JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 800
Pengaruh Faktor Lingkungan Keluarga, Karakteristik Orang Tua dan
Dukungan Sosial Masyarakat Terhadap Stunting Pada Anak Balita
Ridwan Fadjri Nur
1
, Iwan Kurniawan
2
,
Azis Hakim
3
Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, Indonesia
ABSTRAK
Kata Kunci:
Stunting masih menjadi masalah utama bagi Indonesia, masalah stunting
merupakan masalah kompleks, anak stunting dapat di sebabkan oleh
beberapa faktor salah satu nya di sebabkan karena kekurangan gizi
kronis dalam waktu yang lama, lingkungan keluarga, sanitasi, dan
pendapatan ekonomi keluarga Desa Citimbang Kecamatan Salem
Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah melalui deskriptif kuantitatif
dengan analisis univariat yang bersumber dari Pendataan Keluarga
Tahun 2023 oleh BKKBN Pusat. Hasil analisis data menunjukkan
adanya hubungan signifikan antara faktor lingkungan keluarga seperti
akses air bersih dan jamban yang layak, pendapatan keluarga atau
tingkat kesejahteraan keluarga, dan akses terhadap layanan kesehatan
dengan kejadian stunting pada anak. Selain itu, karakteristik orang tua
seperti pendidikan orang tua, dan status pekerjaan juga berpengaruh
signifikan terhadap kejadian stunting. Dukungan sosial dari masyarakat
juga terbukti menjadi faktor penting dalam mencegah stunting, dengan
adanya keterlibatan aktif dalam program kesehatan masyarakat dan
akses terhadap sumber daya yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan anak. Temuan ini menyoroti pentingnya intervensi yang
menyeluruh melalui program kesehatan masyarakat yang melibatkan
keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Upaya pencegahan
stunting harus menargetkan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga,
peningkatan pengetahuan orang tua tentang gizi dan pola asuh yang
sehat, serta memperkuat dukungan sosial dari lingkungan sekitar untuk
menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan optimal anak balita.
ABSTRACT
Stunting is still a major problem for Indonesia, the problem of
stunting is a complex problem, stunted children can be caused by
several factors, one of which is caused by chronic malnutrition
for a long time, family environment, sanitation, and family
economic income Citimbang Village, Salem District, Brebes
Regency, Central Java Province through quantitative descriptive
analysis with univariate analysis sourced from the 2023 Family
Data Collection by the Central BKKBN. The results of the data
analysis showed that there was a significant relationship between
family environmental factors such as access to clean water and
proper toilets, family income or family welfare level, and access
to health services with the incidence of stunting in children. In
addition, parental characteristics such as parental education, and
employment status also have a significant effect on the incidence
of stunting. Social support from the community has also proven to
be an important factor in preventing stunting, with active
involvement in public health programs and access to resources
that support children's growth and development. These findings
Stunting; Sanitation;
Family; Milieu; Toddler
Keywords:
Stunting; Sanitation;
Family; Milieu;
Toddler
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 801
highlight the importance of comprehensive interventions through
public health programs that engage families and communities as
a whole. Stunting prevention efforts must target meeting basic
family needs, increasing parents' knowledge about nutrition and
healthy parenting, and strengthening social support from the
surrounding environment to create conditions that support the
optimal growth of children under five.
Coresponden Author: Ridwan Fadjri Nur
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Pendahuluan
Masalah kesehatan global yang masih mempengaruhi jutaan anak balita di seluruh dunia
adalah stunting, salah satu indikator utama stunting adalah kekurangan gizi kronis pada anak-
anak. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik anak, tetapi juga dapat
memiliki dampak jangka panjang terhadap perkembangan kognitif, kesehatan, dan produktivitas
di masa depan. Dalam upaya untuk memahami akar permasalahan stunting ini, penting untuk
mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan (Aguayo & Menon, 2016) yang memainkan peran
kunci dalam terjadinya stunting pada anak balita.
Faktor lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan
anak, termasuk risiko terjadinya stunting. Lingkungan keluarga yang kurang mampu secara
ekonomi seringkali berdampak pada ketersediaan makanan yang kurang bergizi, akses terhadap
layanan kesehatan yang terbatas, dan praktik sanitasi yang buruk. Anak-anak yang tumbuh dalam
keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah atau sumber daya yang terbatas cenderung memiliki
risiko stunting yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang lebih mampu
secara ekonomi. Selain itu, faktor lain seperti pendidikan orang tua, pengetahuan tentang gizi, dan
perilaku dalam memberikan makanan kepada anak juga memainkan peran penting dalam
mencegah stunting (Bronfenbreuner, 1979; Ufiyah Ramlah, 2021).
