JUSINDO, Vol. 6 No. 2, Juli 2024
p-ISSN: 2303-288X, e-ISSN: 2541-7207
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 495
Hubungan Karakteristik Ibu, Pemberian Asi Eksklusif dan Berat Badan Lahir
dengan Kejadian Stunting di Puskesmas Gatak
Puteri Adlia Salsabila
1
, Luluk Ria Rakhma
2
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
ARTIKEL INFO
ABSTRAK
Kata Kunci: Kata kunci:
Stunting; ASI eksklusif;
BBLR
Kasus stunting pada balita masih menjadi salah satu
masalah yang paling mendesak dalam bidang gizi di
Indonesia. Kasus stunting pada balita merupakan salah
satu permasalahan gizi yang terus menjadi kritis di
Indonesia. Kejadian ini timbul dari kombinasi penyebab
lingkungan dan manusia, yang dipengaruhi oleh asupan
makanan yang tidak memadai. Penelitian ini bertujuan
untuk Untuk menganalisis hubungan karakteristik ibu,
pemberian ASI eksklusif, dan berat badan lahir dengan
kejadian stunting di Puskesmas Gatak, Jawa Tengah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional
dengan metode Simple Random Sampling. Hasil penelitian
menunjukan bahwa sebanyak 77,3% balita stunting akibat
ibu hamil <20 dan >35 tahun dengan nilai p* 0,002 dan
nilai OR 95%CI nya 5,667, terdapat 67,6% balita stunting
akibat pendidikan ibu dengan nilai p* 0,004 dan nilai OR
95%CI nya 4,182, terdapat 69% balita stunting akibat ibu
yang bekerja dengan nilai p* 0,008 dan nilai OR 95%CI
nya 3,852. Selain itu, terdapat 67,6% balita stunting akibat
tidak diberikan ASI eksklusif dengan nilai p* 0,004 dan
nilai OR 95%CI nya 4,182. Untuk berat badan lahir
terdapat balita stunting sebanyak 62,5% dengan Riwayat
BBLR dengan nilai p* 0,255 dan nilai OR 95%CI nya
1,933. Kesimpulan menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara karakteristik ibu dan pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian stunting, namun tidak terdapat hubungan
antara berat badan lahir dengan kejadian stunting.
Coresponden Author: Luluk Ria Rakhma
Artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 496
Pendahuluan
Kasus stunting pada balita masih menjadi salah satu masalah yang paling
mendesak dalam bidang gizi di Indonesia. Kasus stunting pada balita merupakan salah
satu permasalahan gizi yang terus menjadi kritis di Indonesia. Hal itu dapat dinyatakan
berdasarkan hasil SSGI Kemenkes yang menunjukkan bahwa pada 2022, prevalensi
balita stunting di Indonesia masih 21,6%. Angkat tersebut masih dalam kategori tinggi,
meskipun sudah mengalami penurunan sedikitnya 2,8 poin dari tahun sebelumnya
(Rodkom, 2023).
Beragam faktor balita stunting. Dalam faktor pertama, dinyatakan bahwa
karateristik ibu dapat menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya stunting. Hal ini
mungkin terjadi karena, menurut penalaran kronologis, persaingan nutrisi ibu dengan
usus besar bayinya selama kehamilan remaja dapat mempengaruhi perkembangan linear
anak. (Stephenson & Schiff, 2019).
Masih banyak ibu balita yang kurang mendapatkan pendidikan sehingga tidak
mempunyai sumber daya untuk memberi makan atau mengasuh anak dengan baik. Hal
ini menyebabkan terjadinya stunting pada anak. Stunting lebih mungkin terjadi pada
anak-anak yang ibunya bekerja penuh waktu karena ibu-ibu tersebut tidak mempunyai
waktu untuk mengasuh anak mereka dengan baik. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Sumatera Utara, Anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak bekerja namun
mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk
mengalami stunting (Lestari, Fujiati, Keumalasari, & Daulay, 2018).
