Skripsi].
Institut Teknologi dan Kesehatan.
Promm, M., & Roesch, W. H. (2019). Recent Trends in the Management of Bladder Exstrophy:
The Gordian Knot Has Not Yet Been Cut. Frontiers in Pediatrics, 7.
https://doi.org/10.3389/fped.2019.00110
Reutter, H., & Holmdahl, G. (2021). Genetic Counseling for Bladder Exstrophy-Epispadias
Complex. European Journal of Pediatric Surgery, 31(06), 468471.
https://doi.org/10.1055/s-0041-1740336
Sari, T. D. L., Maria, L., & Maulidia, R. (2021). Analisa Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Ikterik pada Neonatus. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 12(2), 355364.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.36565/jab.v12i2.679
Sonali, K., Kirtibala, D., Neha, G., Aishwarya, N. R., Kaustubh, Z., P, G. R., & Jayshree, V.
(2023). Perioperative Anaesthetic Management Of Classic Bladder Exstrophy In Infants-a
Case Series. Jamp: J Acad Med Pharm, 5(4), 12021205.
Zaman, M. H., Young, E. E., Maruf, M., Hesh, C. A., Harris, K. T., Manyevitch, R., Davis, R.,
Wu, W. J., Hall, S. A., DiCarlo, H., & Gearhart, J. (2020). Practice patterns in classic bladder
exstrophy: A global perspective. Journal of Pediatric Urology, 16(4), 425432.
https://doi.org/10.1016/j.jpurol.2020.02.017