Karakteristik orang tua juga memiliki dampak yang signifikan terhadap status gizi anak
balita. Orang tua yang memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya gizi seimbang
dan pola asuh yang baik cenderung mampu memberikan perawatan dan nutrisi yang memadai
bagi anak-anak mereka. Namun, dalam konteks masyarakat di mana tingkat pendidikan dan
kesadaran tentang gizi masih rendah, banyak orang tua tidak mampu memberikan perhatian yang
memadai terhadap kebutuhan gizi anak-anak mereka. Kondisi ini sering kali dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti akses terhadap informasi yang terbatas, kebiasaan tradisional yang tidak
sejalan dengan praktik gizi modern, dan kesulitan ekonomi (Fajar et al., 2023).
Selain faktor-faktor di dalam rumah tangga, dukungan sosial dari masyarakat juga
memainkan peran penting dalam mencegah stunting pada anak balita. Dukungan sosial dapat
mencakup berbagai aspek, mulai dari akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas hingga
program-program pemberdayaan ekonomi bagi keluarga yang rentan secara finansial. Masyarakat
yang memiliki sistem dukungan sosial yang kuat cenderung lebih mampu untuk saling membantu
dalam hal-hal seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pendidikan tentang gizi, dan akses terhadap
layanan kesehatan yang berkualitas. Sebaliknya, di masyarakat yang kurang memiliki dukungan
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 802
sosial yang memadai, anak-anak balita rentan terhadap stunting akibat kurangnya akses terhadap
sumber daya yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Chandra et al.,
2021).
Namun demikian, mengatasi stunting pada anak balita bukanlah tugas yang mudah.
Diperlukan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat
sipil. Upaya pencegahan stunting tidak hanya harus fokus pada aspek klinis dan gizi, tetapi juga
harus memperhatikan faktor-faktor lingkungan yang lebih luas yang memengaruhi kesejahteraan
anak-anak, seperti kemiskinan, pendidikan, dan akses terhadap layanan dasar.
Pemerintah memiliki peran kunci dalam menyediakan kebijakan dan program-program
yang mendukung upaya pencegahan stunting. Hal ini termasuk peningkatan akses terhadap
layanan kesehatan yang berkualitas, promosi praktik gizi yang sehat, pemberian subsidi bagi
keluarga miskin untuk membeli makanan bergizi, serta pendidikan tentang pentingnya gizi dan
perawatan anak bagi orang tua. Di samping itu, kerjasama antara sektor publik, swasta, dan
masyarakat sipil juga penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangan optimal anak-anak (Indonesia, 2021).
Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak.
Masyarakat sipil dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran tentang stunting dan pentingnya
gizi seimbang melalui kampanye penyuluhan dan advokasi. Sektor swasta dapat berkontribusi
dengan menyediakan produk-produk makanan yang bergizi dan terjangkau serta mendukung
program-program pemberdayaan ekonomi bagi keluarga miskin.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berperan
dalam terjadinya stunting pada anak balita, dengan fokus pada pengaruh lingkungan keluarga dan
dukungan sosial dari masyarakat. Melalui pemahaman yang mendalam terhadap faktor-faktor ini,
penelitian ini bertujuan untuk memberikan wawasan yang lebih baik tentang bagaimana kondisi
lingkungan, sosial, dan ekonomi mempengaruhi risiko stunting pada anak balita. Selain itu,
penelitian ini juga bertujuan untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pendidikan orang tua dalam
menyediakan perawatan dan nutrisi yang memadai bagi anak-anak mereka, serta untuk
memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan orang tua dalam melakukan hal
tersebut (Jannah, 2021).
Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang dinamika kompleks yang terlibat dalam terjadinya stunting pada anak
balita, sehingga dapat memberikan dasar yang kuat dalam penurunan angka stunting.
Metode Penelitian
Penelitian ini mengunakan metode pengumpulan data kajian literature dan
deskriptif kuantitatif dengan analisis univariat, yang bertujuan untuk menggambarkan dan
menganalisis data numerik yang diperoleh dari sampel penelitian. Metode ini bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang karakteristik dari variabel-variabel yang diteliti.