Prevalensi stunting Kecamatan Gatak tahun 2022 berjumlah 9,9% dengan 1,11%
balita sangat pendek dan 8,79% balita pendek tertinggi di Kabupaten Sukoharjo.
Melihat banyaknya dampak negatif dari stunting dan prevalensinya yang cukup tinggi di
Indonesia maka diperlukan adanya intervensi dari faktor utama penyebab terjadinya
stunting agar faktor tersebut dapat ditekan untuk menurunkan angka terjadinya stunting
sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan balita. Berdasarkan tiga faktor
terjadinya stunting yang telah diuraikan, peneliti akan melakukan analisis terhadap
hubungan karaterstik ibu, pemberian ASI ekslusif, dan BBL dengan kejadian stunting di
Puskesmas Gatak, Jawa Tengah.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah simple random sampling dengan
pendekatan cross sectional dan metode pengolahan data dengan metode chi-square.
Hasil di dapat dari penyebaran kuesioner kepada 70 ibu balita di desa yang berbeda.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 497
Hasil dan Pembahasan
A. Karakteristik Responden
1. Karakteristik Ibu Balita
Dalam penelitian ini responden terdiri dari ibu dengan balita usia 3-5
tahun. Analisis dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang
diteliti berupa usia pada saat hamil, pendidikan, dan juga pekerjaan. Tabel 1
menampilkan sebaran atribut ibu balita.
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Ibu Balita
Karakteristik
Ibu Balita
Kelompok Kasus
(Stunting)
Kelompok Kontrol
(Tidak Stunting)
n
%
%
Usia Saat Hamil
<20 tahun
7
20,0
5,7
20-35 tahun
18
51,4
85,7
>35 tahun
10
28,6
8,6
Pendidikan
SD
7
20,0
8,6
SMP/SLTP
16
45,7
22,9
SMA/SLTA
9
25,7
51,4
Diploma/Sarjana
3
8,6
17,1
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
15
42,8
74,3
PNS
0
0,0
0,0
Guru
1
2,9
0,0
Dokter
0
0,0
0,0
Lainnya
19
54,3
25,7
Jumlah
35
100
100
Mayoritas ibu, baik pada kelompok stunting maupun tidak stunting,
berusia 20-35 tahun, dengan 51,4% ibu pada kelompok stunting dan 85,7%
ibu pada kelompok non-stunting termasuk dalam rentang usia tersebut.
2. Karakteristik Balita
Umur balita antara 36-59 bulan berpartisipasi sebagai subjek dalam
penelitian. Hal yang dicatat dalam penelitian ini berupa usia balita, jenis
kelamin balita, berat badan lahir pada balita, dan status menyusui ibua.
Tabel 2 Gambaran Karakteristik Balita
Karakteristik
Balita
Kelompok Kasus
(Stunting)
Kelompok Kontrol
(Tidak Stunting)
n
%
n
%
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 498
Karakteristik
Balita
Kelompok Kasus
(Stunting)
Kelompok Kontrol
(Tidak Stunting)
n
%
n
%
Usia
36 47 Bulan
25
71,4
23
65,7
48 59 Bulan
10
28,6
12
34,3
Jenis Kelamin
Laki-Laki
14
40,0
17
48,6
Perempuan
21
60,0
18
51,4
Berat Badan Lahir
(BBL)
BBLR (<2500 gram)
10
28,6
6
17,1
Tidak BBLR (≥2500
gram)
25
71,4
29
82,9
Pemberian ASI
ASI Eksklusif
12
34,3
24
68,6
Tidak ASI Eksklusif
23
65,7
11
31,4
Jumlah
27
100
27
100
Berdasarkan tabel 2 lebih dari setengahnya (71,4%) balita yang berusia
36-47 bulan mengalami stunting. Sebagian besar balita yang berusia 36 dan 47
bulan merupakan balita pada kelompok tidak stunting (65,7%), sedangkan
kurang dari setengahnya 34,3% berusia 48 59 bulan.