Data yang digunakan bersumber dari data hasil sensus pemutakhiran pendataan keluarga
tahun 2023 dengan mengambil variabel yang terkait dalam pembahasan dan menganalisa
Data Pendataan Keluarga Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tahun
2023 terkait kondisi keluarga di desa citimbang kecamatan salem kabupaten brebes
provinsi jawa tengah, dengan berbagai faktor yang mempengaruhi penyebab anak
stunting dengan variabel data dan beberapa teori yang ada.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 803
Hasil Dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Berdasarkan Survai Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, provinsi jawa tengah
merupakan salah satu provinsi yang masih memiliki prevalensi stunting tinggi yaitu 20,7%. lokus
dalam penelitian ini mengambil salah satu kecamatan yang berada di jawa tengah yaitu kecamatan
Salem dengan fokus desa citimbang, daerah ini merupakan salah satu sampel yang diambil untuk
penelitian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2023).
Beberapa indikator yang menjadi fokus penyebab anak stunting (Tabel 1 – Tabel IV) yang
sumber data nya bersumber pada aplikasi sistem informasi keluarga (SIGA) Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, indikator yang mempengaruhi anak stunting
antara lain dapat di jelaskan dari tabel di bawah ini:
Tabel 1 Kondisi Keluarga Berdasarkan Keluarga Beresiko Stunting
Desa Citimbang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Prov.Jawa Tengah
Kondisi Keluarga
Jumlah Keluarga
Keterangan
Tidak mempunyai sumber
Air minum utama yang layak
173
Keluarga Bersiko Stunting
Tidak mempunyai jamban
yang layak
224
Keluarga Beresiko Stunting
Sumber : Sistem Informasi Keluarga (SIGA) BKKBN, (2023b)
Dari data tabel I dapat di lihat bahwasanya banyak keluarga yang masih belum memilki air
minum utama yang layak padahal mengonsumsi air minum yang tidak layak dapat menyebabkan
berbagai masalah kesehatan, mulai dari infeksi perut hingga penyakit serius. Oleh karena itu,
penting untuk memastikan bahwa air yang dikonsumsi adalah bersih dan aman, sedangkan untuk
jamban yang tidak layak menyebabkan penyebaran tinja manusia di sekitar lingkungan,
meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti diare, kolera, dan cacingan.
Tabel 2 Kondisi Keluarga Berdasarkan Katergori Peringkat Kesejahteraan Keluarga
Desil 1 3 Desa Citimbang Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Prov.Jawa Tengah
Wilayah/Lokasi
RT 01
RT 03
RT 04
RT 05
Jumlah
RW/Dusun 01
23
13
18
16
88
RW/Dusun 02
23
34
24
32
145
Sumber : Pemutakhiran Pendataan Keluarga BKKBN, (2023a)
Kemiskinan memiliki dampak yang mendalam pada kesehatan anak-anak, termasuk
meningkatkan risiko stunting. Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan fisik anak terhambat,
biasanya disebabkan oleh gizi yang kurang baik dan perawatan yang tidak memadai pada masa
pertumbuhan awal mereka, akses terhadap nutrisi yang memadai seringkali menjadi tantangan
bagi keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Mereka mungkin tidak mampu membeli makanan
bergizi atau tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi yang seimbang. Sebagai
akibatnya, anak-anak dalam keluarga tersebut berisiko mengalami kekurangan gizi, yang dapat
menyebabkan stunting.
Kemiskinan juga terkait erat dengan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas.
Keluarga miskin mungkin tidak mampu membayar biaya perawatan kesehatan atau tinggal di
daerah di mana fasilitas kesehatan tidak memadai. Kurangnya akses ini dapat menghambat upaya
pencegahan dan pengobatan kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan stunting, seperti infeksi
berulang atau penyakit kronis. Dengan demikian, kemiskinan dapat menjadi salah satu faktor
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 804
utama yang menyebabkan stunting pada anak-anak, dan upaya untuk mengatasi stunting sering
kali harus memperhatikan masalah kemiskinan secara luas, termasuk melalui program
pemberdayaan ekonomi, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas, serta
perbaikan kondisi lingkungan tempat tinggal.