Balita laki-laki mempunya proporsi lebih besar pada kelompok tidak
stunting 48,6% vs. 40%) pada kelompok stunting.pada kelompok yang
mengalami stunting presentase balita perempuan sebesar 60%. Sedangkan
sebagian besar pada kelompok yang tidak mengalami stunting sebesar 51,4%.
B. Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stunting
Hasil analisis dapat dilihat dalam tabel 3.
Tabel 3 Analisis Hubungan Karakteristik Ibu meliputi Usia saat Hamil,
Pendidikan Ibu dan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting
Status
Karakteristik
Ibu
Status Stunting
Total
OR
95%CI
p*
Balita
Stunting
Balita
Tidak
Stunting
n
%
n
%
n
%
Usia Saat
Hamil
< 20 tahun
dan
17
77,3
5
22,7
22
100
5.667
(1,784
0,002
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 499
Status
Karakteristik
Ibu
Status Stunting
Total
OR
95%CI
p*
Balita
Stunting
Balita
Tidak
Stunting
n
%
n
%
n
%
>35 tahun
17,999)
20-35 tahun
18
37,5
30
62,5
48
100
Pendidikan
Ibu
Pendidikan
Dasar
23
67,6
11
32,4
34
100
4.182
(1,541
11,347)
0,004
Pendidikan
Lanjut
12
33,3
24
66,7%
36
100
Pekerjaan
Ibu
Bekerja
20
69
9
31
29
100
3.852
(1.401 -
10.590)
0,008
Tidak
Bekerja
15
36,6
26
63,4
41
100
Berdasarkan Tabel 3, tidak sampai 50% balita tumbuhnya terhambatan
karena ibu hamil berusia kurang dari 20 tahun atau lebih tua dari 35 tahun,
dengan konsekuensi sebesar 77,3%. Demikian pula anak kecil sebagian besar
mengalami hambatan karena usia ibu di bawah 20 tahun atau lebih saat hamil,
dengan konsekuensi sebesar 62,5%. Di Puskesmas Gatak, uji chi-square yang
dilakukan dengan SPSS menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat
hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 3-5 tahun. Nilai p hasilnya
adalah 0,002. Nilai CI 95% (1,784 17,999) dan OR (Odd Ratio) masing-
masing sebesar 5,667 dan 5,667. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang hamil
dan berumur diatas 35 tahun mempunyai kemungkinan 5,667 kali lebih besar
untuk mempunyai anak stunting dibandingkan ibu yang hamil berumur antara
20 sampai 35 tahun atau ibu yang hamil berumur antara 20 sampai 35 tahun.
Usia ideal untuk bereproduksi adalah antara usia 20 hingga 35 tahun,
yaitu usia ibu yang optimal untuk hamil, melahirkan, dan menyusui. Karena
rahim sudah siap menerima janin dan sudah matang secara mental pada usia
tersebut, maka orang yang berusia antara 20 hingga 35 tahun kemungkinan
besar tidak memiliki risiko tinggi saat hamil dan melahirkan (Wiyasmari,
2021). Hal ini sesuai dengan temuan penelitian Litta (2018) yang menunjukkan
adanya hubungan signifikan antara prevalensi stunting pada balita dengan usia
ibu saat hamil.
Pada tabel 9 juga menunjukkan bahwa terdapat 67,6% balita stunting
yang memiliki riwayat pendidikan ibu yaitu Pendidikan dasar, hasil tersebut
lebih besar dibandingkan balita tidak stunting yang memiliki riwayat
Pendidikan yang sama yaitu sebesar 32,4%. Persentase pendidikan ibu berupa
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 500
pendidikan tambahan pada balita stunting sebesar 33,3%, sedangkan persentase
balita tidak stunting sebesar 66,7%. Hasil analisis diperoleh nilai p-value
sebesar 0,004 yang menunjukkan adanya hubungan antara latar belakang
pendidikan ibu dengan prevalensi stunting pada balita di Puskesmas Gatak.
Nilai OR (Odd Ratio) sebesar 4,182 dengan interval kepercayaan 95 persen
(1,54111,347). Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang berpendidikan dasar
lebih besar kemungkinannya untuk memiliki anak dibandingkan ibu yang
berpendidikan lebih tinggi.
Menurut Aridiyah dkk. (2015) Pendidikan berdampak pada kemampuan
seorang ibu dalam mengasuh anaknya dan pengetahuannya mengenai gizi.
Keluarga yang ibunya tidak mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi
mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak stunting. Salah
satu faktor yang dapat mendorong atau menghambat perilaku kesehatan adalah
pengetahuan. Wanita yang sedang hamil dan memiliki pemahaman yang baik
tentang TTD lebih cenderung mengonsumsi TTD sesuai dosis, aturan, dan
waktu yang ditentukan. (Vongvichit et al, 2013).
Selain itu, Tabel 9 menunjukkan bahwa dibandingkan 36,6% balita yang
tidak mengalami stunting dengan latar belakang yang sama, 69% balita yang
mengalami stunting memiliki riwayat ibu yang bekerja di keluarganya lebih
tinggi. Nilai sebesar 0,008 dari analisis bivariat menunjukkan bahwa pekerjaan
ibu berhubungan dengan prevalensi stunting pada balita di Puskesmas Gatak.
Dengan interval kepercayaan (CI) 95 persen sebesar 1,40110,590, nilai OR
(Odd Ratio) sebesar 3,852. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang bekerja
mempunyai kemungkinan 3.852 kali lebih besar untuk mempunyai anak
stunting di bawah usia 5 tahun dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
C. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada
penelitian ini disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Analisis hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting
Status
Pemberian
ASI
Kategori
Total
OR 95%CI
p*
Balita
stunting
Balita
tidak
stunting
n
%
n
%
n
%
Non-
eksklusif
23
67,6
11
32,4
34
100
4.182
(1.541-11.347)
0,004
Eksklusif
12
33,3
24
66,7
36
100
*Uji statistic chi-square dengan SPSS
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 501
Pengolahan hasil untuk balita tidak stunting didapatkan (32,4%)
diantaranya yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, sebanyak 66,7% balita
stunting tidak mendapatkan pelayanan seperti terlihat pada Tabel 10. Uji
tersebut menghasilkan p-value sebesar 0,004 yang berarti dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara kejadian stunting pada balita di Puskesmas
Gatak dengan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan penuh.
Selain itu, temuan penelitian ini juga sejalan dengan temuan Lestari dkk.
(2018) yang menemukan hubungan signifikan antara prevalensi stunting dengan
pemberian ASI non-eksklusif. Hal senada disampaikan Yuniarti dkk. (2019)
menemukan bahwa bayi yang ibunya tidak memberikan ASI eksklusif memiliki
risiko 19,5 kali lipat lebih tinggi mengalami stunting dibandingkan bayi yang
ibunya memberikan ASI. Peneliti memandang pentingnya pemberian ASI
eksklusif dalam mencegah stunting dengan tidak hanya memperhatikan jangka
waktu pemberian ASI eksklusif tetapi pada aspek kualitas ASI, dalam hal ini
asupan gizi ibu menyusui.
D. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting
Informasi didapatkan dari Buku KIA yang berisi informasi mengenai
berat badan lahir pada bayi.