Tabel 3 Kondisi Keluarga Berdasarkan Pendidikan Orang Tua
Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Prov.Jawa Tengah
Kondisi
Keluarga
Tidak
Sekolah
Tidak
Tamat
SD/Sederaj
at
Tamat
SD/Sedera
jat
Tamat
SMP
Tamat
SMA/Sedarajat
Tamat
PT/Akade
mi
Jumlah
Keluarga
Pendidikan
Orang Tua
30
(0,18%)
342 (2.07%)
9190
(55.50%)
3865
(23.34%)
2281 (13,78%)
850
(5.13%)
16.558
Sumber : Pemutakhiran Pendataan Keluarga BKKBN, (2023a)
Data ini menggambarkan bahwa mayoritas orang tua di Kecamatan Salem, Kabupaten
Brebes, memiliki tingkat pendidikan setidaknya hingga tamat SD/sederajat. Meskipun demikian,
masih ada sejumlah keluarga di mana orang tua memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah,
seperti tidak tamat SD/sederajat atau bahkan tidak sekolah. Hal ini mencerminkan keragaman
pendidikan di dalam masyarakat dan mungkin mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya di wilayah tersebut. Pendidikan orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam
mencegah penyebab stunting pada anak-anak. Dengan pengetahuan yang diperoleh melalui
pendidikan, orang tua dapat memahami betapa pentingnya gizi yang seimbang dan perawatan
yang baik bagi anak-anak mereka. Mereka cenderung lebih mampu mengenali tanda-tanda
stunting dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegahnya.
Selain itu, pendidikan orang tua juga berdampak pada perilaku pola makan di rumah. Orang
tua yang teredukasi akan lebih mungkin memilih makanan bergizi untuk keluarga mereka dan
memahami dampak buruk dari praktik pemberian makan yang tidak sehat. Mereka juga lebih
mungkin untuk mengakses layanan kesehatan yang berkualitas dan memahami pentingnya
kunjungan rutin ke dokter anak untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
mereka. Secara keseluruhan, pendidikan orang tua memiliki dampak besar dalam mengurangi
risiko stunting pada anak-anak. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang gizi dan
perawatan yang tepat, orang tua dapat menjadi agen perubahan yang kuat dalam memastikan
bahwa anak-anak mereka tumbuh dengan sehat dan berkembang dengan baik.
Tabel 4 Kondisi Keluarga Berdasarkan Kategori Status Jumlah Individu dalam Keluarga
Menurut Jenis Pekerjaan Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Prov.Jawa Tengah
Jenis Pekerjaan
Petani
Swasta
Pekerja
Lepas
Bekerja
Status Pekerjaan
Individu dalam
Keluarga
9.793
(36.42%)
7.298
(27.14%)
5.614
(20.88%)
26.892
(55.91%)
Sumber: Pemutakhiran Pendataan Keluarga BKKBN, 2023
Data menunjukkan distribusi jumlah individu dalam keluarga berdasarkan status pekerjaan
mereka. Dari jumlah individu yang bekerja, mayoritas di antaranya adalah pekerja yang bekerja
secara tetap dengan jumlah sebesar 26.892 individu, menyumbang sekitar 55.91% dari total
jumlah individu yang bekerja. Di sisi lain, terdapat juga sejumlah 21.206 individu yang tidak
bekerja, mencakup 44.09% dari total jumlah individu yang tidak bekerja. Secara spesifik,
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 805
distribusi status pekerjaan individu dalam keluarga mengungkapkan bahwa petani merupakan
jenis pekerjaan yang paling dominan dengan jumlah sebanyak 9.793 individu, menyumbang
sekitar 36.42% dari total jumlah individu dalam keluarga. Disusul oleh pekerja swasta dengan
jumlah sebanyak 7.298 individu, yang mencakup sekitar 27.14% dari total jumlah individu dalam
keluarga. Selanjutnya, pekerja lepas menyumbang sebanyak 5.614 individu, mencakup sekitar
20.88% dari total jumlah individu dalam keluarga. Teori jenis pekerjaan orang tua sebagai
penyebab stunting pada anak mungkin berkaitan dengan faktor-faktor seperti akses terhadap gizi
yang cukup, lingkungan yang sehat, dan perhatian yang memadai terhadap kesehatan anak.
Beberapa jenis pekerjaan, terutama yang terkait dengan upah rendah atau pekerjaan informal,
mungkin tidak memberikan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi dan
kesehatan anak secara adekuat.