Tabel 4. Analisis Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting
Status
Berat Bayi
Lahir
Status Stunting
Total
OR
95%CI
p*
Balita
Stunting
Balita Tidak
Stunting
n
%
n
%
n
%
BBLR
10
62,5
6
37,5
16
100
1.933
(0,615 6,074)
0,255
Tidak BBLR
25
46,3
29
53,7
54
100
*Uji statistik chi square dengan SPSS
Berdasarkan Tabel 11, proporsi balita stunting yang tidak memiliki
riwayat BBLR sebesar 46,3%, lebih kecil dibandingkan proporsi balita stunting
dengan riwayat BBLR yaitu sebesar 62,5 persen. Sementara itu, anak kecil tanpa
hambatan yang tidak memiliki riwayat BBLR lebih tinggi dibandingkan bayi
tanpa hambatan yang memiliki latar belakang BBLR. Hasil analisis statistik
diperoleh p-value sebesar 0,255. Hal ini menunjukkan bahwa angka stunting
balita di Puskesmas Gatak tidak berhubungan dengan riwayat berat badan lahir.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
Aridiyah (2015) tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting
Pada Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, dimana hasil analisis
menunjukkan tidak ada hubungan antara status BBLR dengan kejadian stunting
pada anak baik di pedesaan maupun perkotaan.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 502
Keterbatasan pertumbuhan fisik seperti tinggi badan yang pendek
berdasarkan usia pada anak stunting, masih dapat diperbaiki oleh kejar
pertumbuhan (catch-up growth) agar lintasan pertumbuhan dapat sesuai dengan
usianya (Upadhyay, dkk 2020). Studi dari Pakistan menyatakan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kejar tumbuh pada anak stunting salah satunya
adalah pemberian gizi yang adekuat agar tercapai kejar tumbuh dan dapat
Kembali sesuai dengan kurva pertubuhannya (Retno, 2023).
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa kesimpulan:
1. Penelitian ini dilakukan kepada 70 ibu balita di Puskesmas Gatak.
2. Pada karakteristik ibu terdapat 77,3% balita stunting yang memiliki riwayat
usia ibu saat hamil < 20 tahun dan >35 tahun, terdapat 67,6% balita stunting
yang memiliki riwayat pendidikan ibu tamat SMP ke bawah, dan terdapat
terdapat 69% balita stunting yang memiliki riwayat ibu yang bekerja.
3. Pada pemberian ASI eksklusif terdapat 67,6% balita stunting yang tidak
memdapatkan ASI eksklusif, sementara balita tidak stunting yaitu sebesar
31,4%.
4. Pada Berat Bayi Lahir Rendah terdapat 62,5% balita stunting yang memiliki
riwayat BBLR, sedangkan balita tidak stunting yaitu sebesar 37,5%.
5. Ada hubungan antara karakteristik ibu dengan kejadian stunting.
6. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting.
7. Tidak ada hubungan antara status Berat Badan Lahir Rendah dengan kejadian
stunting.
Saran
1. Bagi Puskesmas
Tujuan penyuluh kesehatan di Puskesmas Gatak adalah memberikan
informasi kepada orang tua mengenai stunting dan dampaknya terhadap
balita. Hal ini termasuk mengajari mereka cara membuat pilihan makanan
yang sehat dan pentingnya pemberian ASI eksklusif. Dan ketika seorang
anak lahir dengan berat badan kurang, staf medis mempunyai tanggung
jawab untuk memperingatkan orang tua bahwa anak mereka mungkin
mengalami stunting.
2. Bagi Responden
Tujuannya agar ibu lebih memperhatikan apa yang dimakannya agar ASI
mudah keluar dan anak hanya bisa minum ASI. Hal ini juga harus dilakukan
oleh para ibu yang memiliki balita. Kami juga diyakini akan lebih
mengutamakan kesehatan dan gizi anak.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 503
Bibliografi
Ariani, P. A. (2017). Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Al-Mansoob, M. A. K., & Masood, M. S. A. (2018). The Relationship between Stunting
and Some Demographic and Socioeconomic Factors among Yemeni Children and
Adolescents. Advances in Public Health, 2018, 16.
Anwar, F., Khomsan, A., & Mauludyani, A 2014, Masalah dan Solusi Stunting Akibat
Kurang Gizi di Wilayah Pedesaan, PT Penerbit IPB Press, Bogor.
Andriani, M & Wirjatmadi, B. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita Peranan Mikro Zinc
pada Pertumbuhan Balita. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Aridiyah , Farah O., dkk, (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting
pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The Factor Affecting
Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas), e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 3
(1).
Aureliyana, T., & Sakinah, R. K. (2022). The Relationship between Exclusive
Breastfeeding and The Incidence of Stunting Toddlers. Jurnal Riset Kedokteran,
67-72.
Baiq, S. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status gizi Balita. 1-5.
Bappenas RI. (2013). Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka 1000
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). BAPPENAS
Bendhari, M. L., & Haralkar, S. J. (2015). Study of maternal risk factors for low birth
weight neonates: a case-control study. International Journal of Medical Science
and Public Health, 4(7), 987-990.
Djalilah, G. N. (2022). Stunting pada Anak Bawah Tiga Tahun sebagai Tanda Bahaya
(Red Flags) dalam Masa Pandemi COVID-19. Proceeding Series Universitas
Muhammadiyah Surabaya, 1(1).
Dwienda, Octa, dkk. (2014). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita Dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta:Deepublish.
Febriani, C. F., Agung A. P., dan Humairoh. 2018. Faktor Kejadian Stunting Balita
Berusia 623 Bulan di Provinsi Lampung. Jurnal Dunia Kesmas, 7(3):127-134.
Fitri, Lidia. (2018). “Hubungan Bblr Dan Asi Ekslusif Dengan Kejadian Stunting Di
Puskesmas Lima Puluh Pekanbaru.” Jurnal Endurance. 3(1), 131137.
Gunawan, Sekar Ayu Putri. (2022). Hubungan Antara Karakteristik Ibu Dan Riwayat
Kesehatan Balita Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas
Senabing Kabupaten Lahat.”
Hasandi, L. A. (2018). Hubungan Usia Ibu Saat Hamil Dan Pemberian ASI Eksklusif
dengan Kejadian Stunting pada Balita di Dusun Cemanggal, Desa Munding
Kabupaten Semarang.
Haymond M, Kappelgaard AM, Czernichow P, Biller BMK, Takano K, Kiess W. Early
recognition of growth abnormalities permitting early intervention. Acta Paediatr.
2013;102(8):787-796.
Hutahaean. (2013). Perawatan Antenatal. Jakarta: Salemba Medika.
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 504
Isnaini, Y. S., Yuliaprida, R., & Pihahey, P. J. (2021). Hubungan Usia, Paritas
Mirnawati/ Jurnal Ilmiah Obsgin- Vol. 14 No. 3 (2022) 224 dan Peker Hubungan
Usia, Paritas dan Pekerjaan terhadap Kejadian Anemia pada Ibu Hamil. Nursing
Arts, 15(2), 6574.
Imami, R. (2023). Pentingnya Kejar Tumbuh pada Anak Stunting: Tinjauan Literatur
The Importance of Catch-up with Stunted Children: Literature Review. JKP, 84.
Kahfi, Al. (2015). “Gambaran Pola Asuh Pada Baduta Stunting Usia 1324 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Neglasari Kota Tanggerang Tahun 2015.” Skripsi:
diakses melalui repository.uinjkt.ac.id Online. Jakarta: Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kemenkes RI. (2014). Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Komang Arie Wiyasmari, A. (2021). Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Anemia
pada Ibu Hamil di Puskesmas Seririt I Tahun 2020. Politeknik Kesehatan
Kemenkes Denpasar.
Lestari, S., Fujiati, I. I., Keumalasari, D., & Daulay, M. (2018). The prevalence and risk
factors of stunting among primary school children in North Sumatera, Indonesia.
IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 125(1), 714.
Lestari, E. D., Hasanah, F., & Nugroho, N. A. (2018). Correlation between non-
exclusive breastfeeding and low birth weight to stunting in children. Paediatrica
Indonesiana, 58(3), 123-7.