Pekerjaan dengan jadwal kerja yang panjang atau beban kerja yang berat juga dapat
menghambat orang tua dalam memberikan perhatian yang cukup terhadap anak-anak mereka. Hal
ini bisa mengakibatkan anak-anak menerima perawatan yang kurang optimal, termasuk
kurangnya akses terhadap makanan bergizi, perawatan medis yang tepat waktu, dan stimulasi
pertumbuhan yang cukup.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan
gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di
bawah standar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Selain itu stunting memiliki
konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang yang berdampak pada kesehatan dan
perkembangan individu di masa depan (Leroy & Frongillo, 2019). Merujuk WHO terhadap
kriteria stunting, prevalensi stunting di Indonesia masih tergolong kategori tinggi (>20%), hal
tersebut terlihat dari Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023 yang menunjukkan
prevalensi balita stunting berhasil turun dari 21,6 persen pada tahun 2022 menjadi 21,5 persen di
tahun 2023, sedangkan untuk baduta stunting, jumlah nya pada pada tahun 2022 sebanyak
1.538.729 anak dari total anak stunting 4.558.899 anak.
Anak stunting disebabkan karena berbagai faktor, dalam penelitian ini akan mengulas
terkait penyebab stunting dari perspektif lingkungan keluarga, sanitasi dan dukungan sosial dari
masyarakat, dengan penjelasan masing masing sebagai berikut :
1. Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor lingkungan keluarga memainkan peran kunci dalam mempengaruhi kondisi
stunting pada anak-anak. Stunting, atau keterlambatan pertumbuhan pada anak, sering
kali terjadi karena kombinasi dari berbagai faktor, dan lingkungan keluarga menjadi salah
satu faktor yang penting, menurut Bronfenbrenner lingkungan keluarga adalah salah
satu dari beberapa sistem yang saling terkait dalam mempengaruhi perkembangan
individu. Menurut Bronfenbrenner, lingkungan keluarga merupakan salah satu
lingkungan terdekat yang memiliki dampak yang paling signifikan dalam perkembangan
anak. Yang termasuk dalam lingkungan keluarga selain interaksi antar anggota keluarga,
juga diantara nya adalah bagaimana melihat kondisi kepemilikan atau akses keluarga
terhadap air bersih,rumah tempat tinggal yang layak dan penggunaan jamban yang layak.
2. Faktor Karakteristik Orang Tua
Untuk mengetahui karakterisitik orang tua dalam penelitian ini akan membagi nya dalam
3 sub indikator yang dapat mempengaruhi anak stunting di antara nya :
a) Pendidikan orang tua
Friedman mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan orang tua dapat
mempengaruhi pola pikir dan upaya mereka dalam menyelesaikan berbagai
permasalahan keluarga melalui informasi. Pendidikan orang tua sangat
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 806
mempengaruhi, bagaimana orang tua untuk merawat dan mengasuh anak, ada
hubungan yang signifikan dimana semakin tinggi pendidikan orang tua cenderung
informasi yang di dapatkan kan akan semakin banyak, hal ini akan berdampak positif
terhadap pengasuhan baduta dan balita di lingkungan keluarga, orang tua yang
berpendidikan tinggi akan mengetahui cara pengasuhan yang baik serta cara
merawat anak yang sesuai dengan anjuran tenaga kesehatan. Wright et al. (2018)
dalam penelitian nya mengatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara
pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita. Pendidikan orang tua berperan
dalam menunjang ekonomi keluarga sehingga berdampak pada penyusunan
makanan keluarga. Hasil penelirian lain menunjukan bahwa anak dengan ibu yang
tingkat pendidikan rendah lebih beresiko 1,6 kali mengalami stunting.
b) Tingkat kesejahteraan keluarga
Tingkat kesejahteraan keluarga memiliki dampak yang signifikan terhadap
kondisi kesehatan anak, terutama dalam hal stunting. Dalam keluarga yang sejahtera
secara ekonomi, akses terhadap makanan bergizi, pelayanan kesehatan yang
memadai, dan lingkungan yang bersih dan aman biasanya lebih mudah diakses.