Malonda, N. S. H., FWPAT, K., & Sanggelorang, Y. (2020). History of Exclusive
Breastfeeding and Complementary Feeding as a Risk Factor of Stunting in
Children Age 36-59 Months in Coastal Areas. History, 70, 52-57.
Manggala, A. K., Kenwa, K. W. M., Kenwa, M. M. L., Jaya, A. A. G. D. P., & Sawitri,
A. A. S. (2018). Risk factors of stunting in children aged 24-59
months. Paediatrica Indonesiana, 58(5), 205-12.
Maryunani, A. 2015. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif Dan Manajemen Laktasi.
Jakarta: Trans Info Media.
Meilyasari F, dan Isnawati M. 2014. Faktor Resiko Kejadian Stunting pada Balita Usia
12 Bulan di Desa Purwokerto, Kecamatan Katebon Kabupaten Kendal, Tesis.
Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Journal of Nutrition College, 3 (2): 16-25
Okawary, O. (2015). Hubungan status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta. Jounal Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Aisiyah.
Pinontoan, V. M., & Tombokan, S. G. (2015). Hubungan umur dan paritas ibu dengan
kejadian bayi berat lahir rendah. JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan), 3(1), 20-25.
Raga, Angelarita Djami., Hanna Tabita Hasianna Silitonga. (2022). “Hubungan
Karakteristik Ibu, ASI EkskIusif dan Akses Sanitasi Dasar Terhadap Stunting
Pada BaIita Usia 2-5 Tahun di Puskesmas Manutapen, NTT, Tahun 2021.”
Jurnal Sehat Indonesia: Vol. 6 No. 2, Juli 2024 | 505
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
Rodkom. (2023). “Prevalensi Stunting di Indonesia Turun ke 21,6% dari 24,4%.”
Sehatnegeriku.
Rudert C. 2014. Malnutrition in Asia. Vientiane : UNICEF East Asia Pacific.
Rukiyah, Ai Yeyeh. (2013). Asuhan Neonatus. Jakarta: Trans Info Media.
Supriyanto Y et al., 2017. “Berat badan lahir rendah berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-23 bulan”. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 5.
No. 1, Hal 23-30
Stephenson, T. J., & Schiff, W. J. (2019). Human nutrition science for healthy living.
(2nd Editio). New York: McGraw-Hill. UNICEF. 2016.
Syahida, A. (2019). Hubungan Pendidikan Dan Pekerjaan Orang Tua Dengan
Pertumbuhan Balita Di Desa Ingin Jaya Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh
Tamiang. Jurnal EDUKES: Jurnal Penelitian Edukasi Kesehatan, 18-28.
Umiyah, A., & Hamidiyah, A. (2020). Exclusive Breastfeeding With Stunting. STRADA
Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(2), 471-477.
Upadhyay, R. P., Hysing, M., Taneja, S., Kvestad, I., Bhandari, N., & Strand, T. A.
(2020). Linear Growth between Early and Late Childhood and Cognitive
Outcomes at 6-9 Years of Age. The Journal of pediatrics, 225, 214-221.
Vongvichit, PhasoukIsaranurug, S., (2013). Nanthamongkolchai, S. & Voramongkol, N.
Compliance of Pregnant Women Regarding Iron Supplementation in Vientiane
Municipality, Lao P.D.R. Res. gate
Winowatan, G., Malonda, N. S., & Punuh, M. I. (2017). Hubungan antara berat badan
lahir anak dengan kejadian stunting pada anak batita di wilayah kerja puskesmas
sonder kabupaten Minahasa. Kesmas, 6(3).
Yudianti, R. H. (2016). Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Kabupaten Polewali Mandar. Jurnal Kesehatan Manarang, 21-25.
Yuniarti, T. S., Margawati, A., & Nuryanto, N. (2019). Faktor Risiko Kejadian Stunting
Anak Usia 1-2 Tahun Di Daerah Rob Kota Pekalongan. Jurnal Riset Gizi, 7(2), 83-90.