Dengan demikian, anak-anak dalam keluarga ini memiliki peluang lebih besar untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik dan mental. Sebaliknya, keluarga
yang mengalami kesulitan ekonomi cenderung menghadapi tantangan dalam
memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka. Mereka mungkin tidak mampu
memberikan makanan bergizi yang cukup, atau bahkan mengakses layanan
kesehatan yang diperlukan. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan anak-anak
mengalami stunting karena kurangnya asupan gizi yang memadai untuk
pertumbuhan optimal mereka. Dengan demikian, tingkat kesejahteraan keluarga
memiliki dampak yang jelas terhadap kejadian stunting pada anak-anak. Upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, termasuk melalui program bantuan
sosial, pendidikan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi, sangat penting dalam
upaya pencegahan stunting dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak-
anak di masa depan.
c) Status pekerjaan individu dalam keluarga
Dalam banyak kasus, keluarga dengan status pekerjaan yang tidak stabil atau
pendapatan yang rendah cenderung mengalami kesulitan dalam menyediakan nutrisi
yang memadai untuk anggota keluarganya, termasuk anak-anak. Pengaruh status
pekerjaan individu dalam keluarga menjadi salah satu faktor penyebab anak stunting,
dari segi ini, Menurut Prasetyo dkk. (2021), terdapat bukti kuat bahwa gizi buruk
pada masa kanak-kanak, yang dinilai berdasarkan stunting atau tinggi badan menurut
usia, berhubungan dengan rendahnya pendapatan orang dewasa. Bila melihat dari
data lokus yang di tampilkan pada table IV, individu dalam keluarga yang tidak
memiliki pekerjaan sebanyak 44% atau hampir separuh dari jumlah penduduk
setempat, yang berarti ada faktor keterbatasan penghasilan atau pendapatan dalam
keluarga untuk mengakses konsumi makanan bergizi untuk anak anak, selain itu data
menunjukan bahwa 20% nya merupakan pekerja lepas, Menurut keputusan Menteri
tenaga kerja nomor Kep-150/MEN/1999 definsi Tenaga Kerja Harian Lepas adalah
tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha untuk melakukan pekerjaan tertentu yang
berubah-ubah dalam hal waktu maupun kotinuitas pekerjaan dengan menerima upah
didasarkan atas kehadiran secara harian. Dalam hak ini dalam keluarga yang
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 807
mengandalkan pekerjaan informal atau upah harian, ketidakpastian pendapatan
dapat mengakibatkan kurangnya akses terhadap makanan bergizi yang penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, kesulitan ekonomi dapat
membatasi akses keluarga terhadap layanan kesehatan yang diperlukan untuk
pemantauan pertumbuhan anak, konsultasi gizi, dan perawatan medis yang tepat
waktu (Kementerian Tenaga Kerja RI, 1999).
3. Faktor Dukungan Sosial Masyarakat
Penanganan stunting tidak terlepas dari peran serta multi sektor, pemerintah selaku
pemegang kebijakan regulasi telah mengamanatkan melalui peraturan presiden no.72
tahun (2021) tentang percepatan penurunan stunting, dalam aturan tersebut di amanatkan
untuk penanganan stunting dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan multi sektor dan
multi pihak, salah satu yang berperan cukup penting pada tingkat lini bawah adalah peran
masyarakat atau komunitas dalam membantu pemerintah dalam memberikan layanan
kesehatan dan layanan terkait lain nya untuk masyarakat sekitar. Komunitas atau
dukungan sosial ini sering kita sebut dengan pemberdayaan kesejahteraan keluarga
(PKK) atau bantuan tenaga dalam layanan kesehatan atau layanan lainya secara individu
yang di kenal dengan nama kader, berbagai macam kader pada tingkat masyarakat salah
satu nya ialah kader posyandu, kader tim pendamping keluarga (TPK) dan kader lain nya
yang di bentuk atau di tunjuk sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah untuk
memberikan layanan pada tingkat dasar. Dalam penanganan stunting karena terkait
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak kader posyandu dan kader tim pendamping
keluarga berperan cukup besar untuk memberikan layananan kesehatan bersana tenaga
kesehatan setempat dan melakukan pendampingan kepada keluarga beresiko stunting
seperti yang di lakukan oleh tim pendamping keluarga. Peran kader inilah sangat penting
untuk menekan anak yang di deteksi kurang gizi, anak berat badan nya tidak naik dan
anak stunting. Beberapa dukungan sosial masyrakat yang membantu dalam layanan
kesehatan anak di antara nya berasal dari sumber daya komunitas yaitu Program-program
komunitas seperti posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), kelompok ibu, dan program
bantuan sosial lainnya yang dapat menyediakan sumber daya tambahan, termasuk
pendidikan gizi, bantuan pangan, dan layanan dukungan lainnya.
Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan bahwa stunting pada anak balita adalah masalah serius yang
dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, karakteristik orang tua, dan dukungan sosial. Faktor-faktor
seperti tingkat ekonomi, akses makanan bergizi, layanan kesehatan, dan praktik sanitasi berperan
penting dalam meningkatkan risiko stunting. Pendidikan dan kesadaran gizi orang tua juga
berdampak signifikan, demikian pula dukungan sosial seperti layanan kesehatan dan program
pemberdayaan ekonomi. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor lingkungan yang
berkontribusi terhadap stunting, serta menjelaskan peran orang tua dan dukungan sosial dalam
pencegahannya. Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang buruk, seperti air minum
tidak layak dan sanitasi buruk, serta rendahnya pendidikan dan status ekonomi orang tua,
meningkatkan risiko stunting. Dukungan sosial, termasuk program ekonomi dan layanan
kesehatan, juga penting dalam pencegahan stunting. Penelitian ini memberikan pemahaman
mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting dan mengembangkan intervensi
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 808
lebih efektif untuk mencegahnya. Temuan ini menekankan pentingnya faktor lingkungan,
karakteristik orang tua, dan dukungan sosial dalam pencegahan stunting dan peningkatan
kesejahteraan anak.
Bibliography
Aguayo, V. M., & Menon, P. (2016). Stop stunting: improving child feeding, women’s
nutrition and household sanitation in South Asia. Maternal & Child Nutrition,
12(S1), 311. https://doi.org/10.1111/mcn.12283
BKKBN. (2023a). Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) Tahun 2023. Badan
Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional.
BKKBN. (2023b). Sistem Informasi Keluarga (SIGA) Tahun 2023. Badan Kependudukan
Dan Keluarga Berencana Nasional.
Bronfenbreuner, U. (1979). The Ecology of Human Development: Experimants by Nature
and Desigen. Harvard University Press.
Chandra, B. R., Darwis, R. S., & Humaedi, S. (2021). Peran Pemberdayaan Kesejahteraan
keluarga (PKK) Dalam Pencegahan Stunting. Focus: Jurnal Pekerjaan Sosial, 4(2),
107123.
Fajar, N. A., Zulkarnain, M., Taqwa, R., Sulaningsi, K., Ananingsih, E. S., Rachmayanti,
R. D., & Sin, S. C. (2023). Family Roles and Support in Preventing Stunting: A
Systematic Review. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, 19(1), 5057.
https://doi.org/10.14710/jpki.19.1.50-57
Indonesia, B. K. dan K. B. N. (2021). Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024. Peraturan
Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional.
Jannah, F. (2021). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Orang Tua Terhadap
Kejadian Stunting pada Balita di Puskesmas Kebayoran Baru Kota Jakarta Selatan
[Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta].
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/64231
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Hasil Survei Status Gizi Indonesia
(SSGI) 2022. Kemenkes RI. Jakarta.
Kementerian Tenaga Kerja RI. (1999). keputusan Menteri tenaga kerja nomor Kep-
150/MEN/1999 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Tenaga Kerja bagi
Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu .
Menteri Tenaga Kerja.
Leroy, J. L., & Frongillo, E. A. (2019). Perspective: What Does Stunting Really Mean?
A Critical Review of the Evidence. Advances in Nutrition, 10(2), 196204.
https://doi.org/10.1093/advances/nmy101
Pemerintah Pusat. (2021). Peraturan Presiden No 72 Tahun 2021 Tentang Percepatan
Penurunan Stunting. Pemerintah RI.
Prasetyo, E. (2021). Mengkaji Debu Kayu Dan Diisocyanates Sebagai Faktor Risiko
Occupational Asthma. UNISNU PRESS.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6, No. 2, Juli 2024 | 809
Ufiyah Ramlah. (2021). Gangguan Kesehatan pada Anak Usia Dini Akibat Kekurangan
Gizi dan Upaya Pencegahannya. Ana’ Bulava: Jurnal Pendidikan Anak, 2(2), 12
25. https://doi.org/10.24239/abulava.Vol2.Iss2.40
Wright, K. O., Shogbamimu, Y., Akinbami, A., Adebisi, R., Senbanjo, I., & Iolade, A.
(2018). Nutritional status of children in a well-child clinic in Lagos, Nigeria. African
Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development, 18(03), 1360213616.
https://doi.org/10.18697/ajfand.83.